Rabu, 21 Oktober 2009

Kobarkan Api Kebangkitan Kaum Muda-Mahasiswa Menuju Pembebasan Sejati Rakyat!

Maka prinsip kita harus:
Apakah kita mau Indonesia Merdeka, kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyat sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya?
- kutipan, Pidato Soekarno (Pancasila), 1 Juni 1945


Mahasiswa adalah kelompok sosial yang beruntung memiliki akses untuk menyerap pengetahuan, sehingga lebih cepat memahami persoalan dan merumuskan jalan keluar politik. Tulisan ini hendak menjadi landasan berpikir bagi Gerakan Mahasiswa di Indonesia dan semarang pada khususnya yang oleh banyak pengamat dianggap telah mengalami dis-orientasi, telah kehilangan elang gerakannya---tidak segarang tahun ’98, dan sebagainya.

Sejak Soeharto naik Neoliberalisme yang makin massif di Indonesia, Industri pertambangan adalah lumbung rejeki imperialis; sektor pertambangan telah menjadi upeti utama bagi imperialis; masuknya Freeport tahun 1968, Newmont, Astra International, Exxon Mobil, Shell, Petronas, Total, Chevron, dan Texaco semakin menjelaskan kuatnya dominasi imperialisme Indonesia dan merampas kedaulatan negara kita. UU Migas/2001 memberi keleluasaan MNC/TNC Migas untuk menjarah kekayaan Migas kita. Coba bayangkan! Ditengah kekayaan alam negara kita, disektor Migas saja, sebuah perusahaan multi nasional (MNC) yang bergerak dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi migas, termasuk utang (debt trap) sebagi alat Imperialis; Indonesia kemudian semakin tergiring dalam perangkap utang luar negeri dan semakin dipaksa untuk menjalankan syarat-syarat ekonomi ketentuan IMF yang disebut Struktural Adjusman Program [SAP]. Jeffrey Winters menyebutkan hingga krisis ekonomi 1997, hutang Indonesia yang layak disebut hutang najis (odious debt) paska Soekarno dari Bank Dunia dan ADB, serta lembaga multilateral dan bilateral lainnya. Nyata, bahwa Imperialisme paska Soekarno punya agen di Indonesia yaitu rejim-rejim yang sekarang berkuasa.

’98 merupakan pintu masuk bagi liberalisme di Indonesia; perubahan struktur ekonomi-politik kita dengan mekanisme UU yang lebih fleksibel terhadap dominasi modal, mensyaratkan tegaknya demokrasi liberal. Demokrasi formal ini kemudian men-kanalisasi segala bentuk gejolak politik ditingkatan massa, misalnya kesadaran politik massa dikanalisasi dengan Pemilu langsung, BLT, Askeskin, Dana BOS dan lain sebagainya. Tentunya dengan melaksanakan paket-paket kebijakan ekonomi neoliberal, seperti; pencabutan subsidi, liberalisasi perdagangan, privatisasi / swastanisasi, restrukturisasi perbankan, regulasi perundang-undangan dan lain sebagainya. Demokrasi liberal yang dijalankan rejim-rejim di Indonesia paska ’98 telah mengkerangkeng kesadaran politik rakyat dengan ilusi dan kesadaran palsu bahwa perubahan politik yang legal hanya dengan jalan pemilu yang demokratis, toh juga tidak menimbulkan perubahan mendasar!

Gerakan [mahasiswa] Reformasi’98
Perubahan situasi politik antara tahun ’98 dan sekarang ini. Tahun sebelum kejatuhan soeharto, situasinya adalah kediktatoran dimana aktivis gerakan [politik] mahasiswa bekerja dalam situasi syarat-syarat represif, sehingga perjuangan demokratisasi menjadi aspek pokok dalam perjuangannya.

Secara histories gerakan mahasiswa lahir dari polarisasi gerakan di tahun 1947; berawal dari lembaga kampus dan lembaga penerbitan, dan juga jaringan mahasiswa Nasional yang tergabung dalam PPMI membentuk Front Pemuda Indonesia [FPI], sedangkan lawannya gerakan mahasiswa yang dikooptasi oleh Belanda / kolonial dan kelompok tentara dan sayap kanan seperti Masyumi dan PSI keluar dari FPI ditahun 1950-an dan membentuk solidaritas mahasiswa lokal [SOMAL] dan mengibarkan slogan back to campus, kebebasan akademik, mahasiswa tidak boleh berpolitik, dsb.
Sekarang ini banyak hal yang sangat opportunis sedang dipertontonkan dengan mengklaim dirinya sebagai gerakan moral, menolak gerakan politik tetapi terlibat dalam pragmatisme politik seperti sebagian kawan-kawan di *M* yang banyak masuk GOLKAR, dan kawan-kawan di ***M* yang sepenuhnya juga anggota Partai Keadilan Sejahtera [PKS]. Termasuk yang dianut kawan LSM/NGO dan kaum intelektual kampus, pandangan gerakan mahasiswa bahwa gerakan harus berada dalam rel gerakan moral [moral force movement] adalah sepenuhnya menyesatkan, ini tentunya sangat kontra-produktif dengan kebutuhan memajukan gerakan rakyat, karena mana mungkin mendesakkan perubahan mendasar ketika serangan kita tidak pernah menohok pusat kekuasaaan yang merupakan pusat lahirnya kebijakan yang anti rakyat, anti demokrasi dan pro-Imperialisme.

Gerakan mahasiswa progressif memandang kebutuhan bahwa gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan politik yang berkolaborasi dengan massa rakyat untuk menuntaskan Revolusi Indonesia. Perjuangan mahasiswa-rakyat tahun ’98 memang telah melahirkan segi-segi positifnya bagi perkembangan demokrasi seperti; kebebasan mendirikan ormas, partai politik dengan sistem multi partai, serikat buruh, kebebasan mengutarakan pendapat; aksi dan demonstrasi, yang walaupun kesimpulan kita itu masih dalam batasan-batasan yang sangat minimal karena dalam beberapa kasus penguasa/pemerintah berkuasa masih sering menggunakan metode-metode represif untuk menghadapi protes-protes rakyat. Sehingga ada sebuah kebutuhan obyektif gerakan kedepan dalam makna keloporan kita [mahasiswa] untuk semakin membuka luas ruang-ruang demokrasi yang nantinya bisa menguntungkan perjuangan rakyat, terutama untuk berorganisasi secara bebas tanpa dikontrol dan dihambat, serta kebebasan dalam menemukan ideologi Demokrasi Kerakyatan.

Gerakan mahasiswa harus benar-benar membersihkan dirinya dari pandangan-pandangan yang tidak mendasar dan belum pernah dibuktikan oleh kajian sejarah yang mendalam! Pandangan-pandangan ini diwakilkan oleh kata-kata kaum intelektual/politisi borjuis-demokrat liberal. Semua paham-paham ini dihembus-hembuskan ke telinga mahasiswa oleh orang-orang yang ketakutan posisinya terancam jika gerakan mahasiswa menjadi radikal dan mulai bergabung dengan rakyat. Elit politik dan partai-partai politik kaum reformis gadungan yang berkuasa kini akan sangat takut kehilangan massanya jika gerakan mahasiswa bergabung dengan rakyat guna memperlihatkan ke mata rakyat kebusukan-kebusukan mereka!

Perjuangan mahasiswa ’98 yang diagung-agungkan sebagian kawan-kawan, sebagian lagi mencelanya sebagai gerakan yang gagal karena tidak mampu melahirkan perubahan mendasar; kesejahteraan bagi rakyat. Tapi, mengandung segi-segi positif dan negatif bagi perjuangan mahasiswa dan rakyat Indonesia kedepan, tapi perlu ditekankan disini bahwa segi positif dan negatif merupakan material yang menyebabkan gerak—menurut filsafat! Yang dimaksud segi-segi positif dari perjuangan mahasiswa tahun ’98 disini antara lain; [1] Berhasil menjatuhkan symbol kediktatoran rejim orde baru Soeharto lewat aliansi mahasiswa-rakyat [buruh-tani-kaum miskin perkotaan], hal ini semakin membuka perspektif bahwa untuk menuntaskan perjuangan reformasi total gerakan mahasiswa harus membangun aliansi strategis gerakan bersama rakyat. [2] Walaupun tidak tuntas telah mampu merubah struktur politik—maksudnya membuka ruang-ruang demokrasi, seperti kebebasan pers, kebebasan membangun organisasi massa, pertemuan-pertemuan politik, dan pemilu multi-partai, meskipun harus diakui bahwa ini masih dalam syarat-syarat demokrasi borjuis. [3] Telah meluaskan aksi massa sebagai metode perjuangan bagi massa rakyat. [4] Meluaskan kesadaran kritis/politik selama 32 tahun floating mass meskipun masih terkadang tingkat kesadaran politik ini masih sangat rendah dan mudah dimanipulasi elit politik.

Sedangkan segi-segi negatifnya adalah; [1] Kelemahan strategi-taktik; membuat mahasiswa tidak mampu membangun struktur politik alternatif bersama gerakan rakyat, sehingga kepemimpinan politik ditelikung oleh borjuis reformis palsu. [2] Fragmentasi gerakan, karena kesalahan memandang dan menyimpulkan situasi ekonomi-politik yang berkembang. [3] Kelemahan ideology gerakan membuat gerakan mahasiswa tidak cukup kuat bertahan ditengah liberalisasi politik dan perkembangan politik yang begitu cepat.

Nah, dari segi-segi positif ini kemudian muncul pandangan bahwa gerakan mahasiswa kemudian mengalami kemunduran drastis dalam hal kemampuan mobilisasi dan kualitas gerakan [ideology-politik-organisasi]. Situasi ini semakin diperparah oleh tidak adanya konsolidasi dalam makna upaya penyatuan gerakan, sehingga sulit menentukan –atau membaca dinamika politik yang ada, masih bersandar pada momentum. Disisi lain, gerakan mahasiswa tidak punya struktur propaganda alternatif untuk melawan dominasi propaganda borjuis, sehingga yang terjadi kemudian kesadaran politik massa bisa dikanalisasi menurut syarat-syarat demokrasi borjuis.

Persoalan pokok dari Revolusi Demokratik rakyat Indonesia saat ini, adalah ketidakmampuan dari gerakan progresif [mahasiswa] dalam berkonsolidasi dan meningkatkan posisi mereka dalam konstelasi politik nasional yang mulai terbuka, mengambil alih dan memaksimalkan keterbukaan politik, hasil dari capaian reformasi’98. Kebutuhan gerakan mahasiswa sekarang sebagai jawaban problem Gerakan yakni; [1] Konsolidasi sektoral mahasiswa, tahapannya bisa dua; pertama konsolidasi BEM satu sisi dan konsolidasi organisasi ekstra disisi lain, kedua konsolidasi bersama dalam bentuk rembug mahasiswa nasional. Kosolidasi sektoral ini akan membuka diri atau mampu terlibat aktif pada konsolidasi multi-sektoral gerakan rakyat. [2] Merumuskan strategi-taktik perjuangan yang tepat, sebagai kesimpulan pembacaan situasi sekarang dan sejarah perkembangan masyarakat indonesia. [3] Merumuskan program-program strategis sebagai solusi problem pokok rakyat indonesia.

Ini harus dimajukan, harus didorong tindakan politiknya agar lebih radikal bermuara pada pembebasan sejati rakyat dari belenggu penjajahan kapitalis-imperialis dengan politik.berdikari: Hapuskan utang luar negeri, nasionalisasi industri pertambangan asing, dan bangun industri nasional!
Saatnya kini rakyat harus disadarkan, rakyat harus diberi pendidikan politik langsung lewat pengalaman langsung perjuangan parlementer yang dikombinasikan dengan perjuangan massa-ekstra-parlementer. Logikanya, perjuangan di lapangan parlemen akan semakin mendorong maju kesadaran politik rakyat bahwa kita harus membangun kekuatan alternatif yang ber-sinergi pada semakin memperbesarnya gerakan massa-ekstra parlementer.

Cukup sudah kita menjadi bangsa kuli di negeri sendiri, saatnya kini kita bangun persatuan untuk bangkit melawan. Dengan demikian, dalam kontradiksi di Indonesia, dalam kerangka mengantisipasi krisis ekonomi-politik yang semakin dekat kedatangannya, kedepan harus menjadi tugas pokok bagi segenap gerakan rakyat progresif revolusioner!


Salam Pembebasan.....Ayo Berontak!
Hidup Mahasiswa-Rakyat.


Tidak ada komentar: