Senin, 30 Maret 2009

"Israel, Berhentilah Berlagak Menjadi Korban"

 Dalam bukunya "They Dare to Speak Out" yang diterbitkanpada
1985, mantan anggota Kongres, Paul Findley, mengungkapkan betapakuatnya
cengkeraman lobi Yahudi dan Israel di Amerika Serikat, terutamadalam
masalah Timur Tengah, sehingga orang Amerika atau Barat yangberani
mengkritik Israel dicap sebagai anti Yahudi dan pendukung Nazi.

Findley mengungkapkan, orang-orang kritis yang posisinya lemah
telahdiintimidasi dan disingkirkan, sementara yang lebih kuat
diasingkanuntuk kemudian dimiskinkan secara politik dan ekonomi,
dideskreditkanoleh media massa, bahkan dilenyapkan sama sekali.

Senator Joseph Raymond McCarthy dari Partai Republik adalah salahseorang
korbannya. Dia diasingkan dari ranah politik AS dandideskreditkan oleh
media massa sebagai komunis, bahkan penyebabkematiannya pun tidak jelas.

Kini, setelah agresi Israel ke Gaza, sebagian orang Amerika dan
Baratmulai mengeluarkan kritik tajam pada Israel, bahkan
beberapadiantaranya cenderung anti Yahudi.

Di Yunani, pada 29 Desember, Harian Avriani mengaitkan Perang Gazadengan
lobi Yahudi, "Setelah Yahudi Amerika menguasai kembali
(sistem)kemakmuran dunia dan menenggelamkan dunia dalam satu krisis
keuanganyang tak pernah terjadi sebelumnya, mereka mulai berlatih
untuk(persiapan) Perang Dunia Ketiga."

Sementara itu, di Italia, asosiasi dagang bernama Flacia-Uniti
menyeruwarga kota Roma untuk memboikot segala produk usaha buatan
komunitasYahudi.

"Kami tidak bisa terus diam terhadap apa yang sedang terjadi di
Gaza.Kami telah membuat daftar pengusaha (Roma) yang berhubungan dengan
TelAviv karena rakyat (Italia) tidak tahu siapa mereka," kata
GiancarloDesiderati, otak dibalik prakarsa boikot itu.

Di AS, suara kritis terhadap Israel menyalak, bukan hanya dariketurunan
Arab, tapi juga non Arab yang muak pada eksploitasi nasibburuk Israel di
masa pasca Perang Dunia Kedua, demi membenarkanserangan kejinya ke
Palestina.

Salah seorang warga AS yang mengkritik Israel adalah aktor,
sastrawan,sosiolog, dan pengarang buku terkenal "The Pursuit of
Loneliness,"Philip Slater.

Dalam Huffington Post edisi 6 Januari 2009 yang dipublikasikan
lagiMiddle East Times pada 19 Januari, Philip menyampaikan opini
berjudul,"A Message to Israel: Time to Stop Playing the Victim Role."

Berikut adalah terjemahan artikel Philip.

Di awal tulisannya, Philip menyatakan dia tak bisa memahami Israel
yangselama ini dibela bangsanya, berubah menjadi agresor dengan masih
sajamendramatisir nasibnya di masa lalu sebagai korban permusuhan Arab.

"Kalian tak perlu lagi pura-pura menjadi korban. 'Israel yang
malang'terdengar aneh manakala kalian justru menjadi kekuatan dominan di
TimurTengah," kata Philip.

Saat kalian menduduki beberapa tetanggamu, membom dan menaklukannya
dimedan perang, menguasai tanah mereka, dan mengusirnya dari
rumah-rumahmereka, maka saatnya untuk berhenti berpura-pura tertindas.

Ya benar, negara-negara Arab menolak keberadaanmu, mengancam
akanmembuang kalian ke laut, dan semua itu retorika palsu. Faktanya
adalahkalian kuat, mereka (Arab) tidak. Kalian punya senjata canggih,
merekatidak. Kalian bersenjata nuklir, mereka tidak. Jadi
berhentilahbersikap cengeng. Itu tak laku lagi.

Ya, saya tahu, kami rakyat Amerika mesti berbicara dan selalu
bergetarsaat mendengar nama teroris, "negara brandal" dan "kekaisaran
iblis"saat kami memiliki cukup nuklir untuk meledakkan dunia dan
berbelanjasenjata lebih besar dari negara manapun. Tetapi, hanya karena
kamihipokrit dan gelisah, tidak berarti kalian harus seperti kami.

Philip berkata, menyebut Hamas agresor sungguh tidak pantas karenaJalur
Gaza lebih dari sebuah kamp konsentrasi besar Israel dimana
wargaPalestina diserang semau Israel dan harus menderita kesulitan
makan,bahan bakar, energi, bahkan suplai obat-obatan.

"Mereka tidak bisa berkeliaran dan mesti membuat terowongan
untukmenyelundupkan kebutuhan hidup sehari-harinya. Mereka tak akan
kalianperhatikan jika tidak menembakkan roket-roketnya pada kalian."

Philip menulis, lobi Israel bereaksi sejadi-jadinya manakala
merekadituduh mengadopsi metodologi Nazi yang telah menyiksa mereka,
untukmenghukum sebuah bangsa dengan menyerang bagian kecil bangsa itu
dansecara konsisten dilakukannya di Gaza.

Israel, demikian Philip, telah melanggar hukum internasional,
sebuahhukum yang ironisnya pernah diterapkan untuk mengadili praktik
kejiyang dilakukan Nazi kepada bangsa Yahudi semasa Perang Dunia Kedua.

"Ayolah, pisahkan kami dari kemunafikan dengan mengatakan setiap
upayaIsrael adalah demi mencegah korban sipil. Saat kalian
menjatuhkanbom-bom di satu kota padat penduduk, kalian membom peradaban.
Bom takpernah bertanya apa KTPmu.

Bom adalah pembunuh rakyat sipil. Bom-bom dirancang untuk
menjatuhkansemangat sebuah bangsa dengan membantai keluarga-keluarga.
Bomdigunakan selama Perang Dunia Kedua oleh semua pihak dengan
tujuanmeruntuhkan semangat bangsa. Dan ini pula yang dilakukan di Gaza.

Ayolah Israel, cobalah tahan diri kalian untuk tak berkilah
denganargumen menyesatkan yang dipinjam dari Bush, bahwa para pemimpin
Hamasbersembunyi di tengah rakyatnya, meninggalkan rumah-rumah mereka.

Yang sesungguhnya terjadi adalah Israel ingin menggiring mereka
ketempat-tempat yang tidak ada penduduknya, padahal tak ada satu
punlahan kosong penduduk dan pemukiman di Gaza. Jadinya, para
pejuangHamas bolak balik di daerah padat penduduk itu."

Philip melanjutkan, Israel telah membom tiga sekolah PBB dan
membunuhlusinan anak-anak serta orang dewasa, meskipun faktanya PBB
memberikalian koordinat semua sekolahnya di Gaza agar sekolah-sekolah
itutidak menjadi sasaran pemboman karena PBB ingin mencegah
jatuhnyakorban sipil dengan tanda itu sehingga kalian tak mungkin
membomnya.Alih-alih Israel membom sekolah-sekolah itu.

"Tampaknya kalian merasa bisa membunuh siapapun, kapanpun dan
dimanapunkalian suka, hanya karena kalian mendapat restu dari Amerika
Serikat,"kata Phiilip.

Setiap hari serangan yang dilancarkan ke Pelestina, kalian
semakinterlihat melecehkan PBB, masyarakat internasional dan hidup
manusia.Persis prilaku negara berandal.

Kalian mungkin juga memberi perhatian pada fakta bahwa kebijakan
kunokalian yang sok jagoan --kebijakan yang kalian
lakukanberdekade-dekade-- tidak berhasil!

Bangsa Palestina itu manusia. Mereka bukan anjing yang bisa
kalianperintah. Makin buruk kalian perlakukan mereka, makin ingin
merekamelawanmu. Itulah arti menjadi manusia. Semakin keras kalian
tindas,semakin kuat mereka melawan.

Kami (AS) pernah membom Vietnam dengan jumlah lebih banyak dari
seluruhbom yang dijatuhkan selama Perang Dunia Kedua. Itu belum termasuk
bomnapalm (bom curah), herbisida (bom biologi) dan semua jenis
ranjaudarat canggih. Tapi, apakah mereka (bangsa Vietnam) lantas
bersujud danmencium lutut penjajahnya? Tidak, mereka pantang tunduk.

Kalian mesti membunuh mereka semua. Dan saat kalian melakukan itu,kalian
akhirnya tidak akan lagi didukung siapapun, bahkan AmerikaSerikat.

Ingatlah, bahwa dukungan Amerika kepada kalian seluruhnya didasarkanpada
gagasan bahwa tidak ada satu pun politisi (AS) memenangkan pemilutanpa
dukungan suara Yahudi.

Tapi tak semua Yahudi Amerika berpikir Israel mengemban misi agung
dariTuhan. Banyak warga Yahudi Amerika lebih mempercayai hukum dan
keadilaninternasional.

Saya bisa mengerti Israel jengkel mendapat pelajaran seperti ini
dariseorang Amerika. Tapi bukankah ini yang telah kami orang
Amerikalakukan? Mendatangi negara orang lain, membantai 95% penduduknya
untukkemudian mengambilalihnya?

Ketika yang dirampas tanahnya serentak melawan, agresor (Israel ditanah
Arab) panik dan segera menyebut agresinya ke tanah orang lain itusah
meskipun dengan melakukan pembantaian genosidal.

"Mohon maaf saya mesti katakan padamu wahai Israel, kalian
ketinggalanzaman. Alasan genosida tidak lagi laku. Saya tahu ini tak
adil, kalianmemiliki hak untuk tersinggung dengan semua ini, namun dunia
itusemakin kecil, gaya koboy itu sudah kuno, dan para algojo tidak
lagimenjadi pahlawan," kata Philip menutup tulisannya.

Tidak ada komentar: