Senin, 06 April 2009

VISI 2030; Mungkinkah Mimpi Jadi Kenyataan?!

VISI 2030; Mungkinkah Mimpi Jadi Kenyataan?!

posisi.jpg Realitas Ketidakmampuan SBY-JK Bermimpi menjadi orang besar tentu hak semua orang. Tidak memandang siapapun dia, termasuk di sini tentu saja mimpi sebuah bangsa. Setiap negara bisa membuat road map pembangunan bangsanya untuk mengejar cita-cita menjadi negara maju.
Toh, dulu Soekarno pernah menganjurkan kita untuk bermimpi setinggi-tingginya karena itu bukan sesuatu yang mustahil untuk didapatkan. Persoalannya sekarang adalah seberapa realistis mimpi-mimpi itu bisa kita wujudkan; seberapa besar syarat-syarat yang kita ciptakan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Mimpi akan menjadi kenyataan hanya jika kita mampu menyiapkan syarat-syarat materialnya dan mimpi hanya akan menjadi kosong jika sama sekali kita tidak memiliki basis materialnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri acara peluncuran buku Kerangka Dasar Visi Indonesia 2030 di Istana Negara, Kamis (22/3) siang. Buku ini hasil pemikiran Yayasan Indonesia Forum (kompas/22/3/2007). Visi Indonesia 2030 tersebut ditopang oleh empat pencapaian utama, yaitu pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan, mendorong Indonesia supaya masuk dalam 5 besar kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan perkapita sebesar 18 ribu dolar AS/tahun, perwujudan kualitas hidup modern yang merata, serta mengantarkan sedikitnya 30 perusahaan Indonesia dalam daftar Fortune 500 Companies. Untuk mencapai misi tersebut, menurut Yayasan Indonesia Forum, mensyaratkan beberapa hal, pertama, ekonomi berbasiskan keseimbangan pasar terbuka dengan dukungan birokrasi yang efektif. Kedua, adanya pembangunan sumber daya alam, manusia, modal, serta teknologi yang berkualitas dan berkelanjutan. Ketiga, perekonomian yang terintegrasi dengan kawasan sekitar dan global. Visi Indonesia 2030 mengasumsikan pencapaian itu terealisasi jika pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62 persen, laju inflasi 4,95 persen, dan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,12 persen per tahun. Pada 2030, dengan jumlah penduduk sebesar 285 juta jiwa, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,1 triliun dollar AS. Untuk mencapai visi itu, menurut Chairul, harus ada sinergi tiga kelompok, yaitu wirausaha, birokrasi, dan pekerja pula. “Sinergi ini mengarah pada peningkatan daya saing global perekonomian Indonesia,” ujarnya. “Saya punya keyakinan, 100 tahun ke depan kita bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan dalam Pembukaan UUD 1945. Mengapa kita perlu yakin? Kalau lihat lintasan perjalanan sejarah kita, itu memungkinkan. Jika kita ingin merekonstruksikan masa depan kita 100 tahun ke depan, mari kita lihat perjalanan bangsa 100 tahun ke belakang. Dengan demikian, kita paham perjalanan panjang sejarah untuk memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam mewujudkan cita-cita,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,(kompas/22/3). Menurut Presiden Yudhoyono, Visi Indonesia 2030 itu bisa saja dianggap sebuah mimpi, tetapi jangan malu dengan mimpi itu. “Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menciptakan mimpi dan mewujudkannya dalam realitas,” ujar Presiden. Tapi pernyataan presiden SBY sangat absurd karena realitas ekonomi yang bisa dijadikan platform melihat Indonesia ke depan justru sangat memprihatinkan. Realitas yang tidak pernah digambarkan SBY adalah: (1) tanggal 11 September 2006 lalu, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa meluncurkan Laporan Tahunan Pembangunan Manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyond Scarcity: Power, Poverty, and the Global Water Crisis. Laporan itu selalu menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade, Indonesia berada pada tier medium human development peringkat ke-110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja. Posisi Indonesia anjlok. Kemerosotan kualitas hidup manusia Indonesia juga ditunjukkan dalam laporan regional pencapaian Millennium Development Goal Asia Pacific yang diluncurkan 16 Oktober 2006 oleh ADB-UNDP-UNESCAP. Dalam laporan berjudul The Millennium Development Goal, Progress Report in Asia and the Pacific 2006, Indonesia ditempatkan pada peringkat terburuk negara-negara yang terancam gagal mencapai target MDGs tahun 2015 bersama Banglades, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Niugini, dan Filipina. Bank Dunia secara resmi meluncurkan hasil studi tentang kemiskinan di Indonesia (Kompas, 11 Desember 2006). Studi itu menghasilkan estimasi jumlah orang miskin hampir 109 juta (49 persen) dari total penduduk Indonesia. Sungguh sebuah kebohongan besar diungkapkan pemerintahan SBY-JK jika indonesia bisa merangkak menuju jajaran 5 negara maju di di dunia dengan basis material problem kemiskinan, turunnya Indeks Pembangunan Manusia (HDI), dan kegagalan ekonomi. (2) untuk mencapai Visi Indonesia 2030, Industrialisasi Nasional sebagai motor penggeraknya, alat untuk mencapai cita-cita tersebut justru mengalami kehancuran (deindutrialisasi). Bahkan dengan orientasi kebijakan liberalisasi pasar, pemerintah tunduk pada dominasi ekonomi-politik yang justru menghancurkan industri nasional. Kebijakan menaikkan harga BBM akhir tahun 2005 telah memukul industri dalam negeri. BUMN yang mestinya diperkuat dengan manajemen yang baik dan modal justru diobral satu-per satu ke tangan imperialis. Salah satu Point penting dari Letter Of Intent (LoI) yang ditandatangani rejim Habibie tahun 1998 adalah liberalisasi ekspor yang berakibat pemenuhan energi dan bahan baku industri semakin sulit. Bila pun sanggup dipenuhi, harus diperoleh dengan harga tinggi sehingga biaya produksi melonjak. Masalah ini, misalnya, tampak pada industri kayu, keramik, pupuk, dll. Dalam hal sumber energi, sebagian besar hasil eksploitasi sumber energi seperti minyak, gas, dan batubara dijual ke luar negeri. Industri nasional juga menghadapi persoalan liberalisasi impor yang berdampak pada kalahnya produk dalam negeri dibanding produk impor yang lebih murah dan berkualitas. Persoalan lainnya adalah liberalisasi investasi yang mengakibatkan modal dapat berpindah dalam waktu singkat tanpa memperhatikan kebutuhan pembangunan jangka panjang. (3) Indonesia terus-menerus dihambat oleh imperialisme. Sangat susah berharap kemajuan tenaga-tenaga produktif kita jika SBY-JK masih patuh dengan resep-resep neoliberal negara-negara imperialis dan kaki tangannya (IMF, WTO, Bank Dunia dan lain-lain). Sebagian besar APBN kita digunakan untuk membayar utang luar negeri yang notabene utang najis, dan jika kita kita terus menerus membayar surat obligasi para bangkir-bangkir - konglomerat hitam akan berakibat anggaran untuk mendorong program Industrialisasi nasional, untuk pendidikan dan kesehatan rakyat, dan program pokok lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan Rakyat menjadi sangat sedikit. Dalam sebuah laporan disebutkan bahwa hanya 4 % angkatan kerja kita yang berpendidikan sarjana, sisanya 95% lebih berpendidikan lulusan SMA ke bawah, bagaimana mungkin bisa menyejajarkan diri dengan negara-industri maju jika SDM kita tidak pernah di bangun dan diprioritaskan pemerintah? Malah pendidikan sekarang dikomersialisasi layaknya barang dagangan untuk kepentingan imperialis. Bagaimana mungkin SBY-JK sanggup mendorong perkembangan tenaga produktif nasional dengan anggaran yang cukup jika anggaran tersebut masih terus-menerus digerogoti oleh Korupsi, bahkan komitmen pemberantasan korupsi SBY-JK sendiri patut dipertanyakan? Soeharto, Koruptor kakap beserta kroninya sampai hari ini belum diadili dan disita hartanya. Birokrasi yang memperkuat pemerintahan SBY-JK hingga ke daerah masih dikuasai mentalitas birokrasi orde baru: Doyan Kolusi-Korupsi-Nepotisme. Karena itu mustahil mencapai Visi indonesia 2030 dengan sumber daya birokrasi seperti ini. (4) Demokrasi sebagai prasyarat pokok untuk memberi ruang partisipasi bagi rakyat untuk menentukan kebijakan yang berpihak dan menguntungkan justru oleh pemerintahan SBY-JK dimanipulasi dengan demokrasi formal- Demokrasi Palsu. Mekanisme pemilu justru menghambat kekuatan politik alternatif dengan sejumlah model pembatasan/perampingan partai politik terutama partai politik Rakyat miskin. Upaya untuk menghambat partisipasi demokrasi rakyat bisa dilihat dalam RUU Parpol atau bentuk serangan langsung seperti penyeranan terhadap aksi PAPERNAS (sebuah Parpol baru yang mengusung program-program alternatif). Demokrasi akan menciptakan syarat-syarat-syarat politik bagi rakyat untuk menemukan kesadarannya, dan dari sini rakyat bisa mengorganisasikan diri untuk mendorong pembangunan nasional. SBY-JK Tidak Bisa!Tapi Rakyat Berkuasa Bisa Melakukannya Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah (sumber mineral, Batubara, energi seperti Minyak Bumi dan Gas Alam), Tanah yang subur untuk pertanian, sumber daya perairan, kekayaan hayati laut, dan Lain sebagainya. Jika dikelola dengan baik berdasarkan prinsip berdaulat dan kerjasama yang setara dengan bangsa-bangsa lain, bisa diperkirakan begitu besar pendapat dan keuntungan yang kita peroleh. Selain sumber daya alam, kita juga memiliki sumber daya manusia yang besar dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang ( Jumlah Angkatan kerja yang besar dan potensial) namun selama ini justru di abaikan dan dikerdilkan oleh rejim SBY-JK lewat Kebijakan Labour Market Flexibility (Sistem Kontrak dan Outsorcing). Bagi kami, jalan menuju visi 2030 yang ditawarkan pemerintahan SBY-JK sangat mustahil tetapi masih ada jalan lain yang sungguh sangat bisa dilakukan yakni hanya dengan dukungan rakyat sepenuhnya. Jalan ini adalah jalan alternatif—Jalan yang tidak mungkin di lakukan SBY-JK. Untuk menuju Jalan ini Rakyat harus membangun kekuatan alternatifnya karena syaratnya harus ada kemandirian dan kedaulatan ekonomi-politik. Jalan itu adalah: (1). Negara harus menjalankan program industrialisasi nasional; dengan memperkuat, melindungi industri nasional dari gempuran neoliberalisme. Negara harus menjamin ketersediaan Energi yang cukup untuk semua jenis industri, perusahaan penghasil energi (minyak, gas, dan batu bara) harus diambil-alih kepemilikannya ke tangan negara untuk memastikan tercukupinya kebutuhan energi dalam negeri. Sebaliknya, kerja sama energi dengan negeri-negeri seperti Venezuela, Libya dan Iran perlu ditingkatkan. (2). Menghentikan Kebijakan Privatisasi BUMN. BUMN harus diperkuat manajemennya, dan difasilitasi oleh negara untuk menjadi tulang punggung industri nasional yang kuat dan kompetitif. Semua unsur-unsur Orde Baru yang tidak demokratik harus diganti dan semua kasus korupsinya diungkap dan diadili. (3) Negara menjamin tersedianya pasar bagi industri yang masih membutuhkan proteksi dengan pengenaan pajak atau cukai yang tinggi terhadap komoditi sejenis, yang diimpor dari luar negeri. Untuk jenis komoditi tertentu, perlu disediakan jalur distribusi yang dapat diakses oleh masyarakat luas dengan harga yang disubsidi. (4) Tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks ini, pendidikan dan kesehatan harus digratiskan. Pendidikan harus layak dan berkualitas, dan merata di seluruh Indonesia. Akses Kesehatan harus diprioritaskan pada klinik –klinik kesehatan di setiap RT/RW dengan fasilitas kesehatan yang modern, untuk tahap awal bisa melakukan kerjasama dengan Kuba dan Venezuela. (5) Memajukan tenaga produktif pertanian dengan cara: a) mengalokasikan kredit yang memadai dengan jaminan oleh pemerintah dan bunga rendah kepada petani melalui bank pertanian; b) mobilisasi potensi seluruh lembaga riset pertanian untuk mengembangkan teknologi pertanian yang sesuai dengan karakter geografis dan sosial-budaya Indonesia. Pengembangan tersebut meliputi masalah pembibitan, mekanisasi proses tanam dan panen, pengairan, listrik, serta infrastruktur lainnya; c) mendorong terbangunnya contoh pertanian kolektif dengan pengolahan lahan bersama serta penerapan teknologi yang lebih maju. Penggarapan ini dilakukan secara demokratis dengan melibatkan petani dalam mengambil keputusan, baik saat proses produksi maupun pemasaran; d) mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian dalam setiap batasan teritori tertentu sesuai dengan komoditi pertanian yang diproduksi. Perlu dijelaskan, program teknologisasi pertanian ini tidak akan menciptakan pengangguran baru, sebaliknya akan membuka lapangan kerja. Karena dari setiap pengembangan tenaga produktif akan membutuhkan tenaga-tenaga kerja baru. (6) Memberikan perhatian terhadap industri kecil dan menengah dengan sarana dan kemudahan akses terhadap kredit mikro, bahan baku produksi yang murah, serta jaminan ketersediaan pasar. Untuk Menjalankan Program di atas, kami sadar bahwa butuh dukungan modal yang sangat besar, maka Kita mengupayakan jalan pembiayaannya dari cara-cara sebagai berikut: (1) penghapusan Utang; Selama ini APBN banyak diprioritaskan untuk membayar utang luar negeri. (2) Mengambil Alih (Nasionalisasi) Industri Pertambangan Asing; (3) Menarik Surat Obligasi Rekapitalisasi perbankan yang justru dinikmati para bangkir, konglomerat hitam. (4) Menyita Harta Koruptor dengan prioritas kasus korupsi Soeharto dan Kroni-Kroninya. Jalan ini hanya mungkin dijalankan oleh Rakyat sendiri. Tidak mungkin dijalankan oleh pemerintahan SBY-JK yang notabene adalah boneka dari Imperialisme.***

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.