Senin, 02 Februari 2009

Galang Persatuan Nasional!Tanggalkan Perbedaan dan Gali Persamaan

Galang Persatuan Nasional!Tanggalkan Perbedaan dan Gali Persamaan

arah.jpgLagi-lagi masih seperti kesimpulan yang lalu: selain menyebabkan kehancuran industri nasional, sulitnya akses kehidupan (pendidikan, kesehatan, dan rekreasi), dan kerusakan daya beli rakyat (akibat kenaikan harga-harga), struktur ekonomi neoliberal juga telah semakin melapangkan jalan pengerukan kekayaan alam nasional oleh Modal asing. Gemuknya pasar uang dan perbankan nasional (karena ditopang oleh dan kebijakan ekonomi makro suku bunga tinggi) tidak membawa perbaikan sedikit pun pada sektor riil (industri). Liberalisasi hanya menambah tinggi tingkat konsumtivisme rakyat (terutama terhadap komoditi impor: hp, motor, tekstil, dsb). Produktivitas semakin menurun tetapi konsumtivisme semakin meningkat.


Negara yang dipimpin SBY ini masih juga enggan melakukan reformasi birokrasi secara nasional (memberantas ekonomi biaya tinggi) untuk meringankan beban industri nasional. Langkah yang dilakukan malahan melelang (privatisasi) puluhan industri strategis nasional -dengan alasan klasik: penggalian dana dan perbaikan manajemen. Padahal reformasi birokrasi sudah menjawab soal perbaikan manajemen, sedangkan renegosiasi utang menjawab soal penggalian dana segar.

Pengerukan kekayaan alam nasional oleh korporasi asing tak kunjung juga berhenti, malah semakin masif. Perlu diketahui, saat ini modal dari Cina, India, Malaysia, Thailand pun semakin meramaikan perampokan kekayaan mineral, migas, dan batubara dari bumi Indonesia. Sementara itu rakyat dan industri dibiarkan merana kekurangan pasokan energi. Tidak ada alasan. Negara sudah harus melihat bahwa jawaban untuk pemenuhan energi nasional adalah dengan melakukan renegosiasi kontrak dengan seluruh korporasi tambang.

Kenaikan harga minyak dunia (yang hakekatnya adalah perlawanan politik negara-negara eksportir minyak dunia ketiga terhadap hegemonik AS) adalah malapetaka bagi masyarakat global. Tetapi seharusnya tidak bagi Indonesia. Analisa ekonom senior, Kwik Kian Gie, telah membuktikan bahwa Indonesia malahan diuntungkan dengan situasi ini. Namun, memang telah diduga, SBY meresponnya dengan mencabut subsidi BBM -dengan segala konsekuesi ekonomi politiknya (seperti: kehancuran sektor riil dan menurunnya daya beli rakyat). Seperti yang diramalkan kemudian, datanglah pasang politik merespon kebijakan tidak populer Negara.

Pasang politik merespon pencabutan subsidi BBM telah mendorong sebagian besar spektrum gerakan demokratik beroposisi keras terhadap Negara. Cukup keras karena (bagusnya) sebagian elit oposan Negara yang pro Kemandirian Bangsa ikut menggalang barisan bersama. Sebut saja: Rizal Ramli, Amin Rais, Drajat Wibowo, (serta di kalangan mantan perwira militer) Hendropriyono, Wiranto, Prabowo dll. Hanya saja, karena elit-elit tersebut masih ragu (terutama terhadap gerakan massa), polarisasi politik menuju pada sebuah persatuan nasional belumlah jelas.

Demi membendung pasang politik yang dipimpin oleh Persatuan (ragu-ragu) antara sebagian elit nasionalis dan gerakan demokratik, selain memberikan konsesi-konsesi ekonomi (BLT, BKM, dsb), Negara juga berupaya mem-booming isu pluralisme: kasus FPI di Monas. Kedua taktik tersebut kembali sukses besar (ingat: booming RUU-APP dan BLT 2005). Duh, gerakan demokratik kembali jatuh pada lubang yang sama. Luar biasa licik ternyata rezim negara kali ini.

Galang Persatuan Mengikuti Arah Angin 2009

Tidak perlu menangisi kekalahan dari SBY. Saat ini arah angin politik nasional sedang berhembus keras ke proses elektoral 2009 -proses perebutan kekuasaan negara. Suka atau tidak suka, rakyat secara mayoritas masih mempercayai proses politik lima tahunan ini. Yang tidak percaya hanyalah yang sudah terlalu apatis cenderung fatalis. Karenanya gerakan demokratik harus lebih mampu bersikap bijak terhadap proses elektoral nasional yang sudah dimulai saat ini selama setahun ke depan. Jangan tidak memiliki andil apapun lagi, seperti pada proses elektoral 2004.

Pada pemilu parlemen 2004, Partai Golkar menang. Sedangkan pemilu presiden (eksekutif) dimenangkan oleh Partai Demokrat dan Golkar. Kedua kekuatan politik itulah yang sejatinya diberikan mandat oleh AS untuk menyukseskan sistem ekonomi neoliberalisme di Indonesia sampai 2009. Dukungan AS pun tidak disia-siakan. Selama 4 tahun SBY sukses sebagai figur negarawan jujur dan simpatik; sedangkan Partai Golkar sukses menghimpun kekuatan ekonomi (melalui Aburizal Bakrie, Jusuf Kalla, dan Surya Paloh). Inilah akibat dari tidak turut campurnya gerakan demokratik pada proses politik 2004. Kekuatan politik antek Neoliberal adalah musuh gerakan demokratik. Merekalah para penggadai bangsa; anti kemandirian nasional. Gerakan demokratik harus memblejeti kedua kekuatan politik tersebut di seluruh lapangan politik elektoral 2009.

Mengikuti arah angin 2009 dengan jalan menjadi peserta politik elektoral adalah harga mati. Tanpa tiket kepesertaan, mustahil kita dapat berbuat banyak di panggung lima tahunan ini; mustahil pula kampanye pemerintahan baru; haluan ekonomi baru; dan presiden baru dapat meluas. Karenanya tugas praktis kekuatan demokratik saat ini adalah bekerja sama membangun persatuan dengan kekuatan politik yang telah lolos menjadi peserta pemilu. Setidaknya kali ini gerakan demokratik dapat memiliki perwakilannya di parlemen (daerah sampai pusat) dan menggandeng figur alternatif bakal calon presiden 2009 (semisal: Rizal Ramli).

Harus disadari bahwa gerakan demokratik masih kecil, sedangkan problem pokok nasion sangat besar: kemandirian bangsa vs dominasi (baca: penjajahan) asing. Karena itu gerakan demokratik tidak boleh menutup diri terhadap persatuan nasional dengan elemen-elemen lain, melainkan harus menjadi elemen yang paling aktif menggalangnya. Elemen lain di luar gerakan demokratik, seperti: militer (termasuk itu purnawirawan), pengusaha nasional, akademisi, polisi, elit politik, budayawan, dsb yang pro terhadap kemandirian bangsa adalah sekutu utama yang wajib dirangkul. Hilangkan keraguan, ayo galang persatuan! Tanggalkan segala perbedaan dan gali persamaan.

Tidak ada komentar: