Senin, 30 Maret 2009

Thu, 22 Jan 2009 03:54:27 -0800 "Bukan Pemimpin Arab, Tapi Pemimpin Sosialis"

Kota Bire, sebuah daerah di Lebanon Utara, terdapat sebuah nama jalan
yang bernama "Hugo Chaves Frias", nama presiden Venezuela yang baru
saja menendang keluar duta besar Israel sebagai bentuk solidaritasnya
terhadap penduduk Gaza. Bahkan, penduduk kota itu memasang poster,
menulis di tembok-tembok, bahkan banyak yang menamai anaknya baru
lahir dengan nama "Chavez", karena keberanian presiden sosialis ini
mengutuk Imperialisme AS dan Israel. Pada tahun 2006, sosok Chaves
sudah dielu-elukan Syeh Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezboullah, sebagai
tipe pemimpin yang berani dan disegani dunia islam.


Bukan itu saja, gelombang demonstrasi di berbagai pelosok timur
tengah, setelah menunaikan Sholat Jum'at, membawa poster-poster Hugo
Chaves yang disandingkan dengan pemimpin Hezboullah, Hassan Nasrallah,
dan symbol-simbol Hamas. Deputi kementerian luar negeri Hamas sendiri
sudah mengirimkan surat kepada presiden Chaves atas komitmennya yang
tinggi kepada kemanusiaan, sesuatu yang tak dimiliki pemerintahan di
dunia Arab. Tindakan Chaves dan rakyat Venezuela, yang kemudian juga
dilakukan Mauritania, telah melambungkan politiknya sebagai "pahlawan
Palestina".

Politik Pemimpin Arab

Secara umum, pendirian politik pemimpin Arab sebenarnya cukup beragam,
tetapi mereka dipersatukan oleh keadaan bahwa mereka begitu loyal
kepada AS. Setelah kejatuhan Saddam Husein, boleh dikatakan tidak ada
lagi pemimpin Arab yang berani berseberangan dengan politik AS. Hanya
Iran dan pemimpinnya Ahmadinejad sebagai pengecualian terhadap
kesimpulan diatas.

AS punya kepentingan besar untung mengontrol timur tengah. Terutama
dalam mengontrol politik minyak Negara-negara Arab agar patuh pada
kebutuhan AS. Dalam sekejap, AS akan bereaksi terhadap kemunculan
rejim-rejim nasionalis yang mengganjal kepentingannya, seperti yang
ditunjukkan kepada Saddam Husein, dan kini kepada Ahmadinejad.

Menurut Gilbert Achcar, AS berada dibalik agresi AS ke Gaza. Hamas
merupakan sekutu potensial bagi Iran, selain Hisboullah di Lebanon.
Beberapa tahun terakhir, analisis pertahanan AS sudah menganggap bahwa
Iran merupakan ancaman terhadap dominasi AS di timur tengah. Sehingga,
segala macam cara ditempuh untuk mengisolasi Iran, dan sekaligus
memberi contoh kepada pemimpin-pemimpin Arab yang berani "membandel".
Kemenangan hamas sendiri bukan saja dimotivasi oleh sikap mereka yang
tegas menentang pendudukan Israel, tetapi tapi karena program Hamas
berupa pemerintahan yang jujur, efektif dan bersih, serta perbaikan
layanan sosial (Alan Nasser). Di bawah Fatah, gaza merupakan salah
satu teritori di Palestina yang menghambat neoliberalisme. Di Irak,
perlawanan terhadap agresi AS masih berlansung sepanjang hari, bahkan
pemerintahan boneka yang baru terbentuk tidak dapat mendapat
legitimasi dari rakyat Irak.

Diluar Iran dan faksi atau group-group bersenjata yang terlahir karena
intervensi imperialisme yang ganas, pada umumnya rejim-rejim yang
berkuasa didukung oleh Imperialisme AS. Seperti yang disebutkan Tariq
Ali, pertama kali AS mendukung rejim-rejim fundamentalis islam pada
masa perang dingin, tujuannya memperlebar front melawan blok sosialis
(Uni Sovyet). Monarki di Arab Saudi yang didirikan oleh kaum Wahabi
sebetulnya didukung oleh AS. Demikian pula dengan rejim Husni Mubarak
di Mesir, maupun rejim di Yordania, Syria, dan negeri-negeri arab
lainnya. Bahkan Mesir sangat dipersalahkan karena menutup
perbatasannya sepanjang 14 kilometer sehingga mempersulit bantuan
masyarakat internasional masuk ke Gaza.

Liga Arab sendiri tidak bisa menutupi perseteruan interen anggotanya
antara yang terbuka mendukung AS dengan yang bersikap moderat.
Beberapa kali pertemuan Liga Arab mengalami pembatalan karena
ketidakrukunan diantara mereka sendiri.

Keberanian Pemimpin Sosialis

Pemimpin Sosialis kini semakin menunjukkan pesonanya di mata dunia
Islam. Dalam aksi menentang serbuan Israel ke Lebanon selatan di Gaza
dan Ramallah, poster-poster Chaves bersanding dengan foto Arafat dan
Che Guevara. Dalam surat terbuka Dr Ahmed Yousef, mantan penasihat
politik Ismail Haniya, dijelaskan bagaimana penghargaan masyarakat
Gaza dan Hamas atas keberanian Chaves dan konsistensinya dalam
menantang imperialisme, termasuk Israel dan AS. Selain Chaves, Kuba
dan Bolivia juga mengikuti langkah radikal Venezuela terhadap Israel.
Kuba malah menuduh Israel telah melakukan genosida.

Ketika mengusir dubes Israel, Chaves mengungkapkan bahwa tindakan
Israel menggempur Gaza adalah pelanggaran berat terhadap hukum
internasional dan salah satu bentuk "terorisme Negara". Chaves menuduh
AS berada di belakang Israel, karena memang Israel merupakan sekutu
strategis AS di kawasan timur tengah. Setiap tahunnya pemerintah AS
memberi dana 4 milyar USD kepada Israel sebagai bantuan militer.
Selain itu, Chaves menuntut supaya PM Israel, Ehud Omert, diseret ke
mahkamah criminal internasional karena kejatahan kemanusiaan terhadap
warga Palestina.

Mohammed al-Lahham, seorang pejabat dari fatah, mengatakan Chaves
adalah symbol perjuangan untuk pembebasan, seperti Che Guevara. Ini
membedakannya dengan presiden lain dari dunia manapun. "saya ingin
memberikan Chaves paspor sehingga ia dapat menjadi warga Palestina.
Kemudian kami memilih dia menjadi presiden Palestina," Mahmud Zwahreh,
walikota Al-Masar, dekat kota Bethlehem.

Selain Chaves, Evo Morales juga menunjukkan sikap yang sama. Morales
malah menyerukan untuk melakukan perombakan terhadap PBB, karena
ketidakmampuan lembaga ini mengakhiri kebrutalan Israel.

Venezuela, Kuba, dan Bolivia sedang berada di garis depan perjuangan
anti-imperialisme. Solidaritas terhadap Palestina, bagi pemerintahan
sosialis, merupakan bagian dari strategi anti-imperialisme. Ketiga
Negara yang disebutkan diatas juga sedang mengupayakan integrasi
regional, dan penciptaan blok kerjasama baru berdasarkan kerjasama
yang setara dan solidaritas. Di forum-forum internasional, ketiga
Negara juga melancarkan kritikan keras terhadap dominasi AS dan system
kapitalisme-neoliberalnya.

Konsekuensi

Agresi brutal Israel ke wilayah Gaza sekarang ini, maupun agresi
militer AS ke Irak, telah memupuk sentimen anti-imperialisme di
wilayah ini. beberapa kelompok perlawanan merasa dipersatukan oleh
perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat dan kolonialisme Zionis di
wilayah tersebut. Sikap diam dan kompromi sejumlah pemimpin Arab pada
saat agresi Israel ke Lebanon, kemudian serangan brutal Israel kepada
Hamas di Gaza, telah menanamkan kesadaran baru bahwa perjuangan
melawan AS dan zionisme perlu dipararelkan dengan perjuangan
menghadapi rejim lokal yang menjadi sekutu AS ( Arab Saudi, Mesir,
Yordania, dll).

Timur tengah telah menjadi objek utama dari doktrin "perang permanent"
Bush. Melalui perang terhadap terorisme, seperti juga diikuti oleh
retorika pejabat Israel, penggunaan kekerasan militer berjalan pararel
dengan kepentingan AS menjaga kepentingan bisnis dan korporasinya di
luar sana. Timur tengah yang kaya raya itu, terus –menerus bergolak
karena tangan-tangan imperialis yang hendak menundukkannya.

Kenyataan diatas telah melahirkan beberapa hal; pertama, bertemunya
sentiment anti amerika, ataupun gagasan anti kolonialisme Zionis,
dengan gagasan yang lebih progressif yaitu anti-imperialism. Beberapa
kelompok perlawanan telah menggabungkan gagasan ini menjadi satu misi.
Kedua, kejatuhan "pamor" rejim-rejim lokal di Arab, maupun
organisasi-organisasi yang mengklaim kepentingan rakyat di Jasirah
Arab, telah memupuk kesadaran rakyat di timur tengah untuk menerima
ide-ide politik dari dunia di luar Arab. Sebagai missal, hampir
seluruh dunia Arab kini memimpikan pemerintahan yang berani seperti
Chaves, setelah menemukan pemerintah nasionalnya "takluk" kepada
Israel. Ketiga, membanjirnya solidaritas yang dilakukan aktifis
perdamaian, aktifis anti perang, maupun gerakan sosialis di berbagai
belahan dunia, telah membuka mata masyarakat timur tengah bahwa tidak
semua orang di barat (non-islam) membenci mereka. Perlakuan
diskriminatif karena lemparan tuduhan sebagai teroris telah menjadikan
masyarakat muslim mendapat perlakuan rasial.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa kepentingan para mullah dan tuan tanah
reaksioner yang selalu mendomplengi perjuangan anti amerika, ataupun
perjuangan anti-imperialisme merupakan tantangan perjuangan rakyat di
kawasan ini. Kekosongan partai revolusioner tentu menjadi kendala
lahirnya sebuah perjuangan anti-imperialisme yang kuat dan konsisten
di kawasan ini.

Tidak ada komentar: