Sabtu, 10 Oktober 2009

Mahasiswa dan Politik*)

Mahasiswa telah terbukti selalu menjadi pelopor dalam sejarah suatu Bangsa. Pada konteks Indonesia, pengalaman empirik juga membenarkan sekaligus mempertegas realitas tersebut. Catatan terkini memperlihatkan bahwa dengan kemahirannya dalam menjalankan fungsi sebagai Intellectual Organic, mahasiswa telah berhasil memporak-porandakan rezim Orde Baru dan menghantarkan Indonesia kedalam suatu era yang saat ini sedang bergulir, yakni: “Orde Reformasi“.

Namun pada sisi yang lain, fakta juga membuktikan bahwa sampai dengan saat ini, mahasiswa Indonesia belum mampu untuk mendongkel antek-antek Orde Baru dari jajaran elite kekuasaan. Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa kehadiran mereka di situ untuk menutupi segala kebobrokan kolektif yang telah mereka lakukan di masa lalu.

Dengan kenyataan yang demikian, maka tidaklah mengherankan apabila proses reformasi masih tersendat-sendat dan belum dapat berjalan secara linear. Menurut Sebastian de Grazia (1966 : 72-74), kondisi seperti ini secara cepat atau lambat, otomatis akan menimbulkan suatu situasi anomie yang kuat di dalam kehidupan ber-Masyarakat, ber-Bangsa dan ber-Negara, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi kesejahteraan mayoritas rakyat.

Bertolak dari argumen di atas, maka mahasiswa dituntut/diharapkan dapat terjun ke arena politik dalam rangka mengawal seluruh agenda reformasi, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil di dalam kemakmuran dan makmur di dalam keadilan secara demokratis. Akan tetapi, yang menjadi persoalannya adalah bagaimanakah seharusnya mahasiswa berpolitik….??? dan aksi politik yang bagaimanakah yang harus dilakukan oleh mahasiswa….??

Sebelum menjawab kedua pertanyaan di atas, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa istilah politik dalam tulisan ini dipahami sesuai dengan konsep berpikirnya Antonio Gramsci, sehingga di sini politik didefinisikan sebagai aktivitas pokok manusia dimana manusia dapat mengembangkan kapasitas dan potensi dirinya. (Roger Simon, 1999 : 136).

Jika definisi di atas diejawantahkan dalam bentuk aksi, maka mahasiswa dapat berpolitik dalam dua pengertian, yakni : Pertama, berpolitik dalam arti konsep (Concept). Disini mahasiswa secara individual maupun kelompok, harus mengajukan gagasan, pikiran, solusi atau interpretasi mengenai apa yang menjadi kehendak dari mayoritas rakyat. Kedua, berpolitik dalam arti kebijakan (Belied). Di sini mahasiswa sebagai kelompok harus menjadi Pressure Groups yang memperjuangkan aspirasi rakyat, dengan cara mempengaruhi orang-orang yang memegang kebijakan ataupun yang menjalankan kekuasaan, dari luar sistem kekuasaan.

Apabila mahasiswa berpolitik dalam artian yang pertama, maka mahasiswa dituntut untuk benar-benar memahami cara berpikir ilmiah, yaitu teratur dan sistematik. Sedangkan apabila mahasiswa berpolitik dalam arti kebijakan (Belied), maka mahasiswa harus betul-betul mengetahui posisi individu dalam kehidupan ber-Negara, posisi konstitusi dalam kehidupan ber-Negara, posisi Negara dalam menjalin relasi dengan warganya, konstelasi politik terkini dan menguasai manajemen aksi. Pada tataran ideal, mahasiswa seharusnya berpolitik dalam arti konsep (Concept) maupun dalam arti kebijakan (Belied) secara bersamaan. Ini berarti, mahasiswa harus berpolitik sebagai politisi ekstra perlementer.

Demikianlah sumbangan pemikiran saya, mengenai mahasiswa dan politik, kiranya pokok-pokok pikiran yang ada dapat bermanfaat dan mampu mengantarkan kita pada suatu diskusi yang lebih luas.

APAGUNANYA KITA MEMILIKI SEKIAN RATUS RIBU ALUMNI SEKOLAH YANG CERDAS, TAPI RAKYAT DIBIARKAN BODOH … ???

JIKA KONDISI SEPERTI INI TERUS DIPERTAHANKAN, MAKA SEGERALAH KAUM TERDIDIK ITU AKAN MENJADI PENJAJAH RAKYAT
DENGAN MODAL KEPINTARAN MEREKA.

*) Ditulis untuk memperingati hari pemuda, Mahasiswa=Pemuda.

Tidak ada komentar: