Senin, 04 Mei 2009

Mari kita Mengubur Heroisme—Advonturisme

Heroisme adalah sebuah paham yang mengagung-agungkan kepahlawanan individu atau kelompok, menonjolkan kemanpuan individu-kelompok sebagai penentu sebuah perubahan. Jika diteliti dalam sejarah faham ini sudah ada sejak klas-klas juga sudah mulai muncul, pada saat itu klas berkuasa begitu mengagung-agungkan ksatria-isme sebagai sikap—mentalitas seorang lelaki pemberani dan tangguh—rela mengorbankan jiwa raganya demi kehormatan bangsanya-negaranya. Sedangkan disisi lain penindasan dan kekerasan yang di jalankan oleh klas berkuasa menimbulkan resistensi dari klas tertindas, akan tetapi karena power klas berkuasa begitu maha-kuat sehingga hanya segelintir atau beberapa orang dari klas tertindas menampakkan keberaniannya bertindak sebagai pembela klas tertindas, dari sinilah heroisme dalam bentuk yang kedua muncul; buah perjuangan klas. Ini adalah dua sisi heroisme muncul dan menampakkan dirinya dalam praktek perubahan sosial di masa lalu. Masa-masa kejayaan romawi banyak membangkitkan kesadaran seperti ini dalam adegan2 gladiator. Namun dalam diskusi kita kali ini, apakah heroisme seperti ini yang kita maksudkan, karena ada banyak terminology dalam gerakan kiri tentang karakter gerakan seperti ini; advonturir, kiri kekanak-kanakan, juga ada istilah ultra-kiri/ektrim kiri.

Sebelum tradisi revolusioner [baca; Marxisme] mengambil peran dominan dalam praktek perubahan sosial dengan konsep perjuangan klasnya, pengorganisasian massa rakyat, organisasi revolusioner, teori-teori revolusionernya tradisi heroisme cukup banyak mempengaruhi gerakan. Blanquisme misalnya; sebuah pandangan bahwa untuk menghancurkan system penghisapan kapitalisme cukup dengan metode konspirasional dari lelaki dan perempuan yang berani, dengan kekerasan-teror terhadap pihak borjuis. Pandangan ini sepenuhnya mengabaikan peranan massa rakyat sebagai kekuatan pokok yang menentukan, pandangan seperti ini juga banyak dianut kaum anarkis seperti Weitling, Bakunin, dan Proudhon. Di rusia sebelum Marx berkembang aliran Narodnidisme dan sosialis revolusioner sebagai partainya yang menjadi pengikut setia jalan advonturisme. Lenin—bahkan Plekhanov[sebelum menjadi oportunis] sering ber-polemik dengan mereka terutama pandangan2nya yang sangat mengabaikan pandangan sosialisme ilmiah tentang perjuangan klas.

Apa hakekat dari heroisme?

Lenin dalam hampir semua tulisan-tulisannya sangat meneguhkan tugas gerakan revolusioner untuk mengorganisasikan perjuangan klas, perebutan kekuasaan dan mengorganisasikan masyarakat sosialisme. Dominasi klas borjuis di kukuhkan dengan berbagai instrumennya; lewat alat-alat refresifitas; negara—polisi-militer, hukum, lembaga peradilan, atau alat penundukan secara ideologis; agama, media, lembaga pendidikan, demokrasi liberal, civil society dsb. Terkadang, dalam mengahadapi dominasi yang amat kuat tersebut, klas tertindas mengalami demoralisasi, pasifis, dan ektremnya menerima situasi tersebut secara sukarela. Penaklukan ideologis adalah selimut tebal yang menghalangi massa rakyat menemukan kesadaran sejati, untuk membukanya butuh perjuangan ideologis; agitasi-proganda, pendidikan massa, kursus politik, aksi massa, rapat akbar, kesenian dan lain sebagainya.

Heroisme juga banyak menjangkiti gerakan revolusioner termasuk yang menggunakan label” Partai Komunis”, dalam kritiknya terhadap sayap kiri partai komunis Jerman yang di pimpin Rosa Luxemburg dan Karl Liebnecht, Lenin menganggap sikap tersebut sebagai kiri kekanak-kanakan atau dalam terminology sekarang sering disebut ultra-kiri. Sayap kiri partai komunis Jerman yang keluar dari SPD menganggap bahwa taktik parlemen sebagai sesuatu yang basi untuk di praktekkan di negeri seperti jerman. Bagi lenin, bagaimana mungkin menganggap parlemen di Jerman sebagai sesuatu yang usang/basi sedangkan kesadaran massa luas masih sangat parlementaris—menganggap mekanisme demokrasi parlemen borjuis sebagai refresentasi kepetingan mereka—juga disisi lain kekuasaan soviet sebagai bentuk baru dari mekanisme demokrasi sosialis belum terbentuk. Lenin menunjukkan perjuangan partai bolshevik di bawah situasi suhu revolusioner menurun dan masa referesi stoplin yang banyak menimbulkan pukulan bagi gerakan revolusioner. Partai bolshevik manpu mendemonstrasikan taktik parlementarisme sebagai alat untuk membangkitkan kembali kesadaran revolusioner massa, sekaligus pendidikan politik bagi massa. Hingga terjadi peristiwa sungai lena yang membangkitkan kembali gerakan revolusioner seluruh Rusia.

Bagaiamana dengan Indonesia?

Gerakan revolusioner di indonesia banyak di inspirasikan oleh klas menengah khususnya kaum intelektual[ dan terutama lagi kaum muda], signifikansinya adalah pembawaan psikologis kaum muda yang temperamental—berkobar-kobar terkadang termanifestasikan juga dalam model gerakannya; heroisme dan advonturisme. Pemberontakan 1926-1927 yang gagal di kategorikan sebagai salah satu tindakan advonturisme pimpinan PKI yang memutuskan untuk berontak ditengah situasi organisasi dan dukungan massa yang belum meluas. Penghancurang gerakan kiri di indonesia tahun 1965-1967 sedikit banyak telah memutus tradisi kiri di indonesia sehingga kebangkitan gerakan progressif-revolusioner akhir 80-an dan awal 90an lahirnya dari study-study Club di kampus yang rata-rata klas menengah kebawah. Gerakan kiri yang muncul ini adalah hasil perburuan dalam ruang-ruang diskusi, terbitan gelap, dan bacaan2 dari luar negeri yang di translated ke dalam bahasa indonesia. Teori-teori ini yang kemudian di demontrasikan oleh kaum muda progressif di tengajh-tengah massa yang di tindas orde baru—pengalaman kedung ombo, penyerbuan kampus dan lain sebagainya—pendeknya situasi kediktatoran.

Perjuangan mahasiswa-rakyat tahun 1998 berhasil menjatuhkan soeharto, meskipun kemudian tidak manpu mendesakkan perubahan yang betul-betul radikal namun telah berhasil mendorong pembukaan ruang-ruang demokrasi; kebebasan pers, pemilu multi partai, dsb. Revolusi demokratik yang tidak tuntas itu setidaknya telah merubah struktur politik kapitalisme indonesia dari otoritarianisme orba menjadi sedikit reformis walaupun dalam batasan-batasan demokrasi borjuis yang semu. Demokrasi borjuis menjadi tantangan baru bagi kaum gerakan, dengan kanalisasi aspirasi/dan partisipasi politik sehingga segala bentuk kecenderungan/gejolak politik massa akibat liberalisasi ekonomi yang sangat agressif manpu di kanalisasi dalam kerankeng demokrasi borjuis-liberal saat ini.

Dorongan inovasi demokrasi liberal borjuis ini semakin di permak di bawah kekuasaan SBY-JK; dengan metode pemilihan lansung [direct election] seperti pemilihan presiden lansung, pemilihan kepala daerah lansung, pemilihan kepala desa lansung, dan lain sebagainya. Ini yang kurang disadari oleh unsur-unsur gerakan rakyat khususnya gerakan mahasiswa, sehingga tidak manpu menyiasati situasi perubahan tersebut. Secara umum gerakan revolusioner dalam melihat situasi tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut: [1] menganggap bahwa imperialisme –neoliberal telah memiskinkan rakyat dengan serangkain paket kebijakannya, dan mereka punya agen yang setia di Indonesia, [2] bahwa dominasi imperialisme di indonesia di mungkinkan dan dikuatkan oleh kaki tangannya-antek dalam hal ini borjuasi nasional yang di wakili oleh SBY-JK,[3] untuk menghadapi imperialisme dan kolaboratornya di butuhkan sebuah front persatuan—front Nasional—front anti Imperialis[4] dalam membaca situasi yang ada dan menurunkan dalam strategi-taktik perjuangan gerakan revolusioner terfragmentasi.

Fragmentasi adalah segi-segi positif dan negatif dalam gerakan revolusioner, hukum dialektika perkembangan pun mengajarkan bahwa gerak[motion] hanya terjadi jika ada segi-segi yang ber-kontradiksi. dianggap positif jika fragmentasi dalam hal perbedaan strategi-taktik perjuangan, kesimpulan bacaan situasi ekonomi-politik yang berkembang dan ada potensi untuk menyatukannya dalam sebuah perdebatan yang demokratis dan ilmiah. Selanjutnya dianggap sangat negatif jika karena sektarianisme organisasional dan eksklusifisme kemudian persatuan dalam unsur gerakan rakyat tidak bisa terbangun. Sektarianisme yang kita makasudkan di sini bukanlah kritik terhadap gerakan mahasiswa 1998-an karena itu sudah lewat dari perdebatan kita tetapi sektarianisme dalam gerakan yang mengidentifikasi dirinya—organisasinya k-i-r-i. Sektarianisme kiri adalah penyakit yang menghambat kemajuan gerakan revolusioner karena bersandar pada pransangka subjektif tanpa ada upaya membangun kritik-dan perdebatan yang demokratis untuk persatuan.

Dalam pengalaman gerakan revolusioner pasca 1998, banyak gerakan revolusioner yang masih meng-haramkan taktik parlementarisme sebagai salah satu jalan untuk memperbesar kekuatan, meluaskan propoganda ke massa dan bagi mereka taktik parlementarisme sebagai revisionisme modern—remo, ada juga yang menyebutnya sebagai tindakan fatalis karena sekedar copy paste terhadap metode elektoral di amerika latin. Mereka melihat metode aksi massa atau ekstra-parlementary sebagai satu-satunya alat-metode perjuangan yang sangat efektif menghadapi imperialisme, selain penyebaran media-alat2 propganda;buletin, selebaran, newsletter, mural, dsb. Momentum melahirkan radikalisme –diwadahi front—buat terbitan bagi kaum kiri seperti ini sudah sangat efektif untuk menghadapi serangan imperialisme.

Dalam tulisannya Roysepta Abimanyu menganggap pola-pola gerakan seperti ini sebagai metode kuno yang sangat kaku, karena metode ini sudah berulang-ulang di praktekkan gerakan kiri di Indonesia —-belum manpu mencari panggung lain untuk menarik perhatian massa. Gerakan kiri harus menyadari bahwa medan perjuangan saat ini bukan lagi dalam sebuah situasi kediktatoran di mana tidak dimungkinkan perjuangan secara legal. Perkembangan masyarakat membuat kekhususan dalam karakter ekonomi-politiknya, yang juga harus di sertai dengan keluwesan mempratekkan teori-teori marxisme, bukan menjadikannya dogma. Dalam wawancara dalam sebuah stasiun TV Alvian mallarangen menanggapi dengan enteng gerakan cabut mandat yang di usung Hariman Cs sebagai sebuah mood politik yang genit dan tidak akan manpu menjatuhkan pamor SBY-Jk dihadapan rakyat, belum lagi kemanpuan mobilisasi Hariman Cs belum menyamai dengan dukungan suara yang diperoleh SBY-JK dalam pemilu 2004. bagi mallarangen mobilisasi massa ke istana tidak akan membuat pemerintahan SBY-JK bergeming, karena mekanisme demokrasi borjuis mensyaratkan proses pergantian kekuasaan pemilu sebagai jalur sah/legal untuk menggantikan SBY-JK. Disinilah tantangan sebenanarnya, manpuhkah kita memotong proses peolitik/pergantian kekuasaan dengan menjadikan buruh-tani berkuasa dengan mengandalkan metode ekstra-perlementarisme sedangkan kesadaran luas massa rakyat masih percaya dengan mekanisme demokrasi formal—pemilu men. Kupikir tugas pokok kita adalah bagaimana mengorganisasikan sebuah masyarakat sosial dengan tatanan sosial yang adil secara ekonomi dan demokratik, dengan jalan melakukan perebutan kekuasaan politik bagaimanapun caranya? Dengan kekerasan revolusioner atau dengan cara-cara damai kupikir bukan substansi perdebatan, karena jalur damai—parlemen—pun akan berkosekuensi kekerasan revolusioner karena hukumnya tidak ada klas berkuasa/borjuis yang mau menyerahkan kekuasaannya begitu saja secara damai. Pengalaman Allende chili, atau yang paling update pengalaman Hugo Chaves di Venezuela dan Evo Morales di Bolivia, ketika pemerintahan revolusioner ini semakin bergerak pada proses revolusi sosialis maka tantangan dari sayap kanan pun semakin kuat.

Disinilah problem pokoknya; bagaimana melakukan perebutan kekuasaan politik, menpraktekkan proyek sosialisme sejati, dan memperbesar dukungan untuk mempertahan proses revolusi seperti kata-kata Che Guevara” tugas paling berat bagi kaum revolusioner sesungguhnya adalah mempertahan revolusi”. Proses mempertahankan revolusi merupakan sintesa dari program-program yang telah kita progandakan kemassa—dan bersama-sama dengan massa kita akan mempraktekkan dan mewujudkannya; masyarakat sosialis.

Inilah yang tidak pernah dipahami oleh kaum advonturir—kaum herois di Indonesia yang tetap gigih dengan ketololannya—dan kedogmatisannya dalam memahami dan mempraktekkan Marxisme di Indonesia. Selalu menganggap ide-ide revolusi hanya sebatas bagaimana keberanian segelintir orang dengan meghapone/toa –plus selebaran kalo ada, melakukan aksi berhadapan dengan sturktur proganda rejim yang sangat massif. Bagi mereka cukup puas ketika mereka latah merespon momentum—dinamika politik yang cepat—yang sebenarnya sudah di buat dalam batasan-batasan yang tidak mengganggu kekuasaan. Advonturisme tidak bisa dikategorikan sebagai gerakan Marxisme, karena marxisme bersumber pada sosialisme ilmiah, filsafat materialisme dialektis, perjuangan klas dan yang terpenting menurutku menempatkan marxisme sebagai penuntun praktek revolusioner bukan sebagai dogmatisme.

Apa output dari gerakan seperti ini? dalam praktek memang mereka terlihat sangat radikal-militan tetapi karena struktur politik gerakannya sangat rapuh dan kondisi internal sangat lemah; kaderisasi, penggalian dana secara independen, distribusi alat-alat propoganda,dsb. Maka tidak jarang mereka sangat bergantung pada politik Kei—broker atau sedikit halus dengan memanfaatkan LSM/NGO untuk sumber pendanaan mereka.

Heroisme adalah satu sisi dengan advonturisme, masih saudara kembar dengan ultra-kiri, dan satu rumpun dengan kiri-kekanak-kanakan. Semua kecenderungan seperti ini sebenarnya berasal dari dominasi klas borjuis kecil dalam sebuah organisasi revolusioner yang kurang mempertimbangkan kesadaran dan keterlibatan massa dalam perjuangan revolusioner. Mereka juga menekankan pengorganisiran dan menyerukan aktivis-aktivisnya ke basis-basis massa tetapi impresinya adalah menjadi pahlawan di tengah massa, hampir sama dengan yang ditempuh LSM betindak sebagai hero yang mengadvokasi –dan memberdayakan rakyat tetapi tidak punya itikad baik untuk mendorong maju kesadaran massa menjadi revolusioner.

mereka sendiri menuduh kami likuidator kanan, dan mereka terus berjalan dengan logika dikepalanya dengan menafikan situasi objektif sehingga mereka ini bisa juga di kategorikan likuidator kiri. Tuduhan yang mereka berikan sebenarnya sangat tidak ilmiah-dan demokratis justru mereka –lah yang telah menjadi pengikut setia stalinisme baik dalam lapangan politik maupun dalam lapangan organisasi.

Bagaimana mereka melihat PAPERNAS

Dalam proses awal penyisiran untuk pembangunan kekuatan politik alternatif, kami sudah menyusun, merumuskan dan memberikan posisi dalam bentuk proposal kepada kawan2 pergerakan rakyat di Indonesia. Tidak semestinya ada tuduhan bahwa kami punya kepentingan politik dalam proses tersebut karena [1] bagi kami ini problem umum gerakan, problem bersama, dan sekali lagi ini tanggung jawab kepada rakyat dalam makna vanguardisme,[2] kami membuka forum terbuka untuk mendebat tawaran dan posisi kami secara demokratis dan kami juga memberi kesempatan kawan2 untuk menguraikan tentang gagasannya tentang perjuangan revolusioner kedepan; gagasan persatuan, melawan imperialis, respon momentum, program, dan staratak tentunya.[3] kami cukup kompromis, ketika kawan2 berpandangan bahwa untuk tahap awal yang terpenting persatuan dulu dari seluruh unsur gerakan rakyat dan sektor yang berlawan—sehingga dengan dukungan penuh –resources dan pikiran kami menyokong Konferensi Persatuan Gerakan Rakyat [KPGR] tetapi kapasitas kawan3 dalam memaknai kebutuhan sebatas retorika dan tulisan di milis maka KPGR pun mati di—TENGAH JALAN.

Perbedaan pandangan adalah hal yang sangat wajar dalam gerakan kiri, tetapi ketika padangan ini tidak pernah di ungkap dan diperdebatkan secara ilmiah-dan demokratis maka bagi kami itu tidak lebih dari provokasi murahan untuk memecah persatuan.

Dalam perjalanannya lewat konferensi di Cibinong—setelah melalui proses penyisiran—mengajak—mendatangi kantor2 kawan2—dan berbagai panngung yang dibuat—beberapa organisasi pun bersepakat untuk mendirikan partai alternatif; partai persatuan yang merupakan blok politik dari berbagai organisasi massa sektoral yang selama ini konsisten berjuang bersama RAKYAT. Dukungan pun berdatangan baik dari organisasi gerakan dalam negeri maupun luar negeri tetapi TIDAK SEDIKIT tuduhan dan manuver politik kontra revolusioner yang di buat oleh beberapa organisasi rakyat yang meng-klain dirinya KIRI.

Dalam pandangan Mao; bahwa dalam posisi menghadapi imperialisme maka setidaknya semua gerakan kiri- mengambil posisi menyokong POLITIK anti imperialisme, mengambil posisi berseberangan berarti melemahkan politik anti imperialis dan memperbesar KEKUATAN MUSUH. Papernas adalah sebuah partai persatuan yang mengusung politik anti imperialisme yang sangat kuat tercermin dari programnya membebaskan rakyat dari imperialisme mewujudkan masyarakat mandiri—demokratik—sejahtera. Problem bahwa papernas mengambil taktik parlementarian untuk memperbesar kekuatan imperialis, kupikir itu persoalan taktik yang bisa diperdebatkan. Tetapi kemendesakan sekarang adalah pemangunan kekuatan politik alternatif yang mencerminkan persatuan dari seluruh unsur gerakan rakyat melawan imperialisme, kwn2 di Papernas sudah memunculkan alatnya dan men-jelaskan jalannya; Mengintervensi Pemilu 2009. berikut pandangan Lenin dalam dua taktik sosial-demokrat dalam revolusi demokratik untuk memerangi heroisme dan petualangisme;

Pemikiran yang absurd ini mempesingkat baik teori Narodnik yang menyatakan bahwa sebuah revolusi borjuis berjalan berlawanan pada kepentingan-kepentingan dari proletariat, dan bahwa karenanya, kita tidak membutuhkan kebebasan politik borjuis; atau pada anarkisme yang menolak setiap pertisipasi proletariat dalam politik borjuis, dalam sebuah revolusi borjuis dan dalam parlementarisme borjuis. Dari sudut pandang teori pemikiran ini tidak menghargai proposisi-proposisi elementer dari Marxisme yang memperhatikan dari keniscayaan dari perkembangan kapitalisme di atas basis produksi komoditi. Marxisme mengajarkan kepada kita bahwa pada satu tahap tertentu dari perkemangannya sebuah masyarakat yang berbasis diatas produksi komoditi dan telah berhubunagn dagang dengan bangsa-bangsa kapitalis beradab pasti harus mengambil jalan kapitalisme. Marxisme telah pecah dengan kaum Narodnik dan kaum anarkis yang mengacu bahwa Rusia, misalnya, dapat melewati perkembangan kapitalisme, dalam artian melepaskan diri dari kapitalisme, atau menyingkirkannya dengan yang lain daripada perjuangan klas, di atas dan di dalam kerangka kerja kapitalisme yang sama.

-selamat berjuang—–