Rabu, 30 September 2009

Ketersesatan Dalam Quo Vadis Gerakan Mahasiswa?

Tiba-tiba saja Aku teringat slogan Pengenalan Kampus (PEKKA) tahun lalu. PEKKA adalah kata lain dari ospek yang lebih manusiawi di salah satu perguruan tinggi di Semarang. Menyimak dengan seksama tema PEKKA 2008 yang berbunyi “Bangkit dan Bergerak Mewujudkan Masyarakat Baru“ itu, terbersit dalam benak pikiran penulis satu orasi apologi singkat dari kalangan mahasiswa yang bosan dan jengah terhadap situasi peradaban, sekaligus mungkin cermin hilangnya jatidiri kemahasiswaan para mahasiswa itu sendiri pada tenggang waktu sepuluh tahun terakhir ini. Apakah benar para mahasiswa dewasa ini kehilangan jatidirinya?


Slogan PEKKA itu cukup menarik untuk ditelaah. Pada koridor positif dengan jujur saya katakan, seruan atau ajakan untuk bangkit dan bergerakya, harus terlibat dan berada di tengah-tengah masyarakat. Sayang bahwa keterlibatan para mahasiswa dewasa ini lebih banyak pada aksi-aksi keterlibatan seremonialis, terlibat sejauh karena tugas dan atau tuntutan akademis. merepresentasikan kesadaran hilangnya jatidiri kemahasiswaan para mahasiwa itu sendiri. Jati diri yang mana? Jawabannya justru sudah terangkum pada kalimat selanjutnya yaitu jati diri untuk mewujudkan masyarakat baru. Saya sendiri lebih suka mengganti rumusan mewujudkan masyarakat baru dengan terminologi keterlibatan. Singkat kata, dewasa ini ada fenomena sekaligus tendensi: banyaknya mahasiswa kurang menghidupi makna keterlibatan. Keterlibatan di sini berarti keterlibatan dalam masyarakat karena dari zaman dulu yang namanya mahasiswa itu,


Berbicara soal keterlibatan, saya lantas teringat oleh beberapa orang seperti JJ Kusni di Paris, Liston Siregar di Inggris, Heri Latief di Belanda-Paris dan Almarhum Sobron Aidit yang semasa hidupnya pernah tinggal lama di Paris. Mereka ini memaknai keterlibatan secara berbeda. Selama menjadi mahasiswa mereka ini sungguh-sungguh orang yang menghidupi keterlibatan dalam masyarakat. Mereka ini menjadi aktivis dalam pengertian positif yaitu mengabdi pada masyarakat pada zamannya. Benar bahwa rezim dikatator merasa terancam dan lantas mengasingkan orang-orang ini. Beberapa dari mereka dengan fasilitas hidup yang minim lantas harus bertahan di pembuangan seperti di Pulau Buru.


Saya tidak sedang mengajak untuk bernostalgia dengan orang-orang yang lahir di masa lalu karena senyatanya setiap zaman toh memiliki tantangannya sendiri dan memiliki pahlawan-pahlawannya sendiri. Tapi ironisnya, harus disadari bahwa apa yang dinamakan gerakan mahasiswa pada sepuluh tahun terakhir ini kurang bertaji. Gerakan mahasiswa terkesan sporadis dan kurang memberi pengaruh pada perubahan signifikan di beberapa sektor yang diperjuangkan.


Lapindo, sengketa tanah Pasuruhan, minimnya upah buruh, harga-harga sembako yang terus melambung tinggi adalah beberapa contoh persoalan yang berlarut-larut tanpa penyelesaian dan di sisi lain bukti dan cermin mlempemnya gerakan mahasiswa yang tidak mau peduli dan terlibat dalam pemecahan-pemecahan problematikan mendasar dari masyarakat. Satu fakta yang tak terbantahkan, dewasa ini banyak mahasiswa yang terlibat dalam pembelaan dan advokasi masyarakat marginal justru karena terikat oleh dan dengan NGO/LSM baik lokal maupun internasional. Bisa ditebak dengan mudah, ujung-ujungnya juga karena sebagai sukarelawan dengan dekengan founding besar, bekerja dengan mengobyekkan masyarakat dan donatur. Bagi saya, mereka ini telah melacurkan kemahasiswaannya. Quo Vadis Gerakan Mahasiswa? Ah, mereka sedang tersesat di atmosfer reformasi, sibuk dengan persoalan kampus sendiri seperti soal pemilihan PRESMA, DPM, SEMA dan berbagai jabatan struktural kampus hingga klarifikasi dana sumbangan.

Antara Mahasiswa, Tahi Kucing dan Cinta

Suatu pagi di sela keheningan kampus yang kotor dan tak terurus, terlihat seorang duduk menunggu teman-temannya yang belum juga datang. Sambil menunggu, orang itu kemudian termenung, ia kemudian memikirkan tentang siapa dirinya serta tanggung jawabnya terhadap Tuhan dan manusia lainnya. Dia, orang itu adalah yang diberi status Mahasiswa oleh masyarakatnya.


Dia terus merenung sampai tiba-tiba Tahi Kucing yang ada di bawah tempat duduknya bertanya: “Hai manusia, apa yang sedang kau pikirkan?” Mahasiswa itu lalu menjawab: “Aku sedang memikirkan hakikat diriku.” Tahi Kucing bertanya lagi: “hakikat diri itu apa?, apakah ia sepertiku, bau, kotor dan dijauhi manusia?”. Mahasiswa itu menjawab: “entahlah, aku sendiri tak mengerti” Tahi kucing menanggapinya:”lalu mengapa engkau memikirkan sesatu yang engkau sendiri tidak mengerti?” Mahasiswa itu hanya diam karena tak mampu menjawab.


Keheninganpun berlanjut sampai kemudian sesosok kurus, dengan baju compang camping dan rambut acak-acakan serta muka yang seram keluar dari tubuh Mahasiswa itu melalui telinganya. Mahasiswa itupun tercengang, kaget, pucat serta rasa takut mulai menguasai dirinya. Kemudian ia lari dan menghampiri teman-temannya yang sudah terlihat di jalan masuk kampus kotor itu. Dia meninggalkan sosok tadi bersama tahi kucing.

........Tahi Kucing bertanya: “hai, siapakah kau, apa yang terjadi denganmu?”, sosok itu lalu menjawab: ”aku adalah Cinta, aku diciptakan dalam dirinya (sambil menunjuk kearah mahasiswa tadi) dan aku pun kepunyaannya. Keadaanku seperti ini karena aku terus-menerus ditindas olehnya. Cinta melanjutkan: aku selalu ditempatkan pada materi, wanita cantik dan kaya, pada wanita cantik berbodi bagus, pada HP, sepatu, baju, celana, pada ketenaran, pada pujian, pada artis-artis dan lain-lain yang membuatnya terkadang berpikir:


“....apa yang aku dapatkan dari semua itu?” aku tidak pernah ditempatkan pada apa yang seharusnya dan menjadi tujuan aku diciptakan yaitu Dirinya, lingkungannya, saudara-saudaranya, orang tuanya, dan pada yang telah menciptakannya yaitu Tuhannya, ataupun pada tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa. kini lihatlah dia dan teman-temannya yang mabuk dalam kepalsuan dan ketertindasan, dia selalu berteriak-teriak: Aku adalah Mahasiswa...... Bertanah Air Satu, Tanah Air Tanpa Penindasan yang membuat aku tertawa wahai Tahi Kucing, ya, aku tertawa. Karena ternyata dia tak pernah mau tahu dengan penindasan. Kini dia sendiri tertindas, tertipu, terbodohi di rumahnya sendiri oleh dosen-dosennya, oleh birokrat-birokrat akademiknya, bahkan oleh dirinya sendiri yang terhimpun dalam sistem pendidikan yang kufur.
Lihatlah dia, yang takut, dengan mengenyahkan hakikat kebenaran, ia tak tahu malu mengaku Mahasiswa. Tapi tak ubahnya seperti dirimu wahai tahi kucing; kotor, busuk dan tak berharga.......”


Matinya Lembaga Kemahasiswaan Kita

Ada apa dengan lembaga kemahasiswaan kita hari ini? Mungkin pertanyaan itu bercokol angkuh dalam akal sehat kita. Pertanyaan tersebut merupakan sebuah bentuk keresahan terhadap lemahnya (untuk tidak dibilang mandulnya) lembaga-lembaga kemahasiswaan kita dalam mengawal isu-isu ke-UNNES-an, serta isu regional maupun nasional. Kenyataan ini seolah memaksa kita untuk mengambil sebuah conclution, bahwa hampir semua lembaga kemahasiswaan kita hari ini mengalami disorientasi. Bahkan yang cukup mencengangkan lagi adalah, lembaga kemahasiswaan kita cenderung menjadi anjing penjaga (watch dog) kekuasaan. Ketidak berdayaan lembaga mahasiswa kita hari ini, seolah menjadi pembenaran atas matinya gerakan mahasiswa UNNES. Lalu dimanakah mereka yang mengatas namakan dirinya aktivis, para pimpinan lembaga fakultas maupun jurusan? Mungkinkah mereka sedang sibuk tawar menawar dengan kekuasaan atau dengan birokrat kampus ini? Ataukah mereka sedang gamang, lalu menjual idealisme dengan mengatas namakan mahasiswa?. Jika demikian, sungguh menjijikan dan patut kita sayangkan.

(Lembaga) Mahasiswa dan Kelelahan Idealisme

Hampir tidak ada yang membantah, jika akhir-akhir ini kondisi lembaga kemahasiswaan di republik ini sedang mengalami titik kejenuhan yang akut. Tak terkecuali di Semarang dan terkhusus di UNNES. Kondisi ini seolah menjadi penyakit berkepanjangan yang tak kunjung sembuh. Lantas, gerangan apakah yang membuat lembaga-lembaga mahasiswa yang ada di UNNES bernasib demikian? Mungkinkah lembaga-lembaga mahasiswa gagal melakukan transformasi nilai dalam setiap jenjang pengkaderan? Ataukah sebaliknya, para mahasiswanya yang kesulitan menerima apa yang disuapi senior-seniornya dalam ruang-ruang pengkaderan?. Atau jangan-jangan kita lupa diri tentang eksistensi kita? Rasa-rasanya masih banyak pertanyaan nakal yang muncul dalam kepala kita masing-masing. Pertanyaan-pertanyaan di atas setidaknya sedikit mewakili dari sedikit kita yang resah.

Boleh jadi (lembaga) mahasiswa kita hari ini mengalami kelelahan idealisme sebagaimana yang disinyalir oleh Syahrin Harahap dalam bukunya yang berjudul Penegakan Moral Akademik di Dalam dan Di Luar kampus. Ada hal yang yang mencolok pasca reformasi 1998, gerakan mahasiswa mengalami tidur yang teramat panjang dan sesekali berkompromi dengan penguasa. Moral force tidak lagi menjadi roh bagi setiap gerakan mahasiswa, pun halnya yang terjadi di UNNES. Kita teramat sulit untuk bersatu dan berteriak lantang di depan gedung komando birokrat, yang berdiri mengangkang dan sesekali mengolok-olok kegirangan ke arah kita, lantaran kita tidak mampu berbuat banyak untuk mahasiswa. Kita juga teramat sulit berkumpul bersama sekedar meneriakan keresahan walau hanya sesekali.

Maka tidak heran jika muncul pertanyaan, gerangan apakah yang menyebabkannya demikian? Mengutip Syahrin Harahap, pertama banyak dari mahasiswa mengalami kelelahan idealisme. Banyak dari kita yang selama ini ideal, seringkali merasa sendiri, sehingga gerakan yang dibangunnya pun adalah gerakan yang kesepian, lalu menjadi gerakan yang merana. Akhirnya mereka menjadi pragmatis dan ikut arus dan terjebak di dalamnya. Kedua, terjebak dalam sektarianisme. Dalam konteks UNNES, fenomena sektarianisme dapat terindikasi dari lemahnya komunikasi antar sesama lembaga mahasiswa tingkat fakultas (BEM/DPM), ditambah lagi dengan arogansi dan eksklusifitas fakultas masing-masing. Hal ini menimbulkan gejala superioritas pada masing-masing lembaga kemahasiswaan. Akibatnya lembaga kemahasiswaan saling berhadap-hadapan dalam mengawal isu serta dalam menyelesaikan permasalahan internal kelembagaan. Padahal, harusnya kita berhadap-hadapan dengan penguasa yang zalim atau pengelola kampus yang otoriter, serta tidak berpihak kepada kepentingan mahasiswa. Ketiga, terjebak dalam etika heteronom. Yang dimaksud dalam hal ini adalah terkait dengan motivasi suatu tindakan serta gagasan oleh gerakan mahasiswa, bukan karena rasa kewajiban untuk menegakan kebenaran, akan tetapi lebih banyak didominasi oleh motivasi pragmatis dalam berbagai bentuk pamrih. Selain itu, ada hal lain juga yang menurut saya turut menciptakan kelelahan idealisme. Adalah minimnya kesadaran kritis mahasiswa, akibatnya mahasiswa terseret arus yang begitu kuat yang berada diluar diri kita, yakni kapitalisme global yang hadir dalam bentuk kesenangan semu (hedonisme). Maka di sinilah peran lembaga-lembaga kemahasiswaan dibutuhkan. Lembaga mahasiswa harus mampu menginternalisasi nilai kearifan guna merangsang kesadaran kritis.

Borjuis imut-imut

Menjadi pengurus lembaga mahasiswa adalah sebuah pilihan sekaligus panggilan moral. Tidak semua orang mampu melakoninya, apalagi mengahiri pilihannya tersebut dengan indah dan penuh prestasi. Menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan harus siap (mental) menerima kritikan. Sebab kalau tidak, mereka akan dilindas oleh kekerdilan jiwa mereka sendiri. Adalah menjadi hal yang lumrah jika mereka teramat dekat dengan pengambil kebijakan kampus. Namun yang menjadi masalah jika kedekatan itu terjalin karena hitung-hitungan pragmatis, maka bersiap-siaplah dicap sebagai penjilat. Pengurus lembaga kemahasiswaan terkadang menjadi tersanjung bila dipanggil rapat di tempat-tempat mewah, tanpa harus menganalisa lebih awal, ada apa di balik itu semua. Bukankah di kampus kita diajak berpikir kritis?

Matinya kelompok-kelompok diskusi di kalangan mahasiswa. Anehnya, justru yang muncul adalah kelompok-kelompok gosip. Bahkan gosip sekarang tidak lagi lakon tunggal si mahasiswi akan tetapi juga menjangkiti si mahasiswa. Tema-tema gosippun beragam. Misalnya saja, apa merek ponsel? apa merek bedak dan gincu?, tipe cowok/cewek idaman, artis idola, apa merek jeansmu? atau malam mingguan nongkrong di mana?. Bahkan majalah-majalah mode dan remaja menjadi dominan mengisi tas mereka ketimbang buku bacaan yang mencerdaskan. Hal-hal tersebut seolah menjadi pembenaran atas kelelahan intelektual kita dalam membaca realitas. Kita menjadi bangga ketika kita memamerkan tipe HP keluaran terbaru atau merek-merek baju dan parfum terkenal. Atau sekedar memamerkan bagian-bagian tubuh hingga membentuk cetakan dan lekukan yang sebenarnya tidak pantas untuk dipamerkan. Kondisi seperti ini, membuat mereka seperti sedang mengalami puncak kenikmatan. Sepertinya (bagi mereka) hal tersebut terlalu mubadzir untuk tidak dilakoni. Fenomena-fenomena ini juga ditengarai sebagai perilaku borjuis imut-imut di kalangan mahasiswa.

Terjebak Arus Primordial

Seperti yang telah saya sebutkan di atas, bahwa salah satu perilaku primordial yang dominan mewarnai interaksi kemahasiswaan kita adalah ego fakultas. Ruang dilaetika antara sesama lembaga kemahasiswaan justru hampir tidak menemukan ruangnya. Sehingga menyebabkan munculnya jurang pembatas antara fakultas yang satu dengan yang lainnya teramat jauh. Boleh jadi hal ini muncul dari ruang pengkaderan kita yang cenderung fakultatif serta doktrin fakultas yang teramat kebablasan. Bukankah kita berada dalam ruang universal yang disebut dengan Universitas?. Oleh karenanya, kenapa kita tidak mencoba membangun sebuah metode pengkaderan yang menghargai universalitas? Sehingga dengan demikian melahirkan kebersamaan, serta menghargai perbedaan. Selain itu juga, persoalan pelik yang menimpa lembaga-lembaga kemahasiswaan kita adalah terlalu berlama-lama pada permasalahan internal. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi adalah kelompok-kelompok pergerakan justru gagal menemukan titik temu dalam membangun wacana gerakan. Kelompok-kelompok mahasiswa ini justru cenderung saling mencemooh. Mereka merasa paling benar sendiri dan merasa kelompoknyalah yang paling ideal. Maka jadilah kebenaran itu hanyalah milik sah kelompok mereka (klaim kebenaran tunggal). Bukankah kebenaran itu banyak sisinya?. Mereka yang merasa benar sendiri tidak akan mampu melahirkan perubahan yang signifikan. Justru yang terjadi adalah gerakan yang mereka bangun adalah gerakan yang kesepian. Maka hampir dipastikan bahwa kelompok mahasiswa seperti inilah yang akan menghancurkan lembaga-lembaga kemahasiswaan kita.

Senin, 28 September 2009

Hatiku, Ingin, Cinta,...

HATIKU

hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput:
nanti dulu, biarkan aku sejenak
terbaring disini;
ada yang masih ingin ku pandang.
yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi sebelum kausapu
tamanmu setiap pagi

INGIN

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

CINTA

Aku ingin melihat matamu yang indah
simfoni nan syahdu
mengalun melalui lorong hatiku
sukma gemulai mengikuti irama jiwa
segala cerita hanyalah sejahtera
bagi anak bangsanya.

Aku ingin melihat matamu yang indah
sebuah telaga bening yang sejuk airnya
tempat bermain dan berenang-renang
lumut dan batu-batu adalah pembersih jiwa
aroma semesta adalah bunga
yang ada di dalam hati.

Aku ingin melihat matamu yang indah
tempat bersemayam para leluhur yang perkasa
para penakluk serigala durjana
semua kejahatan tunduk bertekuk lutut
dan tak berdaya
sehingga amanlah segala makhluk di dunia
taman tempat berteduh dan hutan-hutan
yang terjaga dari segala mara bahaya.


Aku ingin melihat matamu yang indah
pertemuan yang berujung bahagia
akan selalu terlaksana
tiada kehidupan
tanpa sayap kata-katamu yang indah
dan cinta senantiasa hidup abadi
di dalam dunia.

For you neng,...

TAMAN CINTA

Aku ingin mengajakmu berjalan-jalan
di atas taman yang indah ini.
Lihatlah hangatnya mentari sore
mengintip di balik tirai mega.
Benarlah ungkapan bahwa alam ini diciptakannya
bagi kita yang hidup di dunia.
Dua insan yang mabuk anggur cinta
melihatmu titisan sukma dewa asmara.
Letupan gelora birahi membakar jagat semesta.
Samudera tertinggi badai sunaminya.
Dan aku adalah penguasa lautan itu.
Mabuk di samudera alkohol cinta
menciptakan pandangan
yang indah mempesona.

PERTANYAAN BELUM DIJAWAB

bersembunyi
dalam gelap
terbang menuju mimpi
untuk melupakan
untuk dilupakan
: diriku milik malam
berapa jauh melangkah
entah kapan kembali
berapa banyak perih tertoreh
aku tak tahu….aku tak tahu
menapak jarak
tak tahu tempat tujuan
kapan malam akan pergi
kapan muncul matahari
aku tak tahu…. aku tak tahu
teriring detak jantung
teriring nafas
mengendap dibenak
ingin terlelap tanpa gerak
ku tersenyum saat menangis
ku tertawa ketika terluka

Mencintai itu menyenangkan,...


mencintai seseorang itu menyenangkan.
perasaan yang menyenangkan yang bisa membuat wajah cerah dan tersipu.
semenyenangkan duduk di tepi pantai menikmati matahari dan ombak sambil menyeruput kelapa muda segar.
mencintai seseorang itu menyenangkan.
membuat hidup berwarna. saat perasaan naik turun, membuat hari-hari tak monoton.
melihatnya melintas sekilas saja sudah menyenangkan.
memandang sekilas saja sudah bikin lengkung bibir berbentuk huruf 'U'
mencintai seseorang itu menyenangkan.
terlebih ketika merasakan sensasi kupu-kupu yang dengan hebohnya hilir mudik di perut.
dan bukan hanya satu, si kupu-kupu bawa serombongan teman-temannya.
me-nye-nang-kan. terutama bagi siapa saja yang sudah siap mental untuk mencintai.
dan yang paling menyenangkan, adalah saat dimana melihat seseorang itu bahagia.

indahnya mencintai... =)

Kamis, 17 September 2009

Lebaran dalam kesunyian sepi

Rasanya sudah lama sekali saya tidak membahas atau pun memikirkan tentang sepi, padahal dulu hampir selama 1 setengah tahun tema ini yang selalu menemani saya, kegalauan, sunyi sampai dengan kesendirian. Bayangkan saja pada masa-masa itu lagu sarapan pagi saya adalah musik-musik downtempo / ambience semacam cocteau twins, the milo, sampai mandalay, pokoknya yang galau-galau. Dulu saya malah sampai memproklamirkan diri sebagai manusia paling galau, dimana pun, kapan pun, bersama siapa pun, selalu galau.


Kesepian dan kesendirian dalam kegalauan adalah jalan hidup, sebuah pilihan yang dalam kesadaran tingkat tinggi saya pilih, bukan sebagai pelarian tetapi sebagai pegangan hidup, sebagai teman setia.


Kemudian waktu berlalu, saya mulai membuka diri lagi akan pertemanan. Seiring berlalunya waktu, diri kita juga sering merubah jalan hidup, terkadang merubah karir, tempat tinggal, sampai mengkompromikan prinsip. Waktu memang membawa pengaruh yang besar akan perjalan hidup seseorang, keputusan sulit, keputusan mudah, serta berbagai perubahan akan selalu berjalan bersama sang waktu. Waktu memang tidak bisa memutuskan apa-apa, ia hanya menemani saja, menemani dengan sangat setia setiap manusia dalam menjalani hidupnya.


Dan kemudian saya sampai pada halamam multiply teman saya yang memposting tulisan tentang jatuh cinta. Dan entah tiba-tiba saya kemudian teringat sebuah keadaan yang pernah begitu dekat dengan diri saya, sepi. Lalu saya mengetik sebuah tulisan mengenai jatuh cinta : “jatuh cinta itu sepi”.


Satu postingan lagi dengan mungkin tanpa sadar saya tuliskan di halaman multiply teman saya yang lain, tentang hidup : “hidup itu sepi”.


Masa lalu memang tidak bisa terulang, sama sekali tidak bisa, kita hanya bisa hidup di masa kini, bahkan masa depan pun tidak pernah ada yang pasti. Namun setiap masa lalu, akan memberikan sebuah goresan di setiap ingatan, di setiap halaman hati dan di setiap kehidupan. Demikianlah juga pada diri saya. Hidup dalam sepi yang pernah saya jalani dengan begitu saja muncul di hadapan saya kembali. Masa lalu memang tidak pernah bisa datang kembali, ia hanya teringat dan terkadang tanpa diundang.


Kemudian saya kembali merenung, tentu saja tentang sepi, dan beberapa kejadian yang kemudian datang, betapa semua kejadian dalam hidup memang saling berhubungan. Ada beberapa peristiwa yang saya jalani di hari-hari berikutnya yang membawa saya pada kesepian yang kedua. Tentang hubungan saya dengan pacar saya, tentang hidup saya, tentang semua pekerjaan dan komunitas dimana saya hidup di dalamnya, tentang ban motor yang bocor. Entah kenapa, perasaan malas yang beberapa hari ini saya rasakan berujung pada banyak kejadian yang membuat saya merasa bahwa itu adalah sebuah firasat.


Minggu ini adalah minggu di mana Hari Raya Lebaran dirayakan oleh teman-teman saya yang beragama Islam, Dan di rumah saya, seperti biasa ibu memasak opor lengkap dengan ketupat, di Margoyoso pacar saya merayakan Lebaran bersama keluarga. Kampus saya yang biasa saya pakai kuliah, hiruk pikuk yang biasa saya jalani semuanya seperti diberhentikan, menghormati sebuah momen fitrah yang saya cerna sebagai sebuah proses menyadari keterbatasan manusia sehingga perlu sebuah momen untuk bersandar pada keadaan kosong, di mana kehidupan bisa direnungkan tanpa embel-embel kesibukan lain.


Dan di momen itulah ternyata saya juga berada, tema sepi yang muncul lagi-lagi bukan tanpa alasan, kejadian demi kejadian yang saya alami juga bukan tanpa alasan, semuanya terhubung dalam sebuah jalinan yang saling berhubungan. Dan sepi bagi saya bukan hanya sebatas sepi, sunyi dan sendiri bukan hanya sebatas momen kosong tanpa pegangan, namun jauh dilamnya, sepi bisa menjelaskan dan memberikan momen renungan yang tidak terbatas, dimana saya dan mungkin kita, bisa berpikir dengan santai dan tanpa batas waktu, yang kadang membelenggu.


Selamat Idul Fitri, selamat merenung, selamat bertamasya ke dalam kondisi fitrah.


Oh ya, satu lagi, selamat menjadi sepi sambil ditemani coretan galau menyayat hati.


jatuh cinta itu sepi

seperti udara yang terhempas pergi

seperti sinar mentari yang tak selamanya ada

seperti pelangi yang muncul sebentar


jatuh cinta itu sepi

dalam perasaan yang membelenggu

tanpa bisa merasakan lagi aroma

udara taman yang sama

sinar mentari yang sama


bagaimana kita tau akan selamanya

ketika mencoba bukanlah sebuah pengalaman

dan firasat harus juga bisa dicerna


jatuh cinta itu sunyi

bagai suara yang mendadak bisu

bagai cahaya yang terlalu menyilaukan

bagai dawai yang tak lagi berbunyi


jatuh cinta itu seperti


ketika sepi dan sunyi

bercumbu.

Senin, 14 September 2009

Mahasiswa yang malu dan memalukan

Malu aku jadi mahasiswa
yang setiap bulan menunggu uang kiriman
yang selalu menggerutu karena kurangnya uang kiriman
yang selalu marah apabila kurang uang untuk hidupku
Malu aku jadi mahasiswa
yang setiap hari nongkrong di kafe
menghabiskan uang-uang orang tuaku
hanya untuk sebaskom kata-kata tak bermakna
Malu aku jadi mahasiswa
yang setiap hari harus masuk ke ruang kuliah
menunggu dosen mengajariku
ilmu-ilmu yang entah untuk apa
aku tak tau…
Malu aku jadi mahasiswa
yang sibuk dengan konsep-konsep pembinaan
tapi tak pernah membina diri
hanya demi sebuah kata “selamat pagi kakak senior..”
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu mengkritisi tindak tanduk pemerintah
yang selalu demo dan mengepalkan tangan kiriku kearah merah putih
sementara tak ada solusi untuk negeri bangsa dan rakyat ini..
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu bernyanyi setiap hari
tanpa peduli
harga BBM melangit tinggi
Malu aku jadi mahasiswa
yang pengen seperti artis-artis dengan semua label indie mereka
tapi terjebak dalam
kancah liberalisme dunia..
Malu aku jadi mahasiswa
yang pernah kecewa dengan Bung Karno, Aidit, Hatta, Agus Salim
yang pernah marah terhadap Pak Harto, Harmoko, Wiranto, Prabowo
yang pernah memandang remeh Gus Dur, Megawati, Habibie
tapi tak mampu menggantikan mereka
Malu aku jadi Mahasiswa
yang selalu berusaha mengajari adek-adek ku
agar berbuat yang terbaik bagi organisasi mereka
namun aku tak mampu memperbaiki organisasiku sendiri..
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu memandang remeh ariel peterpan
namun tak satu lagupun bisa kuhasilkan dari gitar
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu kagum dengan produk-produk asing
tapi tak mampu keluar dari lingkup nasi untuk makan siang pagi dan malamku
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu memandang para dosen pendidikku hanya mampu memberi tugas
tapi tak satupun aku berhasil menjadi pengganti mereka
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu mengkritisi dunia
namun tak mampu aku menciptakan dunia
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu berteriak tentang keadilan
tapi tak mampu menegakkan keadilan
Malu aku jadi mahasiswa
yang selalu ingin menjadi yang terbaik
tapi belum mampu merubah wajah dunia ini lebih baik
Malu aku jadi mahasiswa
yang kerjanya hanya menulis puisi-puisi bodoh
dan membiarkan orang tuaku menunggu wisudaku
Malu aku jadi mahasiswa
ketika aku tahu petinggi-petinggi negeri ini juga mantan mahasiswa
dan mereka tidak becus membuat rakyat negeri ini sejahtera..
Malu aku jadi mahasiswa
ketika tak satupun kata terucap
ketika ke-dzalim-an melanda negeri ini
Malu aku jadi mahasiswa
karena aku masih saja jadi mahasiswa
dan aku masih ingin jadi mahasiswa
meskipun aku malu jadi mahasiswa

Jumat, 11 September 2009

SEMINAR: Intelektual Mahasiswa Bodoh…!!!

Beberapa bulan terakhir, sering kali emailku disinggahi oleh iklan – iklan tentang seminar. Banyak sekali teman – temanku yang berasal dari himpunan Mahasiswa, BEM, DPM, SEMA, DEMA dan berbagai rupa jubah organ intra dengan bangganya menyatakan.”eh himpunanku/Organku mau ngadain seminar lo”,atau”usul konkret,bagaimana kalau kita ngadain seminar agar rakyat tertolong”.

Terus terang,rasanya sungguh munafik bangga hanya dengan menyelenggarakan seminar. Lebih munafik lagi adalah menyatakan seminar dapat menolong rakyat. Hai teman,seminar – seminar atau apalah acara yang kau selenggarakan di gedung besar,dengan dasi,jas,dan coffee break itu hanyalah ungkapan kemandulanmu sebagai mahasiswa. Tidak perlu kau banggakan,dan tidak perlu juga kau bicarakan.

Ilmu apa yang sudah kau terapkan dengan menyelenggarakan seminar itu??Hai teman, ilmu yang kau dapatkan selama di kampus bukanlah ilmu untuk menjadi mc,untuk menjadi penerima tamu,ataukah ilmu untuk menjadi moderator. Ilmu yang kau dapatkan di kampus adalah ilmu alam yang diberikan Tuhanmu untuk kau sampaikan kepada umat-Nya. Jadi janganlah kau bangga dengan segelintir kepandaianmu menggunakan jas,dasi,atau sebagainya,sementara rakyat di luar sana menantikan uluran tanganmu.

Memang prestise kepanitiaan seminar dalam sebuah curriculum vitae lebih bergengsi daripada prestise partisipasimu dalam membantu rakyat. Tapi curriculum vitae hanya digunakan untuk mencari pekerjaan di dunia. Menyitir sebuah kalimat yang sering kali diucapkan temanku,”Tuhan tidak akan bertanya mana curriculum vitae mu,tapi Tuhan pasti akan bertanya sudahkan ilmu yang dititipkan-Nya padamu kau gunakan untuk umat-Nya”.

Ingat wahai teman,hidup ini tidak hanya di dunia saja.Kebanggaan hidup bukan saat kau memakai dasi dan jas yang menonjolkan gaya hidupmu. Gaya hidup bukan terlihat saat kau menikmati coffe break ataukah makan di hotel berbintang. Gaya hidup yang sejati adalah saat kau bisa menyatu dengan lingkungan sekitarmu. Lingkungan yang diberikan Tuhan padamu.

Wahai mahasiswa – mahasiswa hedonis, pernahkah engkau malu menggunakan dana puluhan juta rupiah dari para sponsor untuk makan2 di hotel berbintang, duduk – duduk di aula ber-ac atau malah tidur disana. Pernahkah saat itu kau memikirkan orang – orang menderita di pelosok Indonesia sana??

Sungguh ironis cermin mahasiswa Indonesia saat ini. Berkoar – koar di jalan membela rakyat,tapi di sisi lain bertipikal hedonis. Senang foya – foya menghamburkan uang yang seharusnya bisa digunakan untuk menolong rakyat. Menghabiskan listrik,BBM,atau uang hanya untuk pergiberdarmawisata sementara di sisi kiri kanan jalan yang dilalui terpampang realita bangsa saat ini.

Beginilah moral mahasiswa Indonesia yang sebenarnya, moral – moral munafik. Sama seperti pelajharan kemunafikan yang berbingkai Pancasila yang dipelajarinya. Pelajaran yang hanya mengandalkan imajinasi dan bukan realitas pribadi. Pelajaran yang hanya mengandalkan hitam di atas putih daripada realitas kebenaran hakiki.

Kuharap akupun tidak terjerumus ke dalam lembah amoral tersebut.

AKU BOSAN, AKU INGIN TERBANG!!!

Entah mengapa seminggu ini aku merasa hampa
Apapun yang kulakukan terasa tak bermakna
Keindahan, kegembiraan, keceriaan bahkan kebahagiaan sirna entah kemana
Ternyata tidak satupun yang kekal didunia...

Kebahagiaan yang sempat kurasa, dengan sekejap bisa berubah jadi nestapa...
Ini juga mungkin karena CINTA, tapi cinta yang berada di daerah ABU-ABU
cinta yang bukan pada tempatnya...
Seharusnya CINTA pada sang maha PENCINTA, maka tidak akan sia-sia "Jarene sih,..."

Kuteringat sebuah puisi karya seorang tokoh film bernama“Rangga”:


kulari kehutan kemudian teriakku…
kulari kepantai kemudian menyanyiku…
sepi, sepi dan sendiri aku benci
aku ingin bingar, aku mau dipasar
bosan aku dengan penat dan enyah saja kau pekat
seperti berjelaga kusendiri
pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh

ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang
ditembok keraton putih
kenapa tak goyangkan saja loncengnya biar terdera
atau harus aku lari kehutan lalu belok kepantai”


Juga perkataan Khairil Anwar dalam bukunya:

“aku susah tidur, orang ngomong anjing menggonggong, dunia jauh mengabur”

Sepertinya apa yang tersirat dalam puisi itu
Adalah juga gambaran apa yang kurasa

Apakah karena aku kehilangan?
Namun ku tak tahu apa yang hilang…
Apakah karena aku ditinggalkan?
Namun ku tak tahu siapa yang meninggalkan…
Ataukah karena harapan yang tak kesampaian?
Namun ku tak ingat apa yang kuharapkan…

Ah sudahlah….
Mungkin karena aku bosan…
atau juga karena aku keletihan…
Bosan dengan hari-hariku yang tak mengalami perubahan..
Letih karena yang kulakukan tak berkesudahan

Aku bosan… aku ingin terbang.... melayang…
Ketempat yang bisa kutemukan kebahagiaan
Barangkali yang terbaik adalah ku introspeksi diri
tiada guna meratapi
mengadu dan bermunajat pada Ilahi itulah yang harus kujalani

karena ku yakin ini adalah isyarat hati
agar selalu bisa berbenah diri
serta mantap dalam menjaga hati

Ya Allah yang maha pemberi Rahmat
KepadaMulah hamba berharap
Engkau maha tahu apa yang tersirat
Sadarkan hamba agar tidak lupa akan nikmat
Yang Engkau berikan tanpa bersekat.
agar hamba jauh dari laknat
sehingga selamat sampai akhirat

Borjuis-Borjuis Kecil

Borjuis-borjuis kecil itulah yang kerap dilekatkan pada sosok mahasiswa, kenapa demikian?. karena mahasiswa secara kelas sosial berada di level tengah dalam bangunan hierarkies kelas sosial masyarakat.

Sebutan itu pun (dulu) berangkat dari ketidakmampuan masyarakat secara luas untuk menikmati pendidikan yang ada, lantaran faktor ekonomi yang masih lemah, ditambah lagi tidak adanya sarana pendidikan yang memadai lantaran pihak kolonial tidak mau para pribumi sadar bahwa hakekatnya mereka telah di eksploitasi (baca:dijajah). Yang mampu bersekolah pada saat itu hanya ‘borjuis-borjuis kecil’ alias anak para pegawai pemerintahan, atau anak para konglomerat.

Bila flashback lebih jauh lagi, borjuis itu merupakan sebutan bagi warga perancis kelas menengah yang berhasil melakukan revolusi pada abad 17. dengan berhasil membebaskan masyarakat (borjuis dan proletar) dari pengekangan kaum agamawan. Tetapi tentu tidak sebatas itu, untuk memahami peran dan fungsi mahasiswa banyak hal yang harus kita fahami bersama. Sehingga tidak terjadi kekaburan peran dan fungsi dalam praksis sosial kemasyarakatan.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual. Memiliki peran dan fungsi strategis dalam masyarakat. Dalam ruang lingkup mahasiswa sering dsebut sebagai mahasiswa ’agent of change’ (agen perubahan) dan ‘agent of control’ (agen kontrol). Selain berhak mendapatkan pendidikan yang layak, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab sosial penting. mengacu pada TRI DHARMA Perguruan tinggi, peran dan fungsi dasar mahasiswa yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian. Mengacuh itu, yang dimaksud agen perubahan adalah mahasiswa diharapkan mampu menjadi ‘pisau tajam’ yang mampu mengupas dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada dalam masyarakat. Dalam artian yang lebih kongkrit mahasiswa diharapkan mampu membawa masyarakat ke kondisi yang lebih baik, dengan selalu proaktif dalam pembangunan.

Selama ini perubahan-perubahan penting yang ada dalam masyarakat (baca;Indonesia), mahasiswa selalu ikut serta didalamnya. Sejak negara ini belum merdeka sampai sekarang, dapat dikatakan mahasiswa menjadi pagar terdepan mengawal dan mengantarkan bangsa dan negara indonesia menuju harapan bersama. pada masa sebelum kemerdekaan mahasiswa dapat dibagi kedalam tiga gelombang. Angkatan 1908 sebagai penggerak kebangkitan nasional, angkatan 1928 sebagai pencetus sumpah pemuda, dan angkatan 1945 sebagai pelaku revolusi kemerdekaaan. Setelah itu, Walaupun revolusi yang diharapkan telah tercapai, mahasiswa pada saat itu masih tetap setia menjadi ‘moral force’ digarda terdepan untuk senantiasa mengawal negeri.

Tahun 1966, mahasiswa kembali memperlihatkan semangatnya dengan sukses mendobrak kungkungan otoritarianisme orde lama. Pasca peristiwa 1966 gerakan mahasiswa terlihat lesu, akan tetapi tidak berlangsung lama, tahun 1974 heroisme mereka kembali mengukir sejarah, yang disulut peristiwa malari (malapetaka 15 Januari) pada masa ini mahasiswa lebih memokuskan pada rana korektifitas kebijakan pemerintahan Orde baru, salah satuhnya dengan aksi penolakan terhadap SK No. 0156/U/1978 tentang NKK/BKK (norma kehidupan kampus/badan koordinasi kampus) yang berisikan pelarangan mahasiswa mengikuti politik praktis dalam kampus, mahasiswa sebatas diperbolehkan memahami politik dalam tataran ide dan teoritis. para mahasiswa menganggap aturan ini adalah inisiatif pemerintah untuk menjadikan mahasiswa sebatas insan akademis yang hanya disuruh bergelut dengan ide dan teoritis.

Gerakan itupun membuahkan hasil dengan dicabutnya Surat keputusan (SK) tersebut pada tahun 1990 dan digantikan SK No. 0467/U/1990 tentang pedoman umun kemahasiswaan (PUOK) melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah senat mahasiswa perguruan tinggi (SMPT), walaupun keputusan itu menimbulkan pro kontra di kalangan mahasiswa, namun dianggap lebih baik daripada kebijakan lama. Malahan dijadikan alat konsolidasi gerakan mahasiswa dengan asumsi diperlukan semacam kelembagaan yang lebih demokratis independen yang jauh dari intervensi negara, demi mewujudkan idealitas yang terbentuk di kampus.

Ukiran sejarah yang masih menggaung di telinga kita adalah reformasi 1998, gerakan mahasiswa sukses merobohkan kediktatoran rezim orba yang digawangi Soeharto. Walaupun akhirnya harus dibayar mahal, dengan gugurnya 4 kawan mahasiswa pada tragedi trisakti 12 Mei 1998.

sampai saat ini pun dapat dikatakan peran dan fungsi mahasiswa dalam dinamika kemasyarakatan masih cukuplah penting, Walaupun banyak yang hanya tersentrum didaerahnya masing-masing. Hal tersebut dapat kita ketahui, bagaimana perlawanan mereka tehadap struktur kekuasaan yang dianggap menyeleweng masih cukup banter sebagaimana yang diberitakan media.

Mahasiswa dalam pembangunan

Sesuai yang tertuang dalam tridharma perguruan tinggi tentang tugas mahasiswa yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian bagi masyarakat. Maka secara jelas dapat di ketahui, apa yang harus dilakukan sebagai mahasiswa dalam pembangunan. Yakni mengisi kemerdekaan negeri ini dengan semangat belajar dan ikhlas mengabdikan dirinya pada bangsa dan negara. Hanya saja perlu kita perjelas peran yang bagaimana yang sesuai dengan tri dharma. Sehingga tidak terjadi kekaburan peran. Jangan sampai terjadi ketidaksefahaman yang justru akan mengkotakkan mahasiswa itu sendiri.
Sampai saat ini mahasiswa di indonesia dapat dikatakan sebagai kontrol sosial yang paling efektif, khususnya kontrol terhadap pemerintah. Dan dapat dikatakan mahasiswa (gerakan mahasiswa), masih cukup bersih untuk itu. dibandingkan elemen-elemen negara yang lain, yang cenderung terkooptasi kekuasaan lewat trik-trik para politis negeri ini, yang identik sekali dengan uang dan konspirasi.

Jadi peran dan fungsi mahasiswa dalam pembangunan masih sangatlah penting. Dalam mengawal negara ini. untuk itu, sebagai mahasiswa harus memerankan sebaik-baiknya peran dan fungsinya, sehingga tercipta masyarakat indonesia yang adil dan sejahtera.

Senin, 07 September 2009

Segalanya berubah kini

Sgalanya berubah kini
Kala kulihat bayangan ilusi
Berjalan meninggi
Muak hati ini menatapnya pergi
Seolah menatap bayang yang tiada kukenali
Tanyapun menghampiri
Datang dan mengganggu sang hati berkali-kali
Mengapa hatimu kian meninggi?
Mengapa kelakuanmu membuat kau lupa diri?
Keangkuhanmu menyakiti tanpa kau sadari
Haruskah aku berteriak dari sini?
Sekedar mengingatkanmu akupun punya hati
Aku tak ingin disakiti
Tidak olehmu atau siapapun di dunia ini

Berikan aku kesempatan untuk mencintaimu apa adanya

Aku mencintaimu apa adanya
Layaknya angin yang setia bertiup semilir
Memainkan helai daun dan rerumputan

Aku mencintaimu apa adanya
Bagai langit yang menerima awan
Terbang melayang menemani

Aku mencintaimu apa adanya
Bagai sungai yang mengijinkan air
Mengalir mengikuti lekuk tubuhnya menuju hilir

Aku mencintaimu apa adanya
Bagai bumi senantiasa setia
Menanti hangat mentari di kala pagi

Aku mencintaimu apa adanya
Melebihi kata-kata yang mampu terucap
Tuk yakinkan bahwa aku mencintaimu apa adanya
Dan aku mencintaimu apa adanya
Mencintaimu kini dan nanti

Sofaz - Salahku

Aku bersalah padamu…
Kesal diriku meninggalkanmu
Jujur ku ingin denganmu
Aku bersalah

Adakah aku yg terlewat..
Membuat kau kembali
Kembali padaku…
Adakah ku harus menanti
Menantimu yg tak pasti
Yang tak pasti..

Ku menunggu
Menunggumu..
Ku menanti..oohh..

Aku bersalah padamu..
Kesal diriku..meninggalkanmu
Jujur ku ingin denganmu
Sungguh hatiku..

Ku berjanji..
Oh…Aku bersalah padamu..
Kesal diriku..
Meninggalkanmu
Jujur ku ingin denganmu
Sungguh hatiku..

Aku bersalah
padamu!
Kesal diriku
Meninggalkanmu
Jujur ku ingin denganmu
Aku bersalah…
oohh..
sayangku….