Selasa, 17 Maret 2009

Ikhtiar Menciptakan Dunia yang Damai

Ikhtiar Menciptakan Dunia yang Damai


Judul : Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan.
Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita
Penulis : Muhammad Yunus
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa : Rani R Moediarta
Tebal : ix + 263 halaman
Waktu Terbit : 2008


Sebelumnya tak disangka kalau penulis buku ini, Muhammad Yunus, menerima Nobel Perdamaian pada 2006 lalu. Berkat jerih payahnya dan dibantu sejumlah orang, dia berhasil mengangkat jutaan rakyat Bangladesh dari jeratan kemiskinan. Padahal, penduduk Bangladesh merupakan sebagian dari yang termiskin di dunia. Kurang gizi merupakan masalah parah, terutama di kalangan anak-anak. Tak heran, bila Komite Nobel Swedia menetapkannya sebagai sosok yang paling pas karena masalah kemiskinan dianggap mengancam perdamaian.

Kemiskinan telah memunculkan kesenjangan parah, hingga akhirnya memunculkan ketegangan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin, karena kelompok miskin tidak puas dengan nasib yang dialami, sementara kelompok kaya terus menerus memperkaya diri. Data menunjukkan, kesenjangan pendapatan di dunia sudah sangat mengkhawatirkan. Sekitar 94 persen pendapatan dunia jatuh ke tangan 40 persen populasi dunia, sementara 60 persen populasi dunia hidup hanya dari 6 persen pendapatan dunia. Separuh penduduk dunia hidup dengan dua dolar sehari. Lebih dari semiliar orang hidup dari pendapatan kurang dari satu dolar sehari. Dengan kondisi seperti ini, tentunya sangat sulit menciptakan perdamaian di muka bumi.

Yang menarik, Yunus menganggap upaya hampir seluruh negara-negara di dunia khususnya negara adikuasa, mengeluarkan miliaran dolar AS untuk berperan melawan terorisme ternyata tidak menciptakan perdamaian. Terorisme memang patut dihancurkan, tapi bukan dengan angkat senjata. Oleh karena itu, Yunus yakin bahwa mencurahkan sumber daya untuk meningkatkan kehidupan orang miskin adalah strategi yang lebih baik ketimbang memboroskan uang untuk senjata.

Oleh karena itu, dalam pidato pada penganugerahan hadiah nobel, Yunus meminta kita melihat perdamaian dalam perspektif berbeda. Menurutnya, perdamaian harus dipahami dengan cara manusiawi – dengan cara sosial, politik, dan ekonomi yang luas. Perdamaian terancam oleh tatanan ekonomi, sosial, dan politik yang tidak adil, hilangnya demokrasi, dan degradasi lingkungan, serta tiadanya hak asasi manusia.

Bisnis Sosial
Poin penting dalam buku berjudul Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan ini adalah perlunya membangun bisnis sosial sebagai solusi mengatasi kemiskinan. Bisnis sosial dirancang untuk memenuhi kebutuhan sosial. Pelaku bisnis sosial tidak bertujuan untuk tujuan pribadi saja, tapi juga tujuan masyarakat secara luas. Dalam hal ini, bisnis yang berorientasi pada maksimisasi profit sangatlah berbeda dengan bisnis sosial.

Perusahaan akan menjual produk dengan harga yang akan membuatnya hidup sendiri. Pemilik perusahaan dapat mengambil uang yang mereka investasikah ke perusahaan setelah selang waktu tertentu, tapi keuntungan bagi investor tak dibayar dalam bentuk bagi hasil. Model bisnis semacam ini sudah ada di Bangladesh, di mana Yunus bekerja sama dengan perusahaan terkenal asal Prancis, Danone. Kerja sama ini membentuk perusahaan bernama Grameen Danone.

Bisnis sosial dianggap efektif untuk mengangkat masyarakat dari jurang kemiskinan, khususnya di negara sedang berkembang. Sebab, perusahaan ini biasanya menyediakan produk-produk yang dibutuhkan oleh penduduk dan dijual dengan harga terjangkau. Memang, syarat untuk melakukan bisnis sosial biasanya datang dari perusahaan besar, seperti yang dialami oleh Grameen Danone. Atas usaha keras Yunus, maka perusahaan tersebut telah memberikan bantuan yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat di Bangladesh. Tentu saja, strategi ini bisa dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan yang memang memiliki kapasitas cukup.

Peran Negara, Pertumbuhan, dan Kemiskinan
Yang unik dari pemikiran Yunus dalam buku ini adalah pentingnya peran pemerintah. Pemerintah punya kuasa, dengan akses ke seluruh penjuru masyarakat, dan lewat pajak mereka dapat memobilisasi sumber daya ekonomi. Namun pemerintah memang sering gagal karena beberapa alasan, seperti sikap inefisien, lamban, cenderung korup, birokratis, dan mementingkan kelangsungan diri sendiri. Keadaan ini memberikan penekanan kuat bahwa pemerintah kadang kala tidak bisa diandalkan untuk memajukan perekonomiannya sendiri. Namun tentu saja perubahan harus ada di tubuh pemerintah agar fungsi pengaturan ekonomi dan kebijakan mengatasi permasalahan ekonomi bisa terlaksana optimal. Dengan kata lain, peran tersebut tidak boleh diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.

Salah satu peran penting pemerintah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan nantinya akan mengurangi kemiskinan, sebagaimana yang terdapat pada teori ekonomi. Namun, semata-mata mengandalkan pertumbuhan juga akan kandas karena pemerintah terlalu fokus pada cara bagaimana meningkatkan pertumbuhan, seperti membangun infrastruktur, sementara aspek lain seperti pemerataan dipinggirkan. Yang perlu diandalkan dan diperhatikan adalah pertumbuhan sekaligus pemerataan. Sebab, terdapat “pertumbuhan yang berpihak pada kaum miskin”, dan “pertumbuhan yang anti kaum miskin”. Pertumbuhan yang berpihak pada kaum miskin, berarti pertumbuhan yang betul-betul merata, di mana tidak terdapat kesenjangan ekonomi di dalam masyarakat. Sebaliknya, bila pertumbuhan yang anti kemiskinan terjadi, maka pendapatan nasional hanya dinikmati oleh segelintir orang kaya yang notabene sudah “berpunya”. Tentu saja, pemerintah punya peran untuk mengarahkan pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada kaum miskin.

Manusia Multidimensi
Teori ekonomi konvensional menegaskan bahwa manusia senantiasa berusaha memaksimalkan keuntungan. Oleh karena itu, setiap manusia diberi kebebasan untuk memaksimalkan keuntungan agar tercipta kemakmuran individu yang berpengaruh pada kemakmuran masyarakat, bahkan bangsa. Dalam hal ini, manusia senantiasa diidentikkan dengan makhluk yang hanya berorientasi pada keuntungan materi semata.

Kenyataan berkata lain. Manusia bukan entitas satu dimensi. Ia makhluk multidimensi. Emosi, keyakinan, prioritas, dan pola perilaku mereka paling pas bila digambarkan sebagai jutaan nuansa warna hasil dari paduan tiga warna dasar. Kehadiran pesona manusia multidimensi menandakan bahwa tak setiap bisnis mesti terikat melayani tujuan tunggal memaksimalkan keuntungan, melainkan dapat pula melayani tujuan lain, terutama tujuan sosial.

Tidak ada komentar: