Minggu, 31 Januari 2010

Catatan sayang buang "Undang-Undang Untuk Negeriku"

Beberapa UU yang dihasilkan DPR sering mendapat penolakan dari publik dan masyarakat yang menjadi obyek langsung dari produk Undang-undang tersebut. Kenapa bisa terjadi demikian disinyalir bahwa dalam membuat undang-undang tidak mengikut sertakan parak pihak yang terikat langsung dari undang undang tersebut. Faktor berikutnya adalah para pembuat undang-undang tidak memaknai apa esensi dan obyek original yang musti diatur. Sehingga produk undang-undang sering multitafsir dan cederung memunculkan pasal-pasal karet. Dampaknya masyarakat di bingungkan, tidak kuat dalam pengaturan sanksi, sehingga uu banyak yang di majukan di MK, padahal baru beberapa di putuskan menjadi Undang-undang.

Kalau kita membaca beberapa produk uu baik dari pemerintah maupun DPR, sangat susah dufahami. Ahli hukum sendiri terkadang tidak memiliki pemaknaan yang sama terhadap suatu UU, sebaikanya perlu trobosan bolehkah undang-undang itu menggunakan bahasa yang sederhana sehingga masyarakat awam mudah memahami dan memaknai arti sebuah undang-undang.

Kalau memang tidak perlu kenapa juga undang-undang itu cenderung adu tebal,…padahal substansinya terkadang kabur juga…..

Senin, 18 Januari 2010

Ada Yang Hilang Dari Sang Pemimpi

Setelah tepat sebulan, sejak 17 Desember 2009 film Sang Pemimpi beredar, saya baru tadi malam menyaksikannya (Itupun aku dapatkan soft copy-nya dari salah seorang teman). Dan ternyata Di banding filmnya, saya jauh lebih suka membaca novelnya. Terlampau banyak detail-detail yang terlupakan dalam film itu termasuk detail karakter yang semuanya digambarkan apik dalam novel. Tapi, ada hal menarik yang bikin saya kepincut. Saya suka dengan penggambaran yang realistis tentang Belitong, lengkap dengan gaya bertuturnya.

Para pembuat film ini berusaha tetap membumi dalam menggambarkan Belitong. Tak hanya pemilihan lokasi suting, mereka juga memilih para pemain lokal untuk memerankan tokoh-tokoh di film itu. Bahkan gaya berbicara (logat) para pemain lokal ini dipertahankan seasli mungkin, sebagaimana logat Belitong sesungguhnya. Inilah yang menjadi kekuatan film ini dan hendak saya bahas dalam tulisan ini.

Film ini disajikan dengan realistis dan tidak sok-sok Jakarta sebagaimana banyak film Indonesia yang tengah tayang di bioskop. Film ini tidak malu-malu untuk nampak kampungan (udik) sebab yang hendak disajikan adalah upaya mereka yang berumah di kampung untuk menggapai mimpinya yang setinggi langit demi menjangkau altar ilmu pengetahuan di Paris. Kalimat-kalimatnya inspiratif sebagaimana yang dikatakan salah satu tokoh yakni Arai, ”Tak soal setinggi apapun mimpimu, namun sejauh mana upaya kerasmu untuk meraih semua mimpi tersebut.”

Dan yang mencengangkan saya adalah kalimat-kalimat inspiratif itu disampaikan dalam bahasa Melayu dengan aksen Belitong. Setelah mendengar sedikit ulasan dari teman sekelas saya (Semasa kuliah di FPBSI IKIP PGRI Semarang) yang intens mempelajari bahasa melayu, saya baru tahu kalau ternyata logat Melayu Belitong agak berbeda dengan logat Melayu di daerah lainnya termasuk Palembang, Riau, Jambi, bahkan Malaysia sekalipun. Logat Melayu Belitong lebih menyerupai logat Melayu Aceh sebab dahulu, Bangka dan Belitong mendapat pengaruh yang sangat kuat dari Aceh.

Saya membayangkan betapa hebatnya Indonesia yang memiliki begitu banyak variasi bahasa. Melalui film ini, kita diperkenalkan dengan variasi logat Belitong, dan melalui logat tersebut kita sedang meneropong keindonesiaan. Film ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, kita juga pernah menyaksikan film Denias, yang menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Papua. Melalui variasi logat bahasa tersebut, kita seakan disadarkan bahwa Indonesia adalah sebuah rumah besar yang di dalamnya terdapat begitu banyak bahasa setempat yang hidup dan saling berinteraksi.

Kita disadarkan pula bahwa Indonesia bukanlah satu realitas Jakarta saja. Negeri ini adalah sebuah bangunan besar yang dikonstruksi oleh berbagai macam kebudayaan dan ribuan bahasa yang kesemuanya memberi pengertian pada kosa kata keindonesiaan. Kita disadarkan bahwa Indonesia adalah sebuah konsep yang maknanya terus diperkaya oleh manusia-manusia yang hidup dalam berbagai latar kebudayaan termasuk Belitong.

Anak-anak kecil dalam film Sang Pemimpi itu adalah salah satu kepingan yang membentuk keindonesiaan hari ini. Mereka menunjukkan keragaman dan kekayaan bangsa ini yang identitasnya terus tumbuh dan menjadi. Dan inilah kekuatan kita sebagai bangsa yang majemuk.

Semoga film seperti ini terus diperbanyak. Dan membuat kita sesekali meneropong Indonesia dari pinggiran, dari titik yang selama ini banyak diabaikan oleh mereka yang menguasai arus wacana negeri ini.

Sabtu, 16 Januari 2010

Buatmu, Kawan-Kawan Aktivis Mahasiswa "Pergerakan"

“Lawan globalisasi!! – Tolak militerisme!! – Hukum Mati para koruptor!! – Waspadai serangan pop kultur!! Lawan kapitalisme!! serta berderet-deret tanda seru lainnya” Semboyan, simbol, provokasi, ajakan, atau..?!/

Sekelompok manusia yang menamakan dirinya sebagai aktivis kampus, pejuang atau pembaharu dengan bangganya menggembar-gemborkan kata dan kalimat-kalimat diatas baik itu lewat senandung orasi, poster dan pamplet, maupun yel-yel yang mengiringi demonstrasi mereka.

Mahasiswa sebagai oposisi yang selalu mengambil garis tegas terhadap kekuasaan pemerintah yang sewenang-wenang terhadap rakyat, membuktikan salah satu eksistensinya melalui pergerakan yang vertical, dengan semangat yang menggebu-gebu… menyuarakan aspirasi rakyat, menggoyang semua sistem yang kaku para penguasa lewat demonstrasinya. 

Demonstrasi, kita singkat dengan kata demo, adalah alternatif dari sebuah pergerakan mahasiswa, ada yang turun kejalanan, kekantor-kantor pemerintah dan adapula yang melakukan ajakan dan penyadaran-penyadaran intelektual langsung kepada mahasiswa lainnya atau kawan-kawannya di kampus.

Demonstrasi pula yang mengantarkan mahasiswa tercatat dalam sejarah sebagai pelopor dari setiap moment yang di ikutinya, termasuk ketika kekuatan gabungan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menggulingkan kediktatoran rezim orde baru dibawah naungan saktinya Soeharto. Dan mahasiswa pula yang menjadi pelopor reformasi di tahun yang sama. Walaupun cukup disayangkan juga ketika alur reformasi itu sudah di buka dan dijalankan, seakan mahasiswa disini kehilangan jati diri dan tidak tahu harus melangkah kemana, sehingga pasca reformasi 1998 seakan menjadi era di mana mahasiswa terkesan diam, kehabisan isu, dan baru ketika ada kasus tindakan kekerasan aparat pada sejumlah mahasiswa UMI di makasar, seakan mahasiswa kembali mendapatkan angin segar pergerakannya, dan isu militerisme pun menjadi agenda dan bendera dari aksi mahasiswa selanjutnya dan hal itu berlanjut ke saat dimana Pemilu berlangsung, dengan tetap menempatkan jargon militerisme di dalamnya. Setelah semua isu itu sirna, mahasiswa kembali pada tidurnya diatas tuntutan dunia akademik yang disinyalir memang memaksa mahasiswa untuk tidak bebas bergerak. Tuntutan absen, tugas-tugas dosen dan ujian menjadi senjata ampuh yang perlahan mematikan kreasi mahasiswa di luar agenda studinya. 

Selain itu, demonstrasi juga seperti yang sering di jadikan alasan oleh kawan-kawan pergerakan, bahwasanya demonstrasi dilakukan karena pemerintah atau orang-orang petinggi baik di kampus maupun pejabat diluar tidak bisa diajak diskusi secara fair, mereka hanya bisa kasih janji tanpa adanya tindakan kongkret yang dijalankan, dan oleh karena itu para aktivis pergerakan memilih jalur demonstrasi untuk menyampaikan aspirasinya, aspirasi rakyat tentunya.

Apa yang perlu di pertanyakan dari eksistensi mereka?

Ketika kawan-kawan aktivis mengangkat satu isu pergerakannya, pastinya mereka juga telah jauh menelusuri makna dan tindak lanjut dari hal yang mereka perjuangkan tersebut. Dan sepatutnya juga dapat merealisasikannya di masyarakat tempat mereka tinggal, utamanya adalah masyarakat kampus. Dan semua ajakan dan arahan yang mereka senandungkan, sudah selayaknya pula dimulai jauh sebelum isu itu terjadi, minimal dimulai dari diri pribadi kawan aktivis sendiri..

Yang menjadi realita dan selalu ganjil untuk di amati dari pergerakan aktivis kita, adalah masalah ke konsistenan ruang dan waktu, dimana ketika mereka misalnya mengemborkan masalah militerisme, kapitalisme dan pop kultur, kenyataannya pada saat itu pula pengaruh dan produk militerisme, kapitalis dan pop cultur itu sendiri tanpa disadari atau tidak telah melekat pada diri mereka sendiri.

Kita tentunya dapat lihat dari cara dan semua artribut maupun pakaian yang sering dikenakan oleh para aktivis ketika melakukan aksinya maupun kesehariannya dikampus, berbagai merek dan pola hidup kapitalis adalah kenyataan yang ada pada kehidupan para aktivis kita.

Militer, lihat beberapa kasus yang dilakukan para aktivis ketika menggelar aksinya! Apakah berbagai bentuk bentrokan dan adu otot dengan aparat dan masyarakat adalah bukan tindakan militerisme? Jadi apa sich militerisme itu??/.. 

Korupsi? Uniko (usaha nipu kolot), pinjem tugas, bolos kuliah demi suatu aksi, titip absen, apakah itu juga tidak termasuk ke dalam kategori korupsi??

Jadi harus bagaimana sih, aktivis itu? Aktivis juga kan manusia?!

Manusia yang bijak adalah manusia yang tidak melupakan hal-hal terkecil dalam hidupnya… (pepatah kuno)

Tanpa maksud menggurui, dan tanpa mengesampingkan isu diluar, memang sudah sepantasnya kawan-kawan aktivis baik pergerakan maupun non pergerakan kita, lebih dulu mengutamakan masalah-masalah di lingkungan terdekatnya dulu, sebelum melangkah jauh ke isu luar yang lebih besar. Misalnya, masalah kecacatan akademik dan sistem pendidikan di kampus… Penyalahgunaan wewenang birokrat, penderitaan mahasiswa miskin di kampus.. dan masih banyak lagi hal-hal yang sudah sepatutnya diperjuangkan sampai tuntas di kampus sendiri… Baru ketika kampus mereka sudah mapan.. atau katakanlah ideal, barulah saatnya bagi para aktivis untuk menyikapi fenomena luar yang lebih luas, dimana hal itu pun harus dengan jaminan bahwa para aktivisnya adalah orang-orang yang benar-benar bisa bertanggung jawab, minimal terhadap dirinya sendiri, yang menjadi salah satu barometer atau contoh ideal bagi kawan-kawan mahasiswa lainnya yang masih tertidur…

Dan menurut catatan, di dalam satu kampus rata-rata di Semarang saja dapat diperkirakan jumlah aktivis yang ada rata-rata hanya 5-10 % nya saja dari keseluruhan mahasiswa yang ada, hal itu memang memberatkan bagi kawan aktivis, banyak hal terjadi dimana aksi mereka tidak mendapat dukungan dari kawan mahasiswa sekampusnya sendiri. Hal itu memang sangat ironis, tapi tidak akan menjadi beban ketika yang diperjuangkan adalah kepentingan bersama, dalam artian para kawan aktivis tersebut ikut memperjuangkan kepentingan mahasiswa lain yang terkesan apatis, yang notabene tidak berani untuk bicara dan bertindak walaupun pada dasarnya mereka juga merasakannya. Aksi untuk kepentingan bersama adalah langkah mulia dan pasti akan ada yang akan mendukung, walaupun kebanyakan hanya di dalam hati. Yang pasti posisi mahasiswa sebagai jangkar dan oposisi yang selalu mengambil garis tegas terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang terhadap rakyat, baik itu rakyat kampus maupun masyarakat luas pada umumnya senantiasa harus selalu di jaga.

Terakhir, Arah perjuangan adalah merajut masa depan yang lebih baik, dan takkan pernah ada progres tanpa perubahan pergerakkan yang massif.

Bulan Terkapar di Trotoar (Catatan Dari Seorang Kawan)

Bulan terkapar di trotoar. Tubuhnya kotor dan ada bercak-bercak darah pada wajah serta lambung kirinya. Dan, lihatlah, kini ia menggeliat, mencoba untuk bangkit. Mula-mula ia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling. Lalu, memiringkan tubuhnya dan mencoba mengangkat badannya dengan menekankan kedua telapak tangannya ke trotoar. Tapi, usaha itu gagal, tubuhnya kembali rebah. "Ya Allah, apa yang telah terjadi denganku," gumamnya.


Bulan meraba tulang-tulang rusuknya. Ada rasa sangat nyeri di sana. Mungkin tulang-tulang rusuknya telah patah. Bulan meraba pinggangnya. Ada rasa sangat ngilu di situ. Mungkin tulang pinggulnya terkilir atau retak. Bulan meraba lambung kirinya. Ada rasa sangat pedih di situ, dan darah merembes menembus kaosnya. Bulan mengusap bercak-bercak darah pada hidung, pipi dan pelipisnya, lalu meraba kepalanya. Jilbabnya telah tiada, entah terlempar ke mana. "Seharusnya aku sudah mati…Tuhan menyelamatkanku," batinnya.


Bulan tidak tahu berapa jam ia pingsan. Ketika kesadarannya pulih, hari sudah larut malam. Bentrok antara aparat keamanan dan demonstran telah lama reda. Suasana jalan di depan kompleks gedung MPR pun sudah lengang. Ia yakin masih hidup ketika merasakan pada hampir semua bagian tubuhnya. Ia merasa ada keajaiban, kekuatan gaib, yang melindunginya: Tuhan. Jika tidak, ia pasti sudah mati dengan tubuh remuk diinjak-injak sepatu puluhan tentara dan ratusan mahasiswa.


Tapi, Bulan merasa malaikat maut belum pergi jauh darinya. Mahluk gaib itu masih mengintai dari balik kegelapan malam dan tiap saat siap mencabut nyawanya. Sebab, dalam dingin malam ia masih terkapar sendiri, tak berdaya di trotoar, tanpa ada yang menolongnya. Mungkin ia akan pingsan lagi, dan tidak akan tersadar lagi, karena langsung dijemput oleh malaikat maut dengan kereta kuda, untuk dihadapkan ke Tuhannya. Mungkin ia akan kehabisan darah dan tidak tertolong lagi.


Bulan meraba lagi lambung kirinya. Rembesan darah makin membasahkan kaosnya, bahkan terus menetes ke trotoar. "Mungkin lambungku tertembus peluru nyasar," pikirnya. "Ya Allah, kuatkanlah hamba...," gumamnya.


Bulan mencoba untuk bangkit lagi dengan sisa-sia tenaganya, tapi gagal lagi. Sudah tidak ada sisa tenaga lagi yang cukup hanya untuk mengangkat tubuhnya sendiri. Maka, yang dapat ia lakukan hanyalah berbaring pasrah dan menyerah pada Sang Nasib. Terlintas dalam pikiran, kenapa tidak ada yang menolongnya. Dinaikkan ke atas truk tentara dan dibawa ke rumah sakit, misalnya. Atau diangkut dengan ambulan PMI? Bukankah tadi banyak anak-anak PMI dan ada dua ambulan bersama mereka untuk siaga menolong para demonstran yang terluka?


"Di manakah kini mereka. Apakah aku dianggap sampah yang tidak perlu ditolong?" batinnya. "Ah, tidak. Tidak mungkin! Mungkin ambulan PMI dan truk tentara telah penuh, karena terlalu banyak demonstran yang terluka, dan aku sengaja dibaringkan di sini untuk dijemput nanti… Tapi, kenapa sampai begini larut belum juga ada yang menjemputku? Apakah mereka lupa dan tidak ada yang melihatku lagi, karena aku terbaring dengan pakaian hitam-hitam di tengah kegelapan malam?"

***

Ketika berangkat berdemonstari bersama kawan-kawan sekampusnya siang tadi Bulan memang sengaja memakai kaos lengan panjang dan celana hitam sebagai tanda berduka bagi bangsanya yang sedang dilanda krisis ekonomi. Ia pun ingin menyatakan duka sedalam-dalamnya karena kebebasan sudah mati di negerinya dan sudah 30 tahun rakyat ditindas oleh rezim yang otoriter, sehingga tiap ada kawan yang menyapanya "merdeka", ia selalu menjawab, "belum!"


Dan, pada demo mahasiswa yang menandai gelombang reformasi itu ia ingin menyatakan rasa dukanya secara total, sehingga lipstik yang ia pakai pun cokelat kehitaman, dengan jilbab hitam dan sepatu cat yang sengaja ia olesi dengan spidol hitam. "Tapi, kalau sekarang aku mati di sini, adakah yang akan berduka? Masih adakah orang yang akan peduli padaku?" batinnya.


Kenyataanya kini Bulan terkapar sendiri, sekarat, di trotoar, dan tidak ada seorang pun yang menolongnya. Ia heran, kenapa sampai selarut itu tidak ada yang melihat, menemukan, dan menolongnya. Padahal, masih ada satu dua orang pejalan kaki yang sekali-sekali melewati jalan beraspal tidak jauh dari tempatnya terbaring. Beberapa tentara juga masih tampak berjaga di pintu gerbang kompleks gedung bundar yang sedikit terbuka. Jalanan memang lengang, dan tidak ada satu pun kendaraan yang lewat, karena diblokade tentara. "Mustahil kalau tidak ada seorang pun yang melihatku terbaring di sini," pikirnya. "Jangan-jangan aku dianggap gelandangan yang sengaja tidur di sini, sehingga tidak perlu mereka usik?"


Bulan khawatir jangan-jangan orang-orang Jakarta memang sudah tidak memiliki kepedulian lagi pada nasib orang lain. Mereka egois, hanya suntuk pada urusan diri sendiri, dan ia menjadi korban ketidakpedulian itu. "Apakah tentara-tentara yang siaga di pintu gerbang itu juga tidak melihatku? Apakah semua orang telah menganggapku sebagai sampah yang pantas dibiarkan teronggok begitu saja di pinggir jalan, dan cukup diserahkan kepada petugas kebersihan untuk dilemparkan ke truk sampah?"


Bulan mencoba mengumpulkan kembali sisa-sisa tenaganya. Dengan itulah dia ingin menolong dirinya sendiri. Jika orang lain sudah tidak peduli lagi padanya, maka dialah yang harus menolong dirinya sendiri. Begitu pikirnya. "Hidup ini keras, Bulan. Karena itu, kamu harus kuat, dan jangan sekali-kali hanya bergantung pada orang lain. Hanya kamulah yang dapat menolong hidupmu sendiri," kata ayahnya, dua tahun lalu, ketika ia pamit untuk berangkat kuliah di Jakarta.

***

Bulan kembali melihat sekeliling dengan sedikit mengangkat kepalanya. Dua orang tentara masih tampak berjaga-jaga di gerbang masuk kompleks gedung MPR yang dibuka sedikit dan hanya cukup untuk dilalui pejalan kaki. Tampak beberapa aktivis berjaket kuning melewati penjagaan dan dibiarkan masuk. Bulan lantas melihat ke dalam melalui celah pagar besi. Tampak ratusan mahasiswa masih bergerombol di teras gedung MPR. Banyak di antara mereka yang naik ke atap gedung bundar. Spanduk-spanduk berbentangan di atap gedung, tapi mata Bulan berkunang-kunang, tak dapat menangkap dengan jelas bunyi tulisan pada spanduk-spanduk itu.


Tiba-tiba angin malam bertiup sangat kencang, disertai serpihan-serpihan air. Mungkin serpihan-serpihan embun yang diterbangkan dari pohonan, atau hujan rintik-rintik. Malam itu langit memang mendung, seperti ikut berduka pada negeri yang rakyatnya sedang dilanda derita akibat krisis ekonomi, dan saat itu mereka telah kehilangan kesabarannya sehingga mendesak pemimpin negeri mereka agar segera turun dari kursi kekuasaannya. Bersama para mahasiswa mereka pun melakukan aksi-aksi demonstrasi secara besar-besaran. Dan, itulah yang mereka sebut sebagai gerakan reformasi.


Tapi, tidak mudah untuk menurunkan presiden mereka yang telah berkuasa selama 30 tahun lebih. Mereka harus berhadapan dengan aparat keamanan, pentungan, gas air mata, semprotan air, dan peluru-peluru karet yang kadang terselipi peluru beneran. Mungkin mereka para penyusup atau oknum-oknum yang sengaja disusupkan untuk memperkeruh keadaan.


Bersama para aktivis mahasiswa sekampusnya Bulan pun ikut turun ke jalan --untuk ketiga kalinya. Pada demo pertama dan kedua ia merasa asyik-asyik saja, ikut meneriakkan yel-yel di barisan paling depan sambil membentangkan spanduk. Ketika dibubarkan oleh aparat keamanan ia sempat menyelamatkan diri meskipun matanya jadi pedih karena gas air mata. Tapi, pada demo ketiga ia bernasib sial. Setelah terjungkal karena hantaman "meriam air", ia terinjak-injak tentara dan ratusan mahasiswa. Saat itulah dia merasa benar-benar akan mati, dan hanya bisa bergumam "Allahu Akbar" sebelum berjuta kunang-kunang dan kegelapan menyergap kesadarannya.


Dalam kegelapan, Bulan benar-benar kehilangan matahari. Ia terbang jauh menempuh lorong panjang yang tak sampai-sampai ke ujungnya. Di kanan kiri lorong tampak beribu-ribu, bahkan mungkin berjuta-juta tangan, dalam bayang-bayang putih, berderet melambai-lambai padanya. Sempat terbersit dalam pikirannya bahwa ia telah mati dan saat itu ruhnya sedang terbang kembali menuju Tuhannya. Tapi, penerbangan itu dirasanya begitu lama, begitu jauh, dan tak sampai-sampai. Ia ingin berteriak karena kelelahan, tapi tak ada suara yang keluar dari kerongkongannya. Ia ingin menjerit karena kehausan, tapi tak ada minuman yang dapat diraihnya. "Kenapa perjalanan menuju Tuhan begitu menyengsarakan? Apakah karena aku terlalu banyak dosa dan kini sedang menuju neraka?" pikirnya.


Di puncak kesengsaraan itulah tiba-tiba secercah cahaya menyongsongnya di ujung lorong. Bulan mencoba berontak dari kegelapan, mempercepat terbangnya, untuk meraih cahaya itu. Begitu tangannya berhasil menggapai cahaya, ia pun menggeliat sekuat-kuatnya untuk melepaskan diri dari tangan-tangan kegelapan yang terus mencengkeramnya untuk mengembalikannya ke lorong panjang yang hampa itu. Dengan sekuat tenaga akhirnya ia berhasil meloloskan diri dan masuk ke gerbang cahaya. Saat itulah ia membuka matanya, dan menyadari dirinya terkapar dalam gelap malam di luar pagar halaman kompleks gedung MPR.

***

Ingat penerbangan panjang yang melelahkan itu, tubuh Bulan tiba-tiba menggigil hebat. Malam memang telah beranjak ke dini hari, dan udara Jakarta benar-benar terasa dingin sehabis gerimis. Apalagi trotoar tempat ia terbaring juga basah. Angin berkesiur cukup keras, menerpa tubuh dan menggigilkan tengkuknya. Sesekali gerimis menderas dan cepat mereda kembali. Dua tentara yang masih berjaga di gerbang gedung bundar pun sudah menutup tubuh mereka dengan mantel.


Bulan merasa tangan-tangan maut kembali mendekatinya, untuk meraih ruhnya dan menerbangkannya kembali ke lorong panjang tadi, untuk benar-benar menemui Tuhannya. Bulan tahu tiap mahluk hidup pasti akan mati. Begitu juga dirinya. Jika saatnya telah tiba, dia pun akan mati juga. "Tapi, jangan secepat ini, ya Allah. Aku masih terlalu muda. Aku belum siap menghadapMu. Masih banyak yang harus aku lakukan. Masih banyak yang harus aku sempurnakan," gumamnya.


Bulan ingat shalatnya yang masih bolong-bolong. Apalagi saat-saat mengikuti unjuk rasa, karena sebagian besar waktunya habis di jalan. Ia ingat harapan ayah dan ibunya yang memimpikannya menjadi pengacara untuk meneruskan karier sang ayah. Mereka tentu akan sangat kecewa, kalau ia pulang bukan bersama gelar sarjana hukum, tapi bersama peti mayat. "Ya Allah, hamba benar-benar belum siap menghadapMu. Berilah hamba kekuatan dan kesempatan untuk meraih cita-cita itu," doa Bulan dalam hati.


Tapi gerimis tidak juga reda dan dingin malam makin menggigilkan tubuh Bulan. Ia ingin sekali berteriak untuk meminta tolong, tapi tak ada lagi pejalan kaki yang lewat. Sedang dua tentara yang berjaga di gerbang masuk gedung bundar terlalu jauh darinya dan ia yakin tidak akan mendengar teriakannya yang pasti sangat lirih, karena ia sudah kehabisan tenaga. Satu-satunya harapan tercepat adalah datangnya para petugas kebersihan kota yang memang mulai bekerja pada dini hari. Ia berharap mereka akan menemukannya dalam keadaan masih sadar, dan masih menganggapnya sebagai manusia sehingga tidak dilempar ke truk sampah tapi segera dilarikan ke rumah sakit.


Namun, harapan itu tidak kunjung tiba juga, dan ia merasa terlalu lama menunggu. Lama sekali. Dan, sebelum "pasukan kuning" itu datang, kepala Bulan tiba-tiba terasa sangat ringan sehingga ia merasa seperti melayang-layang di udara. Sedetik kemudian berjuta kunang-kunang menyergapnya dan menyeretnya ke dalam kegelapan yang sangat dalam, kembali menerbangkannya ke lorong panjang tak berujung. Bulan tak tahu, kali ini penerbangannya akan sampai ke mana.***
*)Ahmadun Y Herfanda

Selasa, 12 Januari 2010

Membanggakan HP Ayah Masing-masing

Ada 2 orang anak kecil, berdebat, membanggakan hp bapak mereka. Seperti ini percakapan mereka.

Adi : "HP bapak ku udah 3.5G lho. Jadi video call ga putus-putus lagi."
Budi : "Masih 3.5G??, HP bapakku uda 4G. Bluetoothnya radius 5km."

Adi gak mau kalah,
Adi : "HP bapak ku tahan air."
Budi : "HP bapak ku tahan api."

kedua anak mulai aneh
Adi : "HP bapakku ada TVnya, bisa nonton."
Budi : "Pasti siaran lokal. HP bapakku banyak channelnya, soalnya pakai indovision,telkomvision, dan Astro."

Adi : "HP bapakku ada rodanya, kayak mobil gitu. Wekkkk..."
Budi : "Jangan bangga dulu, HP bapakku ada pomp bensinnya. pasti kalian isi bensin di HP bapakku.

Adi : "HP bapakku ada garasinya, kemarin aja masukin mobil ke HP bapak, bukan ke garasi."
Budi : "Lebih hebat lagi HP bapakku, ada ruang tamunya. Kemarin ada acara arisan, diadain di HP bapakku. wekkkkkk!!"

Adi : "HP bapakku bisa terbang, besok kami mau pergi ke Singapore, naek HPnya bapak."
Budi : "Ihhh, HP bapakku ada bandaranya. Aku yakin, kalian pasti mendarat diHP bapakku."

Adi : "HP bapakku pernah dapat juara nasional.Juara Catur"
Budi : "Nasional aja bangga!!, HPnya bapakku pernah juara internasional,juara olimpiade, angkat besi."

Adi : "Lebih hebat ya.. tapi HP bapakku juga dingin lho, ada ACnya."
Budi : "Grrrrrrrr... udah dulu ya di, kita tidur aja. besok pagi dilanjutin lagi, masih banyak kehebatan HP bapakku."

Padahal HP bapak kedua anak ini hanya Nokia 3315.

Kelahiran Anak Berawal dari Chatting

Seorang anak bertanya kepada bapaknya,

“Papa.. cerita dong, tentang kelahiranku..”

“Hmm, anakku.. memang, sudah saatnya kamu tahu.. lima tahun lalu, papa dan mamamu pertama kali bertemu di sebuah CHAT ROOM YAHOO. Via E-MAIL, kami janjian kopdar (kopi darat) di sebuah CYBER-CAFE. Kami memesan tempat khusus. Mama setuju untuk men-DOWNLOAD dari HARDISK papa. Segera papa bersiap meng-UPLOAD.

Ternyata tak satupun dari kami memakai FIREWALL, dan sudah telat untuk memencet tombol DELETE. Akhirnya sembilan bulan kemudian muncul POP-UP kecil berisi pesan: YOU'VE GOT MALE...”

Inilah Saatnya media Massa dan Kaum Aktivis Pergerakan Bersikap Tegas

Ternyata Media massa dan kaum aktivis pergerakan mempunyai sudut pandang dan sikap yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan dalam merespon perkembangan yang tejadi disekitarnya. Cara pandang media massa, dalam koreksi terhadap penguasa, cenderung dibangun dengan prinsip dan kepentingan yang melekat pada dirinya. Hal yang serupa juga tidak berbeda dengan kaum aktivis pergerakan.


Umumnya prinsip yang dianut media massa lebih mengutamakan tujuan industrinya sebagai jaminan untuk berkembang dan tetap survive. Tidak peduli dengan suara kritis yang berkembang disekitarnya. Bagi mereka yang terpenting bagaimana dapat mengais keuntungan sebesar-besarnya dan memperluas jaringan bisnisnya ke berbagai bidang.


Pilihan ini terkadang menyebabkan daya kritis media menjadi melemah, kabur, tidak tegas dan bahkan secara terang-terangan tampil sebagai humas penguasa dan penyalur kepentingan syahwat pengusaha besar. Watak ini, maaf, juga berlaku bagi koran Kompas.


Bagaimana dengan sikap kaum aktivis pergerakan?


Kalangan aktivis pergerakan, khususnya pasca tumbangnya rezim Soeharto, terpecah-pecah dan beradaptasi dengan ragam kepentingan kelompoknya masing-masing. Sebagian besar aktivis tersebut kembali dan menjalani kehidupannya secara normal—tidak ikut mengawal perubahan. Namun, sebagian dari mereka memilih tetap konsisten dan terus berinteraksi dengan dinamika di lapangan.


Singkatnya, diakhir akhir tahun 2009, kalangan aktivis yang terpecah-pecah itu, secara alamiah mulai terkonsolidasi dalam beberapa isu nasional. Pemicunya tidak lain adalah, kasus dugaan pelanggaran pemilu (Pileg-Pilpres), kasus Century dan beberapa kasus lainnya. Menariknya, konsolidasi para aktivis tersebut, kini terfokus dan berakumulasi pada koreksi serius atas kegagalan agenda reformasi dan secara terang-terangan menegaskan bahwa posisi SBY sebagai titik fokus dimaksud.


Arah gerakan para aktivis ini, seolah mengisyaratkan kepada kita tentang adanya proses pengulangan sejarah reformasi yang pernah terjadi pada tahun 1998. Kondisi ini dapat dilihat dari maraknya aksi-aksi yang makin meluas dan mulai bergelombong menuju pusat-pusat kekuasaan. Sementara dalam waktu yang sama, elit penguasa terlihat panik dan semakin kehilangan legitimasi di mata publik.


Yang ingin saya sampaikan, kini saatnya bagi kaum aktivis pergerakan dan media massa untuk menentukan sikap: Apakah masih asyik dengan ego dan kepentingan pragmatisnya, atau bangkit secara bersama-sama untuk menyelamatkan NKRI. Apakah hal itu dimungkinkan?

Senin, 11 Januari 2010

Belikan Facebook Untuk Kakek

Seorang kakek yang sudah renta menghampiri cucunya bernama Ardi yang sedang sibuk mengutak-atik handphone.

Kakek: "Di.., dari tadi kakek melihatmu ketawa-ketiwi. Kamu kenapa, Di..?

Ardi : "Iya, Kek. Ardi baru saja punya facebook. (Sambil tetap sibuk dan tidak memedulikan si kakek.)

Kakek: "Memangnya facebook bisa bikin ketawa-ketiwi ya, Di..?"

Ardi : "Iya, Kek!"

Kakek: "Wah, kalau begitu kebetulan. Di, tolong belikan facebook buat kakek. Kakek lagi suntuk nih...."

Cucu : "!!##$$????"

Kepribadian Manusia dari Status Facebook

1. Manusia Super Update
Kapanpun dan di manapun selalu update status. Statusnya tidak terlalu panjang tapi terlihat bikin risih, karena hal-hal yang tidak terlalu penting juga dipublikasikan.
Contoh : "Lagi makan di restoran A..", "Dalam perjalanan menujuneraka..", "Saatnya baca koran..", dan sebagainya.

2. Manusia Melankolis
Biasanya selalu curhat di status. Entah karena ingin banyak diberi komentar dari teman-temannya atau hanya sekedar menuangkan unek-uneknya ke facebook. Biasanya orang tipe ini menceritakan kisahnya dan terkadang menanyakan solusi yang terbaik kepada yang lain.
Contoh : "Kamu sakitin aku..lebih baik aku cari yang lain..", "Cuma kamu yang terbaik buat aku..terima kasih kamu sudah sayang ama aku selama ini..".

3. Manusia Tukang Ngeluh
Pagi, siang, malem, semuanya selalu ada aja yang dikeluhkan.
Contoh : " Jakarta maceeet..!! Panas pula..", "Aaaargh ujan, padahal baru nyuci mobil..sialan. .!!", "Males ngapa2in.. cape hati gara2 si do' i..", dsb.

4. Manusia Sombong
Mungkin beberapa dari mereka ga berniat menyombongkan diri, tapi terkadang orang yang melihatnya, yang notabene tidak bisa seberuntung dia, merasa kalo statusnya itu kelewat sombong, dan malah bikin sebel.
Contoh : "Otw ke Paris ..!!", "BMW ku sayang, saatnya kamu mandi..aku mandiin ya sayang..", "Duh, murah-murah banget belanja di Singapur, bow,"

5. Manusia Puitis
Dari judulnya udah jelas. Status nya selalu diisi dengan kata-kata mutiara, tapi ga jelas apa maksudnya. Bikin kita terharu? Bikin kita sadar atas pesan tersembunyinya? atau cuma sekedar memancing komentar? Sampai saat ini, tipe orang seperti ini masih dipertanyakan.
Contoh : "Kita masing-masing adalah malaikat bersayap satu. Dan hanya bisa terbang bila saling berpelukan", "Mencintai dan dicintai adalah seperti merasakan sinar matahari dari kedua sisi", "Jika kau hidup sampai seratus tahun, aku ingin hidup seratus tahun kurang sehari, agar aku tidak pernah hidup tanpamu".

6. Manusia in English
Tipe manusianya bisa seperti apa saja, apakah melankolis, puitis, sombong dan sebagainya. Tapi dia berusaha lebih keren dengan mengatakannya dalam bahasa Inggwis gicyu Low..
Contoh : "Tie and Chair..", "I can tooth, you Pink sun.." dsb..

7. Manusia Lebay
Updatenya selalu bertema 'gaul' dengan menggunakan bahasa dewa.. ejaan yang dilebaykan..
Contoh.." met moulnin all.. pagiiieh yg cewrah... xixiixi" << lol~

8. Manusia Terobsesi
Mengharap tapi ga kesampaian.. pengen jd artis ga dapat-dapat.
Contoh : "duwh... sesi pemotretan lagi! cape..."

9. Manusia Sok Tau
Sotoy tenarnya. Padahal dia sendiri tidak tahu apa yang ditulisnya.
Contoh : "Pemerintah selalu memanjakan rakyatnya.. bla..bla...bla,"

10. Bioskop Mania
Update film yang abis ditonton dan kasih comment..
Contoh : "ICE AGE 3..Recomended! !", "Transformers 2 mantab euy.."

11. Manusia pedagang
Contoh: "jual sepatu bla bla bla"

12. Manusia penyuluh masyarakat
Contoh: "jangan lupa dateng ke TPS, 5 menit utk 5 tahun bla..bla"

13. Manusia Alay
Ada berbagai macam versi, dari tulisannya yang aneh, atau tulisannya biasa aja, hanya saja kosakata nya ga lazim seperti bahasa alien.
Contoh:Alay 1 : "DucH Gw4 5aYan9 b6t s4ma Lo..7aNgaN tin69aL!n akYu ya B3!bh..!!"
Alay 2 : "km mugh kog gag pernach ngabwarin aq lagee seech? kmuw maseeh saiangs sama aq gag seech sebenernywa? "
Alay 3 : "Ouh mY 9oD..!! kYknY4w c gW k3ReNz 48ee5h d3ch..!!"(Khusus buat tipe ini, ga usah di baca juga gpp..saya pribadi juga mikirdulu buat nulis ini, walaupun jadinya kurang mirip sama yg aslinya..)

14. Tipe Hidden Message
Tipe ini biasanya tidak to the point, tapi tentunya punya niat biar orang yg dituju membaca nya. (bagus kalo baca..kalo ngga? kelamaan nunggu) padahal kan bisa langsung aja sms ya..
Contoh : "For you my M***, I can' t live without you..you are my bla bla bla..","Heh, cewe bajingan..ngapain lo deket2in co gw?! kyk ga laku aja lo.." (padahal ce tersebut tidak ada dalam jaringannya. . mana bisa baca...:p)

15. Tipe Misterius
Tipe yang biasanya bikin banyak orang bertanya tanya atas apa maksud dari status orang tersebut..Biasanya dalam suatu kalimat membutuhkanSubjek + Predikat + Objek + Keterangan. Tapi orang tipe ini mungkinhanya mengambil beberapa atau malah hanya 1 saja..Dan pastinyamengundang kontroversi.
Contoh : "Sudahlah.." , "Telah berakhir.." (apanya??),"Termenung.. ." (so what gitu, loh)

Kalian ngikut yang mana???

Jika Hewan Punya Facebook

Kalau binatang punya Facebook, kira-kira statusnya apa aja ya? Berikut beberapa yang sudah ditemukan. Tapi nggak tau apa mereka bener binatang.

Anjing Pudel : Nunggu mo ke salon neh

Kecoak : Baru aja selamat dari injekan maut, yeah!

Sapi : Aku diraba-rabi lagi oleh majikanku

Kucing : Anak gue yang ke- 5 barusan nanya siapa bapaknya. Gue bingung mau jawab apa. Gue sendiri lupa bapaknya siapa?

Nyamuk: Ane positif HIV AIDS boooo

Ayam : Teman-teman...kalo besok gw ga update... berarti gw udah di goreng... i luv u all...

Cumi-cumi: Abis isi ulang tinta nich.

Babi: Gw difitnah nyebarin flu. Sialan!!

Kambing : Selamat lebaran haji kemarin ndak disembelih

Pergerakan Mahasiswa (Versi Wikipedia)

Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.

1908

Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.

Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.

Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.

Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.

Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.

Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.

1928

Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.

Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.

Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.

1945

Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).

Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.

Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.

Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

1966

Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.

Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.

Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.

Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.

Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie.

1966

Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.

Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.

Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.

Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.

Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie

1974

Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.

Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:

Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.

Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.

Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.

Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.

Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah

(TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.

Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.

1978

Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.

Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.

Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.

Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.

Era NKK/BKK

Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.

Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.

Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.

Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.

Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.

Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.

1990

Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.

Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.

Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.

Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.

1998

Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.

Membaca Materialisme Dialektik-Historis dalam The German Ideology


Pemikiran Marx-Engels sering kali disalahpahami karena orang banyak membacanya dari tafsir orang lain entah dari kaum marxis sendiri atau yang anti marxis. Dalam semiotika modern, tafsir ini tentu saja dibenarkan, namun kalau semua tafsir yang dipisahkan dari teks itu sendiri adalah ”benar”, maka kita sekarang berganti dari kultus pengarang ke kultus pembaca yang jamak itu. Menurut hemat saya, karya tulis Marx-Engels yang berjudul ”The German Ideology”, tidak hanya sekedar teks filsafat, frase-frase tentang filsafat, sejarah, politik dan ekonomi, tapi kritik terhadap frase-frase yang selama zamannya hadir begitu ilusif dari realitas empiris dan memerlukan bukti-bukti empiris yang lebih lanjut.
Bagaimana sebenarnya konsepsi yang tidak hanya sekedar frase dan permainan kata dalam teks-teks ini dipahami?

Saya akan memulai dengan konsepsi materialis tentang sejarah dalam karya Marx-Engels itu. Rata PenuhPremis awal dari semua sejarah manusia adalah eksistensi dari kehidupan manusiawi individu-individu. Jadi fakta awal yang harus diungkap adalah organisasi fisik dari individu-individu ini dan hubungan mereka (intercourse-relasi) dengan lingkungan sosial dan alam. Oleh karena itu, sejarahwan tak bisa beranjak lebih jauh dari kondisi-kondisi alamiah tempat manusia menemukan dirinya sendiri.

Dalam hal ini, Marx-Engels menyatakan bahwa hanya ada satu ilmu pengetahuan, yakni ilmu sejarah. Kita bisa melihat ilmu sejarah ini dari dua segi dan membaginya dalam (i) sejarah alam, disebut juga ilmu alam; (ii) sejarah manusia. The German Ideologi memusatkan perhatian pada sejarah manusia dan memaparkan berdasarkan konsepsi materialis tentang sejarah yang dialektis (atau dikenal dan dinyatakan Engels dalam Sosialisme Ilmiah dan Utopis dengan istilah materialisme historis).

Kita bisa membaca atau menganalisa ilmu sejarah yang dimaksud Marx dalam The German Ideology melalui kutipan ringkas ini.

Pandangan Marx-Engels tentang ilmu sejarah ini tampak sederhana, namun mencakup fakta-fakta yang rumit dan kompleks. Pandangan sederhana ini bisa dibaca sebagai deterministik sebagaimana kemudian menjelma dalam kritik Althusser terhadap Marxisme, ketika basis dibaca sangat menentukan suprastruktur. Saya tak meragukan pembacaan Althusser yang demikian luas itu terhadap karya-karya Marx-Engels, namun menurut saya, premis Marx-Engels tentang determinisme basis itu bertolak dari premis awal bahwa manusia harus memenuhi kebutuhan hidupnya terlebih dahulu untuk berpikir atau membangun peradaban, dan manusia berbeda dengan binatang ketika mereka mulai mencipta alat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalau Althusser mengkritik determinisme basis itu, dia tentu saja sebenarnya membalik premis dasar sejarah manusia ini, jadi manusia berpikir atau membangun peradaban dulu baru kemudian memenuhi kebutuhan hidup, atau manusia berbeda dengan binatang ketika dia mulai berpikir. Dengan demikian, kritik Althusser sebenarnya secara historis bertolak dari filsafat Yunani terutama Aristoteles. Lalu apa sebenarnya maksud Marx tentang determinisme itu?

Pandangan deterministik Marx-Engels secara umum bertolak dari premis bahwa fakta sejarah awal manusia adalah mencipta alat produksi dan melihat semua fakta sejarah manusia dan ilmu alam sebagai satu kesatuan yang rumit dan kompleks dan berkembang dalam gerak materialis dialektis. Pandangan ini memungkinkan manusia (terutama individu pemikir) untuk memahami eksistensinya dalam masyarakat dan alam semesta. Dengan demikian, determinisme itu berada dalam gerak materialisme dialektik.

Kini saya memahami bahwa pandangan Marx-Engels tentang ilmu sejarah itu adalah materialis-dialektis dan uraian tentang dasar pandangan ini sudah cukup untuk menjelaskan kekeliruan Althusser. Bagaimana dengan kekeliruan tafsir lain yang pokok?

Dalam hal ini, saya memahami bahwa padangan materialis-historis-dialektis tidak bertolak dari pandangan filosofis tentang sumber-pusat kebenaran yang teo-centris ataupun antropo-centris. Jika kita melihat sekilas sejarah masyarakat Eropa, teo-centris adalah pandangan dan sikap manusia zaman ”pertengahan” yang menentukan bahwa pusat kebenaran adalah tuhan atau wujud transenden, sementara antropo-centris adalah pandangan dan sikap manusia zaman ”pencerahan” yang menentukan bahwa pusat kebenaran adalah akal manusia, eksistensi individual manusia. Pandangan ini tentu saja harus diletakkan dalam situasi sejarah nyata di Eropa dari sudut pandang materialis-historis-dialektis, kalau tidak ingin terkungkung dalam ilusi pemikiran dari kedua corak pemikiran itu.

Menurut saya, Marx-Engels sendiri tidak masuk dalam perdebatan pusat atau sumber pengetahuan tanpa meletakkannya dalam sejarah masyarakat yang materialis dan dialektis. Oleh karena itu, Marx-Engels tidak dan tak perlu terusik untuk ikut mencari kebenaran sejati-tunggal yang menghantui para pemikir/filosof sampai zaman modern yang menurut mereka berdua direpresentasikan dan mencapai puncaknya dalam filsafat Jerman, dalam pemikiran Hegel serta para pengikutnya yang dikategorikan Hegelian Tua dan Hegelian Muda.

”Kebenaran” sebagaimana dicari dan dipikirkan para filosof bukan terdapat dalam ide seperti selama ini dijadikan dasar pengetahuan yang nyata bagi manusia-pemikir, namun ”kebenaran” itu ada dalam determinisme sejarah masyarakat manusia dan relativitasnya, artinya berhubungan dengan tingkat perkembangan dan relasi-relasi internal-eksternal masyarakat manusia.

Sifat deterministik dalam pandangan Marx-Engels yang sering kali menuai kritik para pemikir ini tak bisa dilepaskan dari sifat relativistik yang mendapat argumentasi paling tajam setelah teori relativitas Einstein dalam ilmu alam. Oleh karena itu, tak ada yang sepenuhnya deterministik dan tak ada yang sepenuhnya relatif dalam sejarah. Dua sifat ini saling terkait dalam memahami sejarah manusia dan ilmu alam agar tidak terjebak pada ilusi tentang sumber-pusat kebenaran yang menghantui manusia pemikir dan terjebak pada ilusi ide sebagai faktor penentu dalam sejarah dan eksistensi manusia.

Oleh karena itu, pandangan Marx-Engels tentang materialisme historis dan dialektis mengingatkan kita untuk tak perlu lagi terusik mencari kebenaran tunggal dan sejati dalam dunia yang deterministik sekaligus relatif, sebab sikap ini adalah bentuk kesadaran yang terpisah dari dunia nyata. Tak ada kebenaran tunggal kecuali realitas deterministik-relatif yang harus dipahami dalam sejarah. Menurut saya, individualisme Thomas Hobbes dan John Stuart Mill, bahkan individualisme Nietzche yang paling ekstrim pun, tak bisa melampaui realitas determinan-relatif ini.

Senin, 04 Januari 2010

Makalah, ALAT BUKTI PADA HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

I. PENDAHULUAN

Dalam suatu proses beracara di pengadilan, salah satu tugas hakim adalah untuk menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya antara pihak yang berperkara. Hubungan hukum inilah yang harus dibutktikan kebenarannya di depan sidang pengadilan. Pada prinsipnya, yang harus dibuktikan adalah semua peristiwa serta hak yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang kebenarannya di bantah oleh pihak lain. Pihak penggugat diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Setelah itu, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membuktikan kebenaran dalil sangkalannya.

Untuk membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang bersengketa diperlukan alat bukti. Alat bukti apa saja yang harus dibuktikan? Untuk selanjutnya akan dibahas pada pembahasan di bawah ini.

II. PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Alat Bukti

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara di kenal 5 macam alat bukti, yaitu :[1]

· Surat atau tulisan

· Keterangan ahli

· Keterangan saksi

· Pengakuan para pihak

· Pengetahuan hakim

1) Surat atau tulisan

a. Pengertian

Menurut Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, berpendapat bahwa alat bukti surat atau tulisan adalah : “segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian”.[2]

b. Macam-macam alat bukti surat

Þ Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu:

- Akta, adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian

- Bukan akta

Þ Sedangkan akta itu sendiri ada dua macam, yaitu :

- Akta otentik

- Akta dibawah tangan

Þ Sedangkan menurut UU No.5 / 1986 pasal 101 bahwa surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis,[3] yaitu :

(1) Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya

(2) Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya

(3) Surat-surat lain yang bukan akta.

Akta otentik ada dua macam, yaitu :

a. Akta yang dibuat oleh pejabat (Ambtelijk Akten)

b. Akta yang dibuat dihadapan pejabat (Partij Akten)

Perbedaan antara Ambtelijk Akten dan Partij Akten[4]

No.

Aspek / unsur

Ambtelijk Akten

Partij Akten

1

Inisiatif dari

Pejabat yang bersang-kutan karena jabatannya

Para pihak karena kepentingannya

2

Isi akta

Ditentukan oleh pejabat yang bersangkutan ber-dasarkan UU

Ditentukan oleh para pihak

3

Ditanda tangani oleh

Pejabat itu sendiri tanpa pihak lain

Para pihak dan pejabat yang bersangkutan serta saksi-saksi

4

Kekuatan bukti

Tidak dapat digugat kecuali dinyatakan palsu

Dapat digugat dengan pembuktian sebaliknya

Bila mana salah satu pihak yang bersengketa membantah keaslian alat bukti surat yang diajukan oleh pihak lawan, maka hakim dapat melakukan pemeriksaan terhadap bantahan itu dan kemudian mempertimbangkan dalam putusan akhir mengenai nilai pembuktiannya. Apabila dalam pemeriksaan persidangan ternyata ada alat bukti tertulis tersebut ada pada badan atau pejabat TUN, maka hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat TUN tersebut untuk segera menyediakan alat bukti tersebut. Masing-masing alat bukti yang berupa surat atau tulisan itu mempunyai bobot kekuatan pembuktian sendiri-sendiri dan hakim yang akan menentukan bobot atau nilai pembuktian tersebut.[5]

Pada prinsipnya, kekuatan bukti suatu alat bukti surat terletak pada akta aslinya. Tindasan, foto copy, dan salinan akta yang aslinya masih ada, hanya dapat dipercaya apabila tindasan, foto copy dan salinan itu sesuai dengan aslinya. Dalam hubungan ini, hakim dapat memerintahkan kepada para pihak agar memperlihatkan aslinya sebagai bahan perbandingan, tetapi apabila lawan mengakui atau tidak membantahnya maka tindasan, foto copy, dan salinan akta tersebut mempunyai kekuatan pembukti seperti yang asli.[6]

2) Keterangan ahli

Di dalam UU No.5/1986 pasal 102, dijelaskan bahwa : keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.[7]Kehadiran seorang ahli di persidangan adalah atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya. Hakim ketua sidang dapat menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik dengan surat maupun tulisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang pengetahuan dan pengalamannya (pasal 103 UPTUN). Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu persoalan di bidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli di bidang yang bersangkutan, umpamanya ahli di bidang perbankan, ahli di bidang komputer, ahl balistik dan lain-lain.[8] Dalam hal ini keterangan juru taksir dapat digolongkan sebagai keterangan ahli. Tetapi mereka yang tidak dapat didengar sebagai saksi (pasal 88 UPTUN) dalam perkara itu, juga tidak dapat diangkat sebagai ahli.

3) Keterangan saksi

Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengan dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.[9]Setiap orang pada prinsipnya wajib untuk memberikan kesaksian apabila dibutuhkan oleh pengadilan, tetapi tidak semua orang dapat menjadi saksi. Ada beberapa saksi yang dilarang atau tidak diperbolehkan di dengar keterangannya,

sebagai saksi sebagaimana di atur dalam pasal 88 UPTUN sebagai berikut :

a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garus keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa

b. Istri atau suami salah satu pihak yang bersangkutan meskipun sudah bercerai

c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun

d. Orang sakit ingatan.

Ada beberapa orang yang meskipun berhak menjadi saksi tetapi berhak pula mengundurkan diri sebagai saksi (pasal 89 UPTUN), yaitu :

a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak

b. Setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal itu.

Adakalanya, orang yang dijadikan saksi itu tidak mengerti bahasa Indonesia, hakim dapat menunjuk seseorang yang akan bertindak sebagai penerjemah dan sebelum melaksanakan tugasnya ia harus di sumpah terlebih dahulu.[10] Dan apabila seorang saksi dalam keadaan bisu-tuli dan tidak dapat menulis, maka demi kepentingan pemeriksaan, hakim menunjuk seorang yang sudah biasa bergaul dengan saksi sebagai juru bahasa. Sebelum melaksanakan tugasnya, ia wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepecayaannya.[11] Sedangkan apabila yang di panggil sebagai saksi adalah pejabat TUN, maka pejabat tersebut tidak boleh mewakilkan kepada orang lain, ia wajib datang sendiri di persidangan.[12]

Sehubungan dengan uraian di atas, terdapat perbedaan antara keterangan saksi dengan keterangan ahli. Perbedaan itu diantaranya,[13] adalah :

Keterangan saksi

1. Seorang (beberapa) saksi di panggil kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan tentang hal-hal yang ia lihat, di dengar, atau dialami sendiri

2. Keterangan saksi harus lisan, bila tertulis maka jadi alat bukti tertulis

3. Kedudukan saksi tidak boleh diganti dengan saksi lain kecuali sama-sama melihat, mendengar dan menyaksikan peritiwa itu

Keterangan ahli

1. Seorang (beberapa) saksi ahli dipanggil kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan berdasarkan keahliannya terhadap suatu peristiwa

2. Keterangan saksi atau ahli bisa secara lisan ataupun tertulis

3. Kedudukan seorang ahli dapat diganti dengan ahli yang lain yang sesuai dengan keahliannya.

4) Pengakuan para pihak

“Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan”.[14]

Menurut pasal 105 UU No.5/1986, pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim. Pengakuan yang diberikan di depan persidangan oleh pihak yang bersengketa sendiri atau oleh wakilnya yang diberi kuasa secara khusus, untuk itu mempunyai kekuatan bukti yang sempurna terhadap pihak yang memberikan pengakuan itu. Hal ini berarti hakim harus menganggap bahwa dalil-dalil yang telah diakui itu benar, kendatipun belum tentu benar. Pengakuan yang diberikan di luar persidangan, nilai pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Dengan kata lain pengakuan yang diberikan diluar persidangan merupakan alat bukti bebas dan konsekuensinya hakim leluasa untuk menilai alat bukti tersebut, atau bisa juga hakim hanya menganggap hal itu sebagai alat bukti permulaan saja.[15] Terserah kepada hakim untuk menerima atau tidak menerimanya.

5) Pengetahuan hakim

Pengetahuan hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.[16] Melihat pada pengertian ini maka pengetahuan hakim dapat juga diartikan sebagai apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh hakim dalam persidangan. Misalnya : sikap, perilaku, emosional dan tindakan para pihak dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan hakim mengenai para pihak yang diperoleh di luar persidangan tidak dapat dijadikan bukti dalam memutus perkara.

B. Sistem Hukum Pembuktian Hukum Tata Usaha Negara

Ada perbedaan sistem antara sistem hukum pembuktian dalam hukum acara TUN dengan acara perdata. Dalam hukum acara TUN, dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, hakim TUN bebas untuk menentukan :[17]

1. Apa yang harus dibuktikan

2. Siapa yang harus dibebani pembuktian, hal apa saja yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim sendiri

3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian

4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan

Umumnya, sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara TUN adalah sistem “Vrij bewijsleer”, yakni suatu ajaran pembuktian bebas dalam rangka memperoleh kebenaran materiil. Apabila kita baca pasal 100 UU No.5/1986, maka dapatlah disimpulkan bahwa hukum acara TUN Indonesia menganut ajaran pembuktian bebas yang terbatas. Karena alat-alat bukti yang digunakan itu sudah ditentukan secara limitatif dalam pasal tersebut. Selain itu hakim juga dibatasi kewenangannya dalam menilai sahnya pembuktian, yakni paling sedikit 2 alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Sedangkan pembuktian dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formil.

III. KESIMPULAN

Macam-macam alat bukti di PTUN :

· Surat atau tulisan

· Keterangan ahli

· Keterangan saksi

· Pengakuan para pihak

Sesuai dengan pasal 100 UU No.5/1986 dapat disimpulkan bahwa hukum acara TUN itu menganut ajaran pembuktian bebas yang terbatas karena alat-alat bukti yang digunakan itu sudah ditentukan secara limitatif dalam pasal tersebut, begitu juga sesuai dengan pasal 107 UU No.5/1986 hakim dibatasi kewenangannya menilai sahnya pembuktian yaitu paling sedikit 2 alat bukti berdasarkan keyakinannya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Pitto, Prof., Pembuktian dan Kadaluarsa, cet.I, Intermasa, Jakarta, 1978.

Mukti Arto, Drs. H., SH., Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.

Rozali Abdullah, SH., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.

Sudikno Mertokusumo, Dr. SH., Hukum Acara Perdata Indonesia, cet. I., Yogyakarta : 1972.

Teguh Samudera, SH., Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung, 1992.

Undang-Undang No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Wicipto Setiadi, SH., MH., Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Suatu Perbandingan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Yos Johan Utama, SH., M.Hum., Kiat Berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Penerbbit UNDIP Semarang, t.th.

Catatan kaki;

[1] Pasal 100 UU No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

[2] Sudikno Mertokusumo, Dr. SH., Hukum Acara Perdata Indonesia, cet. I., Yogyakarta : 1972, hal. 100

[3] Pasal 101 UU No.5/1986

[4] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hal. 149

[5] Yos Johan Utama, Kiat Berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Penerbbit UNDIP Semarang, t.th., hal. 48

[6] Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung, 1992, hal. 57


[7] Pasal 102 UU No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

[8] Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 71

[9] Mukti Arto, op.cit., hal. 169

[10] lihat, pasal 91 UU No.5/1986 tentang PTUN

[11] lihat, pasal 92 ayat (1) dan 92) UU No.5/1986 tentang PTUN

[12] lihat, pasa; 93 UU No.5/1986 tentang PTUN

[13] Teguh Samudera, op.cit., hal. 64

[14] A. Pitto, Pembuktian dan Kadaluarsa, cet.I, Intermasa, Jakarta, 1978, hal. 150

[15] Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Suatu Perbandingan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 137

[16] lihat, pasal 106 UU No.5/1986

[17] lihat, pasal 107 UU No.5/1986