Mari tumpahkan air mata seluruh dunia Mari gelakkan tawa ke angkasa Menyentuh setiap hati dengan ujung penamu dan kelamin tintaku Akan ada banyak orang yang menunggu persenggamaan kita Mereka akan membentangkan kertas putih biru itu Ayolah,... ... ... ... ... ...
Rabu, 26 Agustus 2009
Hidup dan Mati
hidup tak kan berhenti seiring degupan jantung yang kian mengencang
sebab hidup ini begitu indah
begitu lengkap dengan perkakas-perkakasnya
di sini….
di rumah yang dibangun tuhan dengan cinta-Nya
rumah abadi
yang tak satupun mampu menghancurkan
sekalipun para dewa dan malaikat…
di rumah ini
aku bahagia
aku telah mencapai puncak tujuan dalam hidup dan matiku
di rumah ini…
tapi kau salah! (kata tuhan)
ternyata,
rumah itu tidak kekal!
rumah itu penuh bercak….
penuh kotoran dari sekian orang yang mengharapkan
penuh lumuran darah dari tangan-tangan mereka
tak sempurna
ya….
sekalipun rumah yang berada di atas neraka itu…
terlalu banyak orang menumpahkan darah
terlalu banyak orang terjebak egoisme
terlalu banyak orang tersesat
terlalu banyak orang menuding sesat
mereka rela berdesakan masuk
mereka rela antri
bahkan hingga ratusan tahun
hanya demi jatah kamar lusuh
sekalipun di bawah kolong meja emas
sekalipun dekat pintu selokan susu
sekalipun di pingggiran sungai yang semerbak
Sebab Sebuah Rumah di atas Neraka
rumah diatas neraka itu!
telah banyak menimbulkan derita
tapi banyak menumbuhkan cinta
sebab rumah itu
rumah impian…
rumah masa depan
aku pun tau itu
lantas?
bagaimana dengan neraka?
dan ternyata
tidak ada yang kekal dan abadi selain kasih-Nya
Saatnya Mahasiswa Kembali Bangkit
Dalam berbagai kesempatan telah banyak dikemukakan, bahwa mahasiswa merupakan agent of change/agent of control. Peristiwa 1998 yang merupakan unsur klimaks dari perjuangan mahasiswa di Indonesia telah menunjukkan bukti-bukti tersebut. Dalam kenyataannya, peran mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang berpendidikan dan berpengetahuan juga tidak dikesampingkan di sini. Gerakan mahasiswa 1998 yang berhasil menghimpun kekuatan bersama rakyat (social force) dan mampu menggulingkan rejim Soeharto telah membuka pengetahuan baru kepada kita. Ledakan-ledakan yang terjadi sejak tahun 1908 dengan berdirinya Organisasi Budi Utomo sekaligus dimulainya era perjuangan baru bangsa Indonesia, kemudian pada Oktober 1928 dengan adanya Sumpah Pemuda merupakan suatu pembuktian bahwa tanpa mahasiswa, Indonesia tidak akan pernah ada!! Sekali lagi Indonesia tidak akan pernah ada!!
Sebagai penegasan kembali, bahwa perjalanan pasca kemerdekaan baik pada masa ‘Orde Lama’ maupun Orde Baru meskipun tidak terlihat kemampuan yang menunjukkan adanya kemampuan“problem solving” tetapi setidaknya mampu membentuk suatu kebersamaan “solidarity making”. Dan efektifitas dari keterbatasan action semacam ini sekalipun belum mampu menghasilkan result yang sangat baik (sesuai harapan) tetapi setidaknya mampu melenyapkan kemungkinan yang lebih buruk. Dan atau hal terkecil yang paling kita rasakan adalah suasana baru (a new era), baik setelah turunnya Soekarno dengan Supersemar maupun setelah lengsernya Soeharto tahun 1998. Sebelum dilanjutkan pada bahasan selanjutnya mungkin sedikit “flashback” di atas mampu menggugah semangat kita ke depan, bahwa apa yang terjadi pada “difficult phases” tersebut bukan suatu keniscayaan bagi kita untuk mewujudkannya kembali apa yang mereka kerjakan.
Banyak kalangan menilai bahwa reformasi 1998 merupakan gerakan massa terbesar dalam sejarah Negara kita. Rejim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun dengan otoriteristik-nya, serta keterbatasan ruang gerak cendekiawan oleh todongan senjata karena kuatnya militer pada saat itu. Ternyata mampu digulirkan oleh kalangan demonstran yang terdiri dari para mahasiswa serta masyarakat dan tanpa senjata. Dan apakah gerakan ini menghasilkan? Ya..
Reformasi 1998 memang tidak dapat sepenuhnya lebih dibandingkan dengan moment-moment besar sebelumnya. Apalagi melihat kenyataan saat ini di masyarakat yang penuh dengan euphoria serta turunnya nilai-nilai moral dalam masyarakat. Ekonomi yang semakin mengkerdilkan nasib wong cilik serta semakin merajalelanya budaya korupsi sebagai warisan turun-temurun rejim Orba. Sungguh bukan itu yang kita harapkan dari reformasi 1998 yang gede itu.
Tanpa sedikit mengurangi rasa hormat atas jasa para pejuang 1998 tersebut. Kita sebaiknya sadar bahwa ini merupakan cambuk bagi kita., bahwa perjuangan 1998 bukan akhir dari segala-segalanya. Bahwa saatnya kita berjuang, membentuk kembali jiwa-jiwa pahlawan yang telah hilang dari peredaran bangsa Indonesia , guna membangun pribadi civitas academica yang dinamis dan progresif.
Menandai hadirnya masa-masa yang semakin suram ini, krisis multidimensi yang berkepanjangan, terutama krisis moral dan etika. Keadaan ini semakin dipersulit dengan komposisi mahasiswa yang pasca reformasi 1998 mengalami“low environment”. Sudah saatnya para mahasiswa bangkit tanpa menunggu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Persoalan-persoalan bangsa ini yang semakin pelik, ditambah berkurangnya perhatian pemerintah karena terlalu banyaknya permasalahan yang harus dipecahkan menuntut kita untuk turut serta membuat perubahan baru, gerakan baru serta semangat yang baru.
Tipe Perjuangan?
Memang tidak salah jika selain disebut sebagai agent of change, mahasiswa juga sering dikenal sebagai civitas academica. Hal ini menunjukkan betapa urgen-nya posisi mahasiswa dalam proses perjalanan suatu bangsa. Sebab selain sebagai generasi yang mampu bergerak progresif dan revolusioner, mahasiswa juga memiliki kemampuan untuk berpikir dinamis, kritis tetapi logis. Sehingga dalam menyikapi suatu persoalan bangsa hendaknya mampu memilah skala prioritas untuk menyusun kerangka arah perjuangan. Pimilihan unsur strategi ini sangatlah penting mengingat gejolak serta kondisi bangsa yang terus-menerus mengalami perubahan.
Di zaman pembangunan seperti sekarang ini, tentu yang lebih dibutuhkan adalah otak-otak yang mampu bekerja secara teknis, bukan sekadar bicara, retorika-retorika panas dan menggairahkan, terlebih-lebih kontak fisik. Cara-cara lama semacam itu mungkin masih cukup diperlukan (namun dalam skala relatif kecil) mengingat kecakapan utama yang menjadi kebutuhan saat ini adalah kecakapan “problem solving” bukan sekadar “solidarity making” seperti yang terjadi di masa-masa lalu. Artinya pribadi yang ulet, tekun, dan siap saing adalah lebih dibutuhkan saat ini daripada hanya sekadar ‘jargon-jargon palsu’ yang setiap harinya selalu memenuhi tampilan layar televisi serta halaman-halaman utama surat kabar.
Di sisi yang sama, Dr. Nurcholish Madjid (semoga rahmat Allah bersama beliau) pernah menulis bahwa “Model (perjuangan berkobar lewat pidato-pidato panas dan retorika bombastis) ini meskipun barangkali menarik untuk orang awam tetapi perannya dalam mencari pemecahan masalah masyarakat, umat, bangsa, dan negara sangat kecil”.
Hal ini membuktikan betapa kerangka berpikir yang strategis sangat sekali diperlukan untuk memecahkan masalah suatu bangsa. Inilah saatnya untuk mulai mengubah diri, agar tidak selalu berpangku tangan. Sebab sudah merupakan tanggungjawab kita sebagai insan akademis untuk melakukan perbaikan terhadap sistem (bukan penghancuran).
Di sisi lain, peran mahasiswa sebagai social transformator dalam perubahan harus memiliki orientasi yang jelas. Sebab tidak menutup kemungkinan, gerakan mahasiswa hanya akan dijadikan alat oleh elite politik terutama adanya indikasi saling tunggang-menunggang antar keduanya. Tidak dapat disangkali bahwa baik sebelum maupun sesudah runtuhnya rejim Orba banyak gerakan mahasiswa yang masih memiliki kebergantungan terhadap kaum elite (terutama parpol). Hal ini tentunya akan sangat sulit untuk menyatukan konsep-konsep maupun pemikiran-pemikiran ke arah yang sama sebab setiap organ memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Itulah sebabnya gerakan mahasiswa pada masa-masa sekarang ini cenderung tidak memiliki kemampuan yang penuh untuk berpikir dinamis, kritis dan logis.
Menghilangkan sikap apatis mahasiswa sebagai ‘tugas tambahan’ yang perlu diperhatikan memang bukan hal yang mudah namun tetap menjadi suatu keharusan. Begitupula pembentukan gerakan mahasiswa yang independent secara hakiki, artinya tidak bergantung kepada apapun dan siapapun. Sebab paradigma-paradigma untuk tidak ambil bagian dalam upaya “berdemokrasi sehat” akan mengakibatkan alpha-nya pihak pemerintah dalam mengemban amanah dan kewajiban mengurus umat. Jika pada Reformasi 1998 kalangan mahasiswa mampu memunculkan musuh bersama serta menyongsong misi mengembalikan kedaulatan rakyat maka sekaranglah saatnya untuk kembali meluruskan arah kedaulatan serta hak-hak rakyat yang mulai tercecer. Jika saat reformasi kita memiliki musuh yang jelas yaitu rejim Orba, maka pada fase kali ini kita dihadapkan pada musuh yang lebih berat, yang tak terlihat, dan sangat menyengsarakan, bahkan tikus-tikus penentang Orba di saat reformasi sekalipun bisa menjadi musuh yang sangat mematikan bagi pergerakan. Oleh sebab itu, independensi dari masing-masing gerakan mahasiswa amat diperlukan dan harus dikembalikan dalam rangka pengembalian harga diri serta kehormatan mahasiswa dan untuk pemecahan permasalahan bangsa. Sudah saatnya, gerakan-gerakan ini mulai melepaskan diri secara substansi dari kongkongan politik praktis apalagi ketergantungan akan modalitas yang menimbulkan perpecahan sesama gerakan. Akhirnya diharapkan mahasiswa mampu memadukan serta menyatukan visi-misi dalam koridor yang jelas dan tersistem agar mampu menghasilkan output yang maksimal.
Di moment yang besar ini, mari sejenak kita jadikan renungan bersama:
Mahasiswa di masa lalu, tepatnya tahun 1908 berani mengubah haluan perjuangan bersenjata (yang sebelumnya bersifat kedaerahan) menjadi perjuangan berskala nasional yang lebih halus dengan dibentuknya organisasi Budi Utomo. Kemudian 20 tahun berselang giliran mahasiswa kembali menorehkan sejarah awal ‘pembentukan’ bangsa Indonesia yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Selang 80 tahun setelah Sumpah Pemuda, tepatnya Mei 1998 giliran mahasiswa kembali mencapai prestasi puncaknya dalam memperjuangkan kebebasan rakyat melalui gerakan Reformasi-nya. Sudah saatnya kita mengukir sejarah baru. Menghilangkan sikap apatis mahasiswa. Begitupula pembentukan gerakan mahasiswa yang independent secara hakiki, artinya tidak bergantung kepada apapun dan siapapun. Sebab paradigma-paradigma untuk tidak ambil bagian dalam upaya “berdemokrasi sehat” akan mengakibatkan alphanya pihak pemerintah dalam mengemban amanah dan kewajiban mengurus umat.
Jika pada Reformasi 1998 kalangan mahasiswa mampu memunculkan musuh bersama (common enemy) serta menyongsong misi mengembalikan kedaulatan rakyat maka sekaranglah saatnya untuk kembali meluruskan arah kedaulatan serta hak-hak rakyat yang mulai tercecer. Jika saat reformasi kita memiliki musuh yang jelas yaitu rejim Orba, maka pada fase kali ini kita dihadapkan pada musuh yang lebih berat, yang tak terlihat, dan sangat menyengsarakan, bahkan tikus-tikus penentang Orba di saat reformasi sekalipun bisa menjadi musuh yang sangat mematikan bagi pergerakan. Oleh sebab itu, independensi dari masing-masing gerakan mahasiswa amat diperlukan dan harus dikembalikan dalam rangka pengembalian harga diri serta kehormatan mahasiswa dan untuk pemecahan permasalahan bangsa. Sudah saatnya, gerakan-gerakan ini mulai melepaskan diri secara substansi dari kongkongan politik praktis apalagi ketergantungan akan modalitas yang menimbulkan perpecahan sesama gerakan.
Minggu, 23 Agustus 2009
Cara Mengelolah Migas di Era Bung Karno
Cara Mengelolah Migas di Era Bung Karno |
Menjadi Oposisi Ideologis

Menjadi Oposisi Ideologis |
Pada saat dan tempat yang sama, pengamat ekonomi Aviliani menyatakan dengan tegas bahwa oposisi yang kelak terbangun harus dapat merancang APBN-nya sendiri. Oposisi jangan berjalan tanpa solusi, juga jangan berbuat setengah-setengah, seperti pada kasus PDI-P dan proyek BLT. Seruan komisaris perempuan Bank Rakyat Indonesia ini tak lain adalah seruan yang juga ideologis—demi profesionalisme oposisi.
|
KAMPUS DALAM SEMANGAT SEMU
Hidup segan mati tak mau begitulah nasib 60% perguruan tinggi di negeri ini, persaingan untuk merebutkan mahasiswa merupkan salah satu dari dari sekian factor pokok yang paling kenntara, perasaan was-was dan cemas selalu menghantui para pengelola pendidikan di Negari ini, apa yang menjadi pokok keresahan ini, UU BHP, undang-undang hasil ratifikasi dari perjanjian GATS (General Agreement On trade Service). Inilah penyebab utamanya. Pelaksanaan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan selambat-lambatnya dalam enam tahun mendatang akan mendorong perguruan-perguruan tinggi swasta aktif melakukan merger satu sama lain. Tujuannya, untuk memperkuat modal dan sumber daya guna bertahan dalam persaingan. Persaingan antarperguruan tinggi pasca implementasi UU BHP bakal lebih ketat. Ini disebabkan diperbolehkannya modal asing untuk masuk, meskipun harus lewat dasar kerjasama dengan perguruan tinggi lokal. Ancaman pailit atau penutupan badan hukum pendidikan senantiasa membayang-bayangi perguruan tinggi yang tidak dapat bertahan. Apalagi, di PTS, soal dukungan pembiayaan dari pemerintah masih belum ditegaskan. Kasus Universitas Wyana Mukti adalah contoh aktualnya. Dan dari sekitar 478 PTS yang ada di Jabar-Banten, 40 persen di antaranya dalam kondisi kurang sehat. Begitu juga kasus beberapa perguruan tinggi di kota yogyakarta sebagai kota pendidikan. Ketentuan soal merger ataupun alih kelola ini selanjutnya akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah.
Lalu pertanyaannya kenapa saat ini perguruan tinggi kita harus diperdagangkan sementara dalam batang tubuh undang undang dasar kita mengamanatkan segala warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan bahkan lebih tegas lagi alinea ke 4 pembukaan undang-undang dasar 1945 mengamanatkan pendidikan sebagai kewajiban integral negara (melindungi seluruh tumpah darah dan bangsa, mensejahterakan seluruh kehidupan bangsa mencerdaskan kehidupan bangsa dan membantu perdamaian abadi dunia). Hal ini diakibatkan karena Tema sentral UU BHP tersebut adalah komersialisasi pendidikan di Indonesia. Secara lebih rinci coba saya paparkan jadi International Conference on Implementing Knowledge Economy Strategies di Helsinki, Finlandia pada bulan Maret 2003, telah melahirkan apa yang disebut Knowledge Economy. Konsep ini adalah hal baru di sektor pendidikan yang dipakai di negara-negara dunia pertama. Apakah Knowledge Economy? Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya, maka industri di negara-negara maju membutuhkan kualifikasi buruh yang tidak saja terampil di bidangnya, namun juga mampu menguasai sistem teknologi dan informasi yang dipakai secara luas dalam dunia profesional Konsep Knowlegde Economy kemudian ditindak lanjuti dengan pertemuan WTO (World Trade Organisation) yang menghasilkan kesepakatan bersama antar negara-negara yang tergabung dalam WTO. Kesepakatan itu dirangkum dalam GATS (General Agreement On trade Service) yang menghasilkan keputusan cukup controversial bagi negara-negara dunia ketiga yaitu komersialisasi pendidikan atau pendidikan dimasukkan dalam bidang jasa yang layak untuk diperjualbelikan atau diperdagangkan. Dan parahnya lagi, Indonesia meratifikasi kesepakatan tersebut. Follow up atau tindak lanjut dari ratifikasi kesepakatan tersebut dengan membuat Undang Undang mengenai Badan Hukum Pendidikan. Yang sasaran utama dari UU BHP ini adalah perguruan tinggi di seluruh indonesia. Jadi kalau saya boleh menarik kesimpulannya UU ini merupakan hasil ratifikasi pemerintah terhadap General Agreement On trade Service (GATS) WTO tentang jasa pendidikan. Padahal WTO merupakan salah satu organisasi dari negara-negara imperialis dan koorporasi-koorporasinya telah menyeret jutaan rakyat di belahan dunia dalam kemiskinan dan keterbelakangan Lalu bagaimana pula dengan kondisi mahasiswa di indonesia, setali tiga uang dengan nasib perguruan tinggi di negeri kita mahasiswa pun demikian meskipun krisis yang dialami mahasiswa kita lebih pada idiologi yang telah diporakporandakan oleh globalisasi. Meskipun Berbicara tentang mahasiswa seharusnya kita tidak akan lepas dari sebuah jargon "Perubahan" yang selama ini selalu sebagai garda depan pendobrak segala bentuk perubahan di negeri ini. Namun pada akhir-akhir ini jargon tersebut sepertinya sudah mulai asing di telinga kita. Sekarang mahasiswa hanyalah "Sekedar bahasa gaul yang tanpa makna" . Kalau kita mau bicara jujur sebenarnya kehidupan mahasiswa sekarang justru mengasingkan mahasiswa dengan apa yang disebut dengan mahasiswa sendiri. Kuliah yang seharusnya membawa mahasiswa menemukan jati dirinya ternyata menyebakkan mahasiswa dalam sebuah kesenjangan Kuliah pun membuat mahasiswa terpasung dalam diafragma kekaburan dan kamuflase maya sehingga mahasiswa tidak dapat melihat realita didepan mata dengan jernih. Kuliah kini hanya mengajarkan mahasiswa dalam sebuah paradigma hidup yang individualistik dan materialistik. Dan akhirnya kampus benar-benar menjadi arena pertarungan manusia-manusia yang hanya memburu selembar ijazah sebagai alat legitimasi sosial. Mahasiswa bukan belajar dari refleksi kenyataan hidup sehar-hari melainkan pola-pola egoistik yang hanya mementingkan diri sendiri sehingga menciptakan jenius-jenius yang tidak mengenal masyarakatnya sendiri. Kita harus jujur bahwa sistem pedidikan kita adalah sistem pedidikan feodal. Cara berpikir yang apatis, membuat mahasiswa kurang bergairah dalam berorientasi dalam menemukan jatidirinya. Mahasiswa hanya berpikir datang ke kampus, pulang, makan dan tidur.Pokoknya bagaimana cepat lulus meski tidak balance dengan pengetahuan yang diperolehnya. Padahal kesemuanya itu adalah penjajahan secara idiologi dan nurani. Saatnyalah mahasiswa bangkit dan bergerak dari keterpurukan dan mencoba 'melek' terhadap fenomena sosial di sekitarnya, marilah kita kembali merenungkan dan merekonstruksikan, sebenarnya makna apa yang tersirat dan tersurut dari status kita sebagai mahasiswa. Haruskah kita diam ditempat dengan bahasa gaul yang kini sudah tak bermakna ini atau kita mencoba menggurat lembaran sejarah baru serta mencoba menorehkan sehingga kita dapat menemukan arti sejati dari makna mahasiswa.Kenapa harus muncul menara gading. Kuliah yang seharusnya dapat membawa mahasiswa menemukan jati dirinya ternyata menjebakkan mahasiwa dalam sebuah kesenjangan antara tradisi sendiri dengan dunia medernitas. Kuliah pun membuat mahasiswa terpenjara dalam benteng-benteng yang kokoh sehingga mahasiswa tidak dapat melihat realitas dengan jelas. Mahasiswa belajar dari atas,tapi bukan dari refleksi kenyataan hidup sehar-hari Memang lahir orang-orang pintar tapi orang pintar yang tidak mengenal masyarakatnya sendiri. Diakui bahwa sistem pedidikan kita adalah sistem pedidikan yang elite yaitu pola pendidikan kolonial Belanda yang ditujukan untuk mengisi jabatan dalam birokrasi pemerintahan. Usaha dalam proses penyadaran semestinya dilakukan sejak awal dari mahasiswa bahwa bagaimanapun posisi mahasiswa pada suatu saat pasti akan muncul kelompok elite yang akan memperkokoh struktur kekuasaan yang baru. Gerakan intelektual ini harus dijaga kelangsungannya mulai dari pra sarjana sampai pasca sarjana. Dasar utama gerakan intelektual adalah,mengenal masyarakat ,mengikuti perkembangan bangsa dan melakukan komunikasi intelektual dengan sesama serta menyalurkan aspirasi rakyat melalui media yang ada. Jika ini terlaksana maka akan mempertinggi mutu kemahasiswaan dalam keberadaanya secara keseluruan. Ayo perguruan tinggiku bangkit, mahasiswa temukan jati diri, kembalikan pendidikan untuk rakyat, bukankah tujuan pendidikan selain mencerdaskan kehidupan bangsa adalah membangun peserta didik menjadi manusia sosial yang berjiwa merdeka, berjiwa kerakyatan, berjiwa kebangsaan, demokratis dan berjiwa kekeluargaan menurut kihadjar dewantara. Jadi selamatkan kampus dan mahasiswa kita, lebih luasnya anak bangsa ini. Jangan biarkan kampus dalam semangat semu. CABUT UU BHP. |
Rabu, 19 Agustus 2009
Buat Bunda_ku Tercinta,...
Bagaimana kabarmu hari ini bundaku sayang, moga sehat wal afiaat seperti biasa. Anakmu disini sangat merindukanmu. Kini aku merasakan betapa sedihnya hidup jauh darimu. Demi cita-citaku dan cita-cita bunda kujalani semua dengan ikhlas.
Bunda ku sayang, tidak terasa sudah 23 tahun aku lahir dibumi ini. kuterlahir atas perjuanganmu menahan semua sakit yang bunda rasakan sejak awal kehadiranku dalam rahimmu sampai aku terlahir keduania. Dengan kasih sayang, perhatian dan ketulusanmulah aku tumbuh menjadi manusia sempurna saat ini. Sepanjang hidup aku merasakan cinta dan do’a bunda yang terbukti menjadi energi tak terbatas yang tak pernah kehabisan cahaya dalam setiap langkah dan gerakku. dengan didikanmu aku menjadi tegar, dengan doamu aku menjadi kuat dan dengan pengorbananmu aku menjadi optimis menghdapi masa depanku.
Bundaku sayang, kini aku beranjak dewasa, tapi cintamu tak pernah berkurang sedikitpun untukku. Walau aku sering membantahmu, walau aku sering melukaimu. Tapi mengapa aku tetap dihatimu. Bunda, betapa lembut hatimu selembut tiupan angin ditepi pantai.
Maafkan aku bundaku sayang. Bunda betapa jasa-jasamu tak dapat ku balas, engkau telah mendidikku hingga kini aku menjadi begitu berharga dalam hidupmu. Masih melekat dalam ingatanku akan janjimu untuk menyekolahkanku sampai aku sarjana. Aku akan terus berjuang untuk mewujudkan cita-citamu itu dan demi kebaikan masa depanku. Semuanya kulakukan karna cintaku padamu. Engkau telah banyak berkorban untukku tiada hingga. Do’amu tulus yang tiada henti dan perhatianmu yang tiada ujung. Engkaulah wanita terhormat dan berhati mulia.
Maafkan aku bundaku, terkadang lidah ini kelu untuk berkata bahwa aku mencintaimu. Maafkan aku karna sering menyakitimu, aku hanya pandai meminta tanpa peduli dengan hatimu. Sekali lagi maafkan aku bunda.
Bunda hanya lewat tulisan dan tetesan air mata ini yang dapat menjadi saksi bahwa aku mencintaimu, Bunda engkaulah malaikat yang menyegarkan rumah dan menebarkan kehangatan dalam hatiku. Matamu memancarkan cahaya cinta dan kasih sayang yang tidak pernah aku dapatkan diluar sana.
Kuberharap bunda sehat selalu, kuberharap suatu hari nanti engkau bisa tersenyum dengan keberhasilanku mencapai cita-citaku yang begitu bunda harapkan dariku.
Anakmu yang mencintaimu
Fahruddin Fitriya
Selasa, 04 Agustus 2009
Biarkan aku melupakan mu
kenapa kau slalu datang dengan senyuman itu
kenapa bayang mu slalu menghantui ku
kenapa kau buat semua menjadi hancur dan seolah-olah kau tiada punya salah.
ku mohon,,!
jangan ganggu hidup ku lagi.
biar kan aku belajar melupakan kenangan itu
biar kan aku belajar membenci mu
hanya itu yang ku minta dari mu tak lebih..dan jangan kau tanya kenapa?..
karna itu memang yang harus ku lakukan
demi kebahagiaan mu dan lelaki pilihan mu.
sakit....
sakit memang ku rasa
tapi dangan demikian mungkin aku akan merasakan
sedikit ketenangan dalam hidup ku
dan mungkin akan bisa tau arti dari cinta yang sesungguh nya.
Apakah anda sudah belajar???
Aku belajar, bahwa butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan dan hanya beberapa detik saja untuk menghancurkannya
Aku belajar, bahwa sahabat terbaik bersama_ku dapat melakukan banyak hal dan kami selalu memiliki waktu terbaik
Aku belajar, bahwa orang yang aku kira adalah orang yang jahat justru adalah orang yang membangkitkan semangat hidup_ku kembali serta orang yang begitu perhatian pada_ku
Aku belajar, bahwa persahabatan sejati senantiasa tumbuh walau dipisahkan oleh jarak yang jauh, beberapa diantara_nya melahirkan cinta sejati
Aku belajar, bahwa jika seseorang tidak menunjukkan perhatian seperti yang aku inginkan bukan berarti bahwa dia tidak mencintai_ku
Aku belajar, bahwa sebaik-baiknya pasangan itu, mereka pasti pernah melukai perasaan_ku dan untuk itu aku harus memaafkanya
Aku belajar, bahwa aku harus belajar mengampuni diri sendiri dan orang lain, kalau tidak mau dikuasai perasaan bersalah terus-menerus
Aku belajar, bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pribadi_ku, tetapi aku harus bertanggung jawab untuk apa yang telah saya lakukan
Aku belajar, bahwa dua manusia dapat melihat sebuah benda, tetapi terkadang dari sudut pandang yang berbeda
Aku belajar, bahwa tidaklah penting apa yang saya miliki, tetapi yang penting adalah siapa saya ini sebenarnya
Aku belajar, bahwa tidak ada yang instant atau serba cepat di dunia ini, semua butuh proses dan pertumbuhan, kecuali aku ingin sakit hati
Aku belajar, bahwa aku harus memilih apakah menguasai sikap dan emosi atau sikap dan emosi itu yang manguasai diri_ku
Aku belajar, bahwa aku punya hak untuk marah, tetapi itu bukan berarti aku harus benci dan berlaku bengis
Aku belajar, bahwa kata-kata manis tanpa tindakan adalah saat perpisahan dengan orang yang aku cintai
Selamat belajar, semoga anda cepat sadar,…
Senin, 03 Agustus 2009
Cinta Butuh Dewasa
Jikalau ku mengenang jejak, ada satu pelajaran berharga yang kudapat: Cinta Butuh Dewasa.
Dulu, aku pertama mengenal cinta yang dapat kupahami secara kasat. Aku mampu memberikan cinta, aku mampu menelepon cinta, aku mampu tertawa bersama cinta. Hingga prahara datang, membordirku dalam bentuk yang tidak lagi kupahami.
Sadar. Cinta telah hilang.
Pernah kutanyakan pada cinta, “apakah engkau membutuhkan aku menjadi dewasa? Sungguh aku tidak dewasa.”
Cinta tersenyum. “Tidak.” Begitu katanya.
Awalnya aku paham cinta adalah jujur, hingga ketika prahara datang bahwa semua adalah dusta. Ternyata, cinta butuh dewasa.
Dewasa datang bak hantu blawu. Seperti gundorowo. Aku takut, aku tak berani menyerangnya. Aku ingin cinta bahagia, makanya aku diam. Aku tahu, cinta butuh dewasa.
Aku berlari ke belakang, aku takut. Aku bingung ketika cinta bilang, “kamu jangan lagi menghubungiku, ya!”
Setelah mendapatkan tempat gelap yang nyaman, aku baru mulai bernafas. Mampu ku dengar nafasku sengal-sengal.
Tempat itu gelap. Pengap. Sunyi. Sepi. Namun aku nyaman. Tempat yang cocok untuk melupakan cinta. Tapi aku salah, cinta selalu ada tak pernah terlupa.
Aku baru tahu bahwa aku masih sayang cinta. Saat mendengar namanya disebut, dadaku berdebar, wajahku merah. Aku rindu. Aku kangen cinta.
Tapi cinta tidak butuh aku. Cinta cuma butuh dewasa. Cinta telah mendapatkan seseorang itu. Cinta sekarang telah bersama dewasa.
Aku benci dewasa, tapi aku tak bisa bilang. Aku takut cinta sakit hati, kalau kukatakan aku benci dewasa. Aku ingin cinta bahagia, selalu kukatakan. “Tak peduli pria di depanmu yang kau ikuti, aku tetap ada di belakangmu, mendorongmu, dengan cara yang tidak pernah kau duga.”
Langit biru, awan masih tetap putih. Bias lautan yang terpantul di atmosfir bumi, sungguh keindahan yang selalu ditulis oleh para pujangga. Langit lantas hitam ketika malam bermuara di tepian, ketika cahaya telah lari ke sebelah.
Untuk cinta, aku tetap cinta.
Pagi tadi, dari awal aku bangun, aku terus memikirkan cinta. Namanya selalu kueja pelan. Aku tidak tahu, apakah dia sudah lupa aku? Dia terlalu membenci aku. Dikatanya, semua hinaanku tak akan pernah dia lupa.
Aku salah. Aku terlalu cinta. Aku tidak dewasa.
Dia adalah pengalaman yang tak pernah ku lupa. Cinta adalah pertamaku saat berjalan bersama. Cinta adalah ruhku.
Cinta bilang, dewasa itu indah. Aku tersenyum. Aku bahagia karena cinta bahagia. Aku menangis karena cinta menangis. Karena aku cinta.
Sekarang, sedikit-sedikit aku belajar berdiri. Tertatih berjalan dengan dua kaki. Menegakkan punggungku. Aku katakan pada cinta melalui tulisan-tulisanku, “aku ingin melamar bidadari.”
Aku belajar menjadi dewasa. Aku tidak ingin lagi hilang cinta karena dewasa. Karena: CINTA BUTUH DEWASA.
Kadang cinta-pun butuh arah
Kau tahu?
ingin rasanya kugulung seluruh bumi
atau kukeringkan samudera
hingga dunia semuanya sahara
namun belumlah cukup
bagaimana rasanya cinta menjadi prahara
Kau tahu?
everest yang menjulang
atau atlantik yang dalam
itu belum cukup untuk menggambarkan
semua cintaku dari hati terdalam
bahkan tujuh langit seolah tak berarti
atau bayu yang mengitari bumi
sungguh, cinta ini teramat dalam
Kau tahu?
apa yang kukenang tentangmu
tak akan mampu luntur
walau kita berpisah
dan mungkin kelak berlainan arah
atau saat kita sama-sama telah rabun dan menua
cintaku padamu masih tetap terjaga
Kau tahu?
aku mungkin telah salah
inginku kuat mengubah arah
namun aku tak ingin kau pincang akan arah
cinta tak terlalu logis untuk semua masalah
andai mereka-mereka tahu,
bahwa cinta pun memiliki arah
Kuharap,
hidup memberi kita pilihan yang terbaik
yang mungkin teramat sulit
bahkan terlalu mudah menelan racun
namun cinta tak terlalu logis untuk semua masalah
Cinta adalah persatuan,
namun aku teramat bingung
bagaimana jalan cinta berpikiran
mengutak-atik kau dan aku
hingga sepele pun menjadi masalah
sudah kukatakan,
cinta tak terlalu logis untuk semua masalah
Mungkin jalan kita telah ada yang salah
mungkin ego kita tak pernah mau kalah
menyatukan dua kepala dalam satu arah
bagaimana?
haruskan cinta kalah atau kita yang mengalah
Kau tahu?
Hanya ada satu kalimat untukmu dalam seluruh nafasku
sayang, aku cinta kamu
Aku Berpikir
Aku berpikir tentang keegoisan dan privacy
Aku berpikir tentang harga diri dan semangat
Aku berpikir tentang kebenaran dan rasa takut
Aku berpikir tentang kepedulian dan kekikiran
Aku berpikir tentang kebetulan dan takdir
Aku berpikir tentang kelembutan dan kekerasan
Aku berpikir tentang manfaat dan kemubaziran
Lalu semuanya terhenti seketika kala aku samapai pada ingatan tentang kehidupan dan kematian.
Tapi aku masih saja berpikir tentang semua itu bahkan kematian sendiri yang selalu menjadi teka-teki. Aku percaya bahwa perjalanan ini akan diakhiri dengan istirahat yang begitu panjang. Yang waktunya takkan pernah terhitung oleh stopwatch.
Tapi bukankah aku masih bisa berpikir dan mempertanyakan tentang semua itu ketika Yang Maha Esa masih menganugerahiku napas? Tetapi mengapa sebagian orang melarangku untuk melanjutkan jalan pikiranku ke arah yang akau kehendaki? Apakah berpikir itu dibatasi? Yang aku tahu bahwa selama kita tidak berpikir tentang Zat Allah, itu sah saja. Atau aku yang belum tahu ilmunya?
Aku dikatakan liberal karena aku sering tidak tunduk pada aturan. Tapi aku masih mengerti bahwa peraturan itu dibuat untuk ditaati bukan untuk dilanggar. Tetapi jika peraturan itu masih monoton? Apa bisa disebut sebagai sebuah proses pendisiplinan yang menyenangkan. Peraturan itu hanya akan membuat yang diberi menjadi jenuh dan akan semakin melanggar. Kenyataannya peraturan hanyalah seonggok tulisan dan ucapan tak bermakna.
Sempat Rasa Ini Jadi Milikmu
Dulu di suatu waktu, di titian masa, dalam belenggu realita
Aku mencintaimu serupa aku membencimu
Aku membencimu serupa aku mencintaimu
sempat, sekali sua, lalu jumpa selanjutnya
kuungkap suatu makna, menjadi sesuatu yang susah kuartikan
sempat, pada kesempatan di depan sosokmu, di depan wajahmu, aku menatap
adakah kesempatan itu ikut kau ciptakan?
Dulu, di suatu waktu, di titian masa, dalam belenggu realita
rasa, menetap di dasar hati dan enggan untuk beranjak
kuusir namun mengejar
rasa, mengoyak logika namun kunikmati
kuobati namun justru bersarang
adakah rasa itu pernah kau cerna?
Dulu, di suatu waktu, di titian masa, dalam belenggu realita
ini, kuartikan sebagai cinta
ini, kuartikan sebagai buah rasa
ini, kuartikan sebagai proses
ini, kuartikan sebagai pelajaran
ini, kuartikan sebagai rencana
ini, kuartikan sebagai mimpi
ini, kuartikan sebagai bencana
ini, kuartikan sebagai kebohongan
ini, kuartikan sebagai penantian
ini, kuartikan sebagai kebodohan
ini, kuartikan sebagai pembuka pikiran
adakah kau sempat mengartikan semua ini?
Dulu di suatu waktu, di titian masa, dalam belenggu realita
jadi, kunikmati apa yang kusebut cinta
jadi, kucicipi apa yang kusebut buah rasa
jadi, kupahami apa yang kusebut pelajaran
jadi, kupelajari apa yang kusebut rencana
jadi, kugapai apa yang kusebut mimpi
jadi, kuantisipasi apa yang kusebut bencana
jadi, kuungkap apa yang kusebut kebohongan
jadi, kuberdoa untuk apa yang kusebut penantian
jadi, kusesali apa yang kusebut kebodohan
jadi, kusaring apa yang kusebut sebagai pembuka pikiran
adakah kau menjadikannya sama denganku?
Dulu di suatu waktu, di titian masa, dalam belenggu realita
milikmu, rasa itu
milikmu, keputusan itu
milikmu, jawab itu
dan aku? aku hanya diam dan berkata dalam hati "SEMPAT RASA INI JADI MILIKMU"