Rabu, 17 Juni 2009

Bukan Memilih Capres-Cawapres Pro-Neoliberal, Tetapi Memperjuangkan Kemandirian Bangsa


Neoliberalisme dapat menimbulkan kemiskinan, pengangguran, pendidikan mahal, kesehatan mahal, dan PHK massal. Pesan layanan ini disampaikan kepada seluruh Rakyat Indonesia.

*****

Beberapa hari terakhir, media massa (cetak dan elektronik) banyak memberitakan soal neoliberalisme. Bagi sebagian rakyat Indonesia, istilah neoliberalisme merupakan hal yang baru dan jarang terdengar. Untuk itu, sebagian diantara kita hendak mengetahui lebih banyak apa itu neoliberalisme? dan apa pengaruhnya bagi kehidupan rakyat Indonesia?

Neoliberalisme merupakan sebuah teori dalam ilmu ekonomi. Menurut faham ini, setiap individu dan swasta harus dibebaskan mengembangkan kewirausahaan (baca; bisnis) melalui kompetisi bebas, perdagangan bebas, dan pasar bebas. Seperti kita ketahui, setiap orang belum tentu punya kemampuan dan modal yang sama, sehingg kompetisi selalu melahirkan: yang lebih kuat akan menang, sedangkan yang kalah akan jatuh miskin dan sengsara.

Selain itu, bagi neoliberalisme, peran negara harus dikurangi karena dapat mengganggu persaingan bebas. Akibatnya, penganut neoliberal selalu memaksa negara mengurangi perannya dalam memberikan layanan publik dan subsidi sosial. Dalam neoliberalisme, segala sesuatunya akan diserahkan kepada swasta, termasuk pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Tidak mengherankan, neoliberalisme justru melahirkan pendidikan yang kian mahal, rumah sakit tidak bisa dijangkau orang miskin, dan lain-lain.

Pemerintahan SBY sering disebut pemerintahan neoliberal. Berikut beberapa ciri kenapa pemerintahan SBY disebut sebagai pemerintahan neoliberal;

pertama, Memotong subsidi sosial. Selama pemerintahannya, SBY berkali-kali memotong subsidi sosial bagi orang-orang miskin, seperti pencabutan subsidi BBM (sehingga BBM naik 3 kali), pencabutan subsidi pupuk (sehingga terjadi kelangkaan pupuk), pencabutan subsidi pendidikan, pencabutan subsidi kesehatan, dan lain-lain. Sebagai gantinya, pemerintah kemudian mengeluarkan Bantuan Lansung Tunai (BLT) sebagai sogokan dan nilainya lebih kecil.

selain itu, APBN juga terus menerus dipaksa untuk alokasi pembayaran utang luar negeri. Karena sebagian besar anggaran APBN dipakai untuk membayar utang, maka anggaran untuk pembangunan berkurang (defisit).

Kedua, melakukan privatisasi (penjualan) terhadap puluhan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk sekedar diketahui, hanya dalam setahun, pemerintahan SBY menjual 44 BUMN. Apalagi, privatisasi kali ini disertai penjualan seluruh saham 14 BUMN industri, 12 BUMN kepada investor strategis, dan beberapa BUMN lainnya kepada asing. Apa dampaknya bagi rakyat? privatisasi biasanya disertai pengurangan jumlah pekerja, sehingga mendorong terjadinya PHK massal. Selain itu, penjualan BUMN seperti telkom menyebabkan biaya atau harga komunikasi makin mahal.

Ketiga, liberalisasi perdagangan. Semenjak SBY berkuasa, kebijakan perdagangan bebas berlansung cukup gencar. Banyak bahan mentah yang dibutuhkan rakyat Indonesia justru diluar ke pasar internasional, sementara kebijakan impor justru menghancurkan produk dan komoditi dalam negeri. Perlindungan terhadap petani dan produsen lokal juga dihapuskan, akibatnya mereka menderita dan diambang kehancuran.

Keempat, deregulasi, yaitu penghilangan peraturan pemerintah yang menghambat perusahaan asing dan swasta. Jadi, UU yang dianggap cukup melindungi rakyat dihapuskan, kemudian digantikan dengan UU yang pro-pengusaha asing dan swasta seperti UU migas, UU ketenaga kerjaan, UU BHP (penswastaan pendidikan), UU minerba, dan lain-lain.

Jadi, neoliberalisme adalah kebijakan yang sudah lama memiskinkan rakyat, mendorong tingginya pengangguran, serta PHK massal. Untuk itu, supaya kita dapat menghentikannya, maka rakyat Indonesia jangan memilih capres dan cawapres yang mengusung kebijakan neoliberalisme; SBY-Budiono.

Tidak ada komentar: